Rabu, 24 Maret 2010

VIJAYA1 SUTTA

BAB I
BAB TENTANG ULAR
11. VIJAYA1 SUTTA
Kemenangan atas Kegelapan Batin
Perenungan akan sifat-sifat tubuh manusia yang tidak menarik
1. Selagi berjalan, berdiri; duduk maupun berbaring, siapa pun juga akan mengerutkan atau meregangkan tubuhnya. Demikianlah gerakan tubuh. (193)
2. Tubuh disatukan dengan tulang dan otot, direkat dengan kulit dan daging, sehingga sifatnya yang sejati tidak dipahami. (194)
3. Tubuh berisi usus di rongga perut, gumpalan hati di dalam perut, kandung kencing, jantung, paru-paru, ginjal dan limpa; (195)
4. Dengan lendir, air liur, keringat, getah bening, darah, cairan selaput, empedu dan lemak. (196)
5. Lewat sembilan aliran, kekotoran terus menerus mendesak keluar --dari mata keluar kotoran mata, dari telinga keluar kotoran telinga; (197)
6. Dari hidung keluar ingus; kadang-kadang tubuh mengeluarkan muntahan lewat mulut dan mengeluarkan cairan empedu serta lendir; dari tubuh keluar keringat dan kotoran. (198)
7. Rongga di kepala dipenuhi otak; tetapi orang tolol --karena ketidaktahuannya-- menganggapnya sebagai benda yang bagus; (199)
8. Ketika tubuh terbaring mati --dalam keadaan bengkak dan pucat kebiru-biruan-- lalu disingkirkan ke tanah pekuburan, tidak lagi ada sanak saudara yang menginginkannya. (200)
9. Anjing, serigala, cacing, gagak dan burung nasar, serta makhluk-makhluk lain memakan bangkainya. (201)
10. Di dunia ini, bhikkhu yang bijaksana, yang mendengarkan kata-kata Sang Buddha, akan memahami tubuh ini sepenuhnya serta melihatnya dengan pandangan benar. (202)
11. Dia membandingkan tubuhnya dengan mayat, dan karena berpikir bahwa tubuh ini sama seperti mayat dan mayat sama dengan tubuh ini, dia menghapus nafsu terhadap tubuhnya sendiri. (203)
12. Di dunia ini, bhikkhu yang bijaksana seperti itu, yang terbebas dari nafsu keinginan dan kemelekatan, akan mencapai keadaan Nibbana yang kekal, yang hening dan tanpa kematian. (204)
13. Tubuh ini bersifat tidak murni, berbau busuk dan penuh dengan berbagai kebusukan yang menetes di sana sini. (205)
14. Jika orang yang memiliki tubuh seperti ini menyombongkan dirinya sendiri dan merendahkan yang lain -- hal itu semata-mata disebabkan karena kurangnya pandangan terang pada dirinya. (206)

Catatan
1. Vijaya berarti 'kemenangan'. Di sini, 'kemenangan' atas kegelapan batin yang berkenaan dengan kerangka tubuh yang tidak murni. Sutta ini juga disebut Kayavicchandanika Sutta, khotbah mengenai sifat tubuh yang tidak menarik

VASETTHA SUTTA

III. BAB BESAR
9. VASETTHA SUTTA
Vasettha
Definisi yang Benar tentang 'Brahmana'
Demikian yang telah saya dengar: Suatu ketika Sang Buddha berdiam di hutan Icchanangala. Banyak brahmana terkenal yang tinggal juga di sana, seperti Canki, Tarukkha, Pokkharasati, Janussoni dan Todeyya -- yang semuanya brahmana terkenal, terpelajar, dan kaya.
Di antara orang-orang ini ada dua brahmana muda. Yang satu bernama Vasettha dan yang lain Bharadvaja. Suatu hari, ketika kedua orang muda ini sedang berjalan-jalan, mereka bercakap-cakap mengenai faktor-faktor yang membuat seseorang menjadi brahmana.
Bharadvaja berkata: 'Itu berhubungan dengan keluarga seseorang. Jika latar belakang keluarganya murni, dan selama tujuh generasi tidak ada perkawinan campuran dengan kasta lain, baik pada pihak ibu maupun pihak ayah, maka dia adalah seorang brahmana.'
Tetapi Vasettha berkata: 'Jika tindakan orang itu baik dan dia menjalankan kewajiban-kewajibannya, maka dia adalah seorang brahmana.'
Bharadvaja bersikeras pada teorinya, dan Vasettha pun berpegang teguh pada teorinya sendiri. Yang satu tidak dapat menyakinkan yang lain bahwa dia benar. Jadi Vasettha menyarankan agar mereka meminta nasehat orang lain.
Vasettha berkata kepada Bharadvaja. 'Ada seorang pertapa bernama Gotama, pangeran suku Sakya, yang telah meninggalkan kehidupan berkeluarga. Banyak orang mengatakan: "Demikianlah Sang Tathagata karena Beliau telah sempurna, sepenuhnya tercerahkan, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang baik, agung, pengenal semua alam, pemimpin yang tiada bandingnya bagi manusia yang harus dikendalikan, guru para dewa dan manusia, yang telah tercerahkan dan mulia.' Setelah menyadari Kebenaran (Dhamma), Sang Buddha membabarkannya agar diketahui dunia manusia dan para dewa, termasuk para pertapa dan brahmana. Beliau mengajarkan Kebenaran yang indah di awal, di tengah dan di akhir, penuh makna, kaya dalam kata-katanya, dan sepenuhnya lengkap. Beliau mengajarkan kehidupan suci yang sempurna. Benar-benar luar biasa melihat orang-orang suci semacam ini!'
Baiklah, Bharadvaja,' kata Vasettha, 'Marilah kita menjumpai Gotama, dan memohon Beliau untuk menjernihkan pertanyaan ini! Kemudian kita akan menerimanya sebagaimana dijelaskan oleh pertapa Gotama.'
Bharadvaja berkata: 'Baik. Marilah kita pergi.' Maka kedua orang muda itu pergi mencari Sang Guru. Ketika menemukan Sang Buddha, mereka menyapa dengan sopan dan duduk di satu sisi. Kemudian Vasettha berbicara kepada Sang Guru dalam kata-kata berikut ini:
1. Tuan, kami berdua adalah siswa ajaran-ajaran ortodoks, dan kami berdua dikenal dan dianggap sebagai pakar dalam pelajaran Kitab Veda. Guru saya adalah Pokkharasati, dan teman saya ini belajar dari Tarukkha. (594)
2. Kami telah mempelajari semua Kitab Komentar dari ketiga Veda, dan kami memenuhi syarat untuk mengajarkan irama, tata bahasa, dan doa (595)
3. Walaupun demikian, Gotama, ada satu pertanyaan yang kami berdua tidak sepakat, yaitu tentang pentingnya keturunan. Bharadvaja bersikeras bahwa orang adalah brahmana karena dia dilahirkan sebagai brahmana. Namun saya yakin, bahwa yang dilakukan orang itulah yang penting. Kami harap Tuan --yang memiliki pandangan terang-- mengetahui ketidaksepakatan ini. (596)
4. Karena kami berdua tidak bisa menyelesaikannya sendiri, kami datang kepada-Mu untuk menanyakan hal ini. Kami mendengar Engkau disebut Yang Sepenuhnya Tercerahkan. (597)
5. Oleh orang-orang Engkau diperlakukan dengan penuh hormat. Mereka menangkupkan tangan ketika melihat Tuan, sama halnya seperti ketika mereka menghormat rembulan yang bertambah besar. (598)
6. Engkau adalah mata dunia, Gotama, maka kami bertanya kepada-Mu untuk mempertimbangkan pertanyaan ini: 'apakah yang membuat orang menjadi brahmana? Apakah karena kelahiran, atau karena apa yang dia lakukan? Kami tak dapat memecahkannya, Gotama, jadi jelaskan dan beritahukanlah apa brahmana itu.' (599)
7. Sang Buddha menjawab Vasettha dengan kata-kata ini 'Akan kujelaskan kepadamu --dalam urutan yang benar dan berdasarkan fakta-- tentang berbagai macam makhluk hidup karena ada banyak spesies. (600)
8. Jika engkau memandang pohon atau rumput, walaupun mungkin tidak kau sadari, ada banyak jenis dan spesies. Ada berbagai macam yang berbeda-beda. (601)
9. Kemudian juga ada serangga, yang besar misalnya ngengat dan yang kecil misalnya semut. Pada makhluk-makhluk ini juga engkau dapat melihat bahwa mereka memiliki jenis dan macam yang berbeda. (602)
10. Dan pada binatang berkaki empat --tak peduli berapa besarnya-- engkau dapat melihat bahwa mereka memiliki jenis dan spesies yang berbeda. (603)
11. Sekarang lihatlah makhluk-makhluk melata, yang berjalan di atas perut, seperti misalnya reptil dan ular engkau dapat melihat bahwa mereka memiliki jenis dan spesies yang berbeda. (604)
12-13. Pandanglah ikan dan kehidupan air -- pandanglah burung dan binatang yang terbang -- engkau dapat melihat bahwa mereka memiliki jenis dan spesies yang berbeda. (605-6)
14. Di antara manusia, jenis dan spesiesnya tidak sebanyak yang terdapat di antara spesies-spesies lain. (607)
15. Tidak seperti spesies-spesies lain, di antara manusia tidak ada perbedaan jenis maupun spesies sehubungan dengan mata, telinga, mulut, hidung, bibir, alis, dan bahkan rambut mereka -- semuanya dari jenis yang sama. (608)
16. Dari leher sampai ke pangkal paha, dari bahu sampai ke pinggul, dari punggung sampai ke dada -- untuk manusia semuanya satu jenis (609)
17. Tangan, kaki, jari, kuku, betis dan paha, semuanya standar. Begitu juga ciri-ciri suara dan warnanya. Tidak seperti makhluk lain, manusia tidak memiliki ciri-ciri yang membedakan mereka pada waktu lahir. (610)
18. Mereka tidak memiliki berbagai ciri warisan yang dimiliki makhluk lain. Sebenarnya, dalam hal manusia, perbedaan-perbedaan itu ada hanya karena kaidah atau ketentuan1. (611)
19. Misalnya, Vasettha, jika seseorang memelihara sapi dan hidup dari hasil sapi-sapi itu, kita tahu bahwa dia adalah petani. Kita tidak menyebutnya brahmana. (612)
20. Begitu juga, jika seseorang mencari nafkah lewat keterampilan, maka kita tahu bahwa dia adalah pengrajin. Kita tidak menyebutnya brahmana. (613)
21. Jika dia menopang dirinya dengan berdagang, maka kita tahu bahwa dia adalah pedagang, bukan brahmana. (614)
22. Jika seseorang memperoleh bayaran dengan melayani orang lain, maka kita menyebutnya pegawai, bukan brahmana. (615)
23. Seseorang yang hidup dengan mengambil barang-barang milik orang lain dikenal sebagai pencuri, bukan brahmana. (616)
24. Dan seorang pemanah yang menjual keterampilannya dikenal sebagai prajurit. Kita tidak menyebutnya brahmana. (617)
25. Seseorang yang pekerjaannya melakukan ritual dan upacara dikenal sebagai pendeta, bukan brahmana. (618)
26. Seseorang yang hidup dari hasil negara dan desa dikenal sebagai tuan tanah atau raja. Kita tidak menyebutnya brahmana. (619)
27. Aku tidak menyebut seseorang brahmana hanya karena ibunya atau karena keturunannya. Hanya karena seseorang berhak disebut 'Tuan', tidak berarti bahwa dia terbebas dari kebiasaan dan kemelekatan. Dia yang terbebas dari kemelekatan, dia yang terbebas dari ketamakan adalah orang yang kusebut brahmana. (620)
28. Jika semua rantai telah dihancurkan, jika gejolak sudah tidak lagi ada, jika orang telah membebaskan dirinya dan membuang belenggu-belenggunya -- itulah orang yang kusebut brahmana. (621)
29. Dia yang telah memutus tali pengikat [ketidaktahuan] dan kendali [pandangan-pandangan salah], yang telah menghilangkan rintangan dan telah tercerahkan, adalah orang yang kusebut bahmana. (622)
30. Dia yang tanpa menjadi jengkel menerima penghinaan dan kekerasan, yang memiliki daya tahan sebagai kekuatan dan bala tentaranya, adalah orang yang kusebut brahmana. (623)
31. Tidak ada kemarahan dan tidak ada kebodohan batin. Yang ada hanyalah tenaga pengendalian diri dan kekuatan tindakan yang suci. Jadi tidak ada pengulangan kebiasaan, tidak ada tumimbal lahir. Inilah yang kusebut brahmana. (624)
32. Bagaikan tetes air di atas daun teratai, bagaikan biji mostar di ujung jarum, nafsu-nafsu indera menggelinding dan tidak meninggalkan jejak padanya. Inilah orang yang kusebut brahmana. (625)
33. Dengan menghilangkan beban dan membuang rantai --di sini, di dunia ini, dia dapat melihat bahwa bahkan penderitaan pun ada akhirnya. Inilah orang yang kusebut brahmana. (626)
34. Orang yang kaya kebijaksanaan, yang bijaksana, yang terampil mengetahui mana jalan yang benar dan mana yang salah, yang telah mencapai tujuan tertinggi, adalah orang yang kusebut brahmana. (627)
35. Tidak ada sandaran, tidak ada ketergantungan, tidak merasa perlu berkumpul dengan orang lain, baik pemilik harta maupun bhikkhu yang berkelana. Sudah cukup dengan yang sederhana; inilah arti 'brahmana'. (628)
36. Meletakkan senjata kekerasan, berhenti membunuh makhluk apa pun, berhenti menyebabkan orang lain membunuh mahkluk apa pun; inilah arti 'brahmana' (629)
37. Dia yang tidak menunjukkan kemarahan terhadap mereka yang marah, yang damai terhadap mereka yang menggunakan kekerasan, yang tidak tamak di antara mereka yang cenderung tamak, adalah orang yang kusebut brahmana. (630)
38. Dia yang telah melenyapkan keinginan, kebencian, kesombongan dan keirihatian, bagaikan biji mostar yang menggelinding dari ujung jarum, adalah orang yang kusebut brahmana. (631)
39. Dia yang mengucapkan kata-kata yang tidak kasar, kata-kata yang benar serta penuh makna, kata-kata yang tidak menyebabkan kemarahan orang lain, adalah orang yang kusebut brahmana. (632)
40. Tidak memiliki kekayaan, tidak ada benda-benda yang dikumpulkan, seberapa pun besarnya, jumlahnya atau nilainya; inilah arti 'brahmana'. (633)
41. Tidak ada yang diharapkan, tidak memiliki keinginan melekati dunia ini atau dunia lain; dia tidak terikat, telah terbebas; inilah arti 'brahmana'. (634)
42. Tidak ada keinginan --pertanyaan dan keraguan lenyap karena adanya pengetahuan, dan dia mencebur ke dalam keadaan tanpa-kematian; inilah arti 'brahmana'. (635)
43. Dia yang telah pergi melampaui [ketidakmurnian] perbuatan yang memberikan pahala atau tidak, yang bebas dari kesedihan dan kekotoran batin, serta telah murni; inilah arti 'brahmana'. (636)
44. Bersifat jernih, tenang, tanpa noda, bagaikan rembulan di mana belenggu-belenggu dumadi yang terus-menerus telah terputus dan terbuang; inilah arti 'brahmana'. (637)
45. Dia yang telah pergi melampaui jalan siklus tumimbal lahir yang kasar dan berbahaya serta telah melampaui kebodohan batin, yang telah menyeberang dan pergi ke pantai seberang, yang melaksanakan perenungan, tanpa nafsu, dan bebas dari keraguan, orang yang tenang dan tak melekat, adalah orang yang kusebut brahmana. (638)
46. Kesenangan nafsu indera telah pergi, dia membiarkannya pergi demi kehidupan seorang kelana tak-berumah. Kesenangan nafsu indera akan dumadi yang terus-menerus telah lenyap, telah terbuang; inilah arti 'brahmana'. (639)
47. Tuntutan kemelekatan telah hilang, dia membiarkannya pergi demi kehidupan seorang kelana tak-berumah. Keinginan akan dumadi yang terus-menerus telah lenyap, telah terbuang; inilah arti 'brahmana'. (640)
48. Beban berat di punggung manusia, beban yang bahkan memberati para dewa -- semuanya telah diletakkan, dibuang dan diatasi: dia tidak lagi terikat pada kuk, telah bebas. Inilah arti 'brahmana'. (641)
49. Menghindari rasa senang dan tidak senang, dia telah menjadi dingin dan bebas dari dasar-dasar [yang menuju tumimbal lahir]. Dia adalah seorang pahlawan yang telah mengatasi semua alam, dia adalah orang yang kusebut 'brahmana'. (642)
50. Dia yang telah sepenuhnya memahami bagaimana terjadinya makhluk dan bagaimana makhluk-makhluk berhenti, dia yang tidak melekat, yang hidup dengan benar dan tercerahkan, adalah orang yang kusebut 'brahmana'. (643)
51. Dia yang nasibnya tidak dapat diketahui oleh para dewa dan manusia, orang yang telah menghapus nafsu, orang yang mulia, adalah orang yang kusebut 'brahmana'. (644)
52. Dia tak memiliki harta milik apa pun -- tak satu pun di masa lalu, tak satu pun di masa depan, tak satu pun di masa kini. Dia tidak memegangi apa pun sama sekali; terbebas dari kemelekatan, inilah yang kusebut 'brahmana'. (645)
53. Seorang pahlawan -- manusia besar, yang terkemuka, yang bijaksana, manusia yang menang, yang tidak memiliki rasa takut. Tidak melekat; tercuci [dalam air kebijaksanaan]; tercerahkan. Inilah yang kusebut 'brahmana'. (646)
54. Dia mengetahui kehidupan-kehidupan lampaunya, dia telah melihat bentuk-bentuk kehidupan yang lain, alam-alam yang menyedihkan dan alam-alam yang bahagia. Inilah pencapaiannya: sampai di akhir rantai tumimbal lahir. Inilah yang kusebut 'brahmana'. (647)
55. Jadi apa arti gelar, nama dan ras ini? Semuanya hanyalah kaidah-kaidah duniawi saja. Itu ada karena persetujuan umum. (648)
56. Kepercayaan salah ini telah lama sekali erat terpahat di pikiran orang yang bodoh, dan [masih saja] orang-orang bodoh ini mengatakan kepada kita: 'Orang menjadi brahmana lewat kelahiran.' (649)
57. [Sebaliknya], tak seorang pun terlahir sebagai brahmana; tak seorang pun terlahir sebagai non-brahmana. Seorang brahmana menjadi brahmana karena apa yang dia lakukan; orang yang bukan brahmana menjadi bukan brahmana karena apa yang dia lakukan. (650)
58. Seorang petani menjadi petani karena apa yang dia lakukan, demikian pula seorang pengrajin disebut pengrajin karena apa yang dia lakukan. (651)
59. Seorang pedagang, pelayan, pencuri, prajurit, pendeta atau raja: masing-masing menjadi apa adanya karena apa yang dia lakukan. (652)
60. Demikianlah orang bijaksana melihat tindakan seperti yang telah benar-benar terjadi. Mereka terampil dalam buah-buah tindakan dan mereka dapat melihat sebab musabab yang saling bergantungan. (653)
61. Dunia ada karena tindakan-tindakan yang berpenyebab, semua hal dihasilkan karena tindakan yang berpenyebab dan semua makhluk tunduk dan terikat oleh tindakan-tindakan yang berpenyebab. Mereka terpateri bagaikan roda kereta yang menggelinding, yang tertancap oleh paku pada tangkai as rodanya. (654)
62. Brahmana adalah hasil dari penahanan diri, kehidupan yang bermanfaat dan pengendalian diri. Inilah esensi brahmana. (655)
63. Jadi, Vassettha, pahamilah hal ini dengan jelas: ada orang-orang yang bijaksana dan berpengalaman dalam ketiga bagian pengetahuan (yaitu Kitab Veda), yang tenang dan telah menyelesaikan ikatan rantai dumadi yang berulang-ulang. Orang-orang ini harus dikenali sebagai 'Brahma atau Indra.' (656)
Kemudian Vassettha dan Bharadvaja berkata kepada Sang Buddha: 'Sungguh menakjubkan, Yang Mulia Gotama! Sungguh luar biasa, Yang Mulia Gotama! Sebagaimana orang menegakkan apa yang telah terjungkir balik, atau mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau memberikan sinar penerangan di dalam kegelapan sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat benda-benda, demikian pula Kebenaran telah dijelaskan oleh Yang Mulia Gotama dengan berbagai cara. Oleh karenanya, kami berlindung dalam Beliau, dalam Dhamma-Nya, dan SanghaNya. Semoga Yang Mulia Gotama berkenan menerima kami sebagai siswa awam yang sejak saat ini telah mengambil perlindungan dalam Dia selama hidup kami.'

Catatan
1. Harus diingat bahwa ketika menjelaskan ciri-ciri fisik manusia, Sang Buddha hanya mengacu ke penduduk India di timur laut dan bagian tengah dari anak benua itu.
Di sini Sang Buddha mengacu ke perbedaan-perbedaan yang terlihat dari pengalaman pribadinya, dan kemudian menjelaskan bahwa tindakan-tindakan (kamma) dan tingkah laku merupakan kunci menuju kesempurnaan dan pencerahan. Tetapi akibat wajar dari tumimbal lahir dapat membuat orang dilahirkan di alam-alam 'tinggi' atau 'rendah' --yaitu lingkungan yang dapat mendorong atau menghalangi pertumbuhan spiritual (atau bahkan materi). Jadi, walaupun setiap orang memiliki potensi untuk memahami, kamma menyebabkan selalu adanya hasil yang tidak sama.
Maka, tidaklah relevan jika bagian bacaan ini dikutip keluar dari konteksnya dalam debat apa pun mengenai 'kesetaraan ras', seperti yang dilakukan oleh K. N. Jayatileke dan G.P. Malalasekera di dalam karya mereka, Buddhism and the Race Question (UNESCO, Paris, 1958; dicetak ulang oleh BPS, Kandi 1974). Untuk pendekatan Buddhis rasional mengenai hal ini, lihat Human Progress: Reality or Illusion? karya Philip Eden (BPS 1974).

VASALA SUTTA1

BAB I
BAB TENTANG ULAR
7. VASALA SUTTA1
Manusia Sampah (Spiritual)
Definisi Sang Buddha tentang manusia sampah (spiritual)
Demikian yang telah saya dengar: Pada saat itu Sang Buddha berdiam di dekat Savatthi di Hutan Jeta di vihara Anathapindika. Ketika hari menjelang siang, setelah mengenakan jubah dan mengambil mangkuk, Sang Buddha pergi ke Savatthi untuk mengumpulkan makanan. Pada waktu itu, di rumah brahmana pemuja-api yang bernama Aggika-Braradvaja, api dinyalakan dan benda-benda untuk kurban telah disiapkan.
Kemudian Sang Buddha, yang berjalan dari rumah ke rumah, sampai ke tempat tinggal brahmana itu. Melihat Sang Buddha mendekat, dia berteriak: 'Berhentilah di situ, hai pertapa gundul. Berhentilah di situ, hai pertapa. Berhentilah di situ, hai manusia sampah!'
Sang Buddha [dengan tenang menjawab]: 'O, brahmana, dapatkah engkau mengenali manusia sampah? Dapatkah engkau mengetahui hal-hal yang membuat seseorang menjadi sampah?'
'Memang tidak, O Tuan Gotama, saya tidak dapat mengenali manusia sampah, dan saya tidak mengetahui hal-hal yang membuat seseorang menjadi sampah. Karena itu, Tuan Gotama, akan amat bagus bila engkau menjelaskan padaku mengenai hal ini.'
Sang Buddha [meneruskan]: 'Baiklah, wahai brahmana, dengarkan baik-baik dan camkanlah kata-kataku ini:
1. Siapa pun yang marah, yang memiliki niat buruk, yang berpikiran jahat dan iri hati; yang berpandangan salah, yang penuh tipu muslihat, dialah yang disebut sampah.2 (116)
2. Siapa pun yang menghancurkan kehidupan, baik burung atau binatang, serangga atau ikan, yang tidak memiliki kasih sayang terhadap kehidupan .... (117)
3. Siapa pun yang merusak atau agresif (suka menyerang) di kota dan di desa dan dikenal sebagai perusak atau penjahat yang kejam .... (118)
4. Siapapun yang mencuri apa yang dianggap milik orang lain, baik yang ada di desa atau hutan .... (119)
5. Siapapun yang setelah berhutang lalu menyangkal ketika ditagih, dan menjawab pedas: 'Aku tidak berhutang padamu!' .... (120)
6. Siapa pun yang berkeinginan mencuri walaupun benda tidak berharga, lalu mengambil barang itu setelah membunuh orang di jalan .... (121)
7. Siapapun yang memberikan sumpah palsu untuk kepentingannya sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk mendapat keuntungan .... (122)
8. Siapapun yang mempunyai hubungan gelap dengan istri famili atau temannya, baik dengan paksaan atau karena suka sama suka .... (123)
9. Siapapun yang tidak menyokong ayah atau ibunya, yang sudah tua dan lemah, padahal dia hidup dalam keadaan berkecukupan .... (124)
10. Siapa pun yang menyerang atau mencaci-maki ayah, ibu, saudara kandung, atau ibu mertua .... (125)
11. Siapapun yang dimintai nasihat yang baik tetapi malahan mengajarkan apa yang menyesatkan atau berbicara dengan tidak jelas .... (126)
12. Siapapun yang munafik, yang setelah melakukan pelanggaran kemudian ingin menyembunyikannya dari orang-orang lain .... (127)
13. Siapapun yang setelah berkunjung ke rumah orang lain dan menerima keramah-tamahan di sana, tidak membalasnya dengan sikap serupa .... (128)
14. Siapapun yang menipu pertapa, bhikkhu atau guru spiritual lain .... (129)
15. Siapapun yang mencaci-maki dan tidak melayani pertapa atau bhikkhu yang datang untuk makan .... (130)
16. Siapapun, yang karena terperangkap di dalam kebodohan, memberikan ramalan yang tidak benar demi keuntungan yang sebenarnya tak berharga .... (131)
17. Siapapun yang meninggikan dirinya sendiri dan merendahkan orang lain, pongah dalam kesombongannya .... (132)
18. Siapapun yang suka memicu pertengkaran, yang kikir, memiliki keinginan-keinginan jahat, iri hati, tidak tahu malu dan tidak menyesal kalau melakukan kejahatan .... (133)
19. Siapa pun yang menghina Sang Buddha atau siswa-siswanya, baik yang telah meninggalkan keduniawian maupun perumah-tangga biasa .... (134)
20. Siapa pun yang berpura-pura Arahat padahal sebenarnya bukan, dia benar-benar penipu hina terbesar di dunia ini, sampah terendah dari semuanya. Demikian telah kujelaskan siapa yang merupakan sampah. (135)
21. Bukan karena kelahiran orang menjadi sampah. Bukan karena kelahiran pula orang menjadi brahmana (mulia). Oleh karena perbuatanlah orang menjadi sampah. Oleh karena perbuatan pula orang menjadi brahmana. (136)
22. Kini dengarkanlah, akan kuberikan suatu contoh. Ada seorang anak laki-laki dari kasta rendah yang bernama Matanga dari kasta Sopaka. (137)
23. Dia mencapai puncak kejayaan. Dan sesudah itu, para ksatria, brahmana, dan orang-orang lain datang untuk melayaninya. (138)
24. Setelah menghancurkan nafsu-nafsu duniawi, dia memasuki Jalan Mulia dan mencapai alam Brahma. Kasta tidak dapat mencegahnya terlahir di alam surgawi. (139)
25. Para brahmana yang mengenal Veda dengan baik dan terlahir di keluarga yang hafal Kitab Veda, jika mereka kecanduan melakukan perbuatan-perbuatan jahat. (140)
26. Mereka bukan hanya ternoda di dalam kehidupan ini saja; di dalam kehidupan yang akan datang pun mereka akan terlahir di dalam keadaan yang menderita. Kasta tidak dapat mencegah mereka ternoda atau terlahir di dalam keadaan yang menderita.' (141)
27. (Di sini, bait 21 diulang) (142)
Setelah Sang Buddha berbicara, brahmana Aggika Braradvaja berseru : 'Sungguh menakjubkan, Yang Mulia Gotama, sungguh luar biasa, Yang Mulia Gotama! Sebagaimana orang menegakkan apa yang telah terjungkir balik, atau mengungkapkan apa yang tadinya tersembunyi, atau menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau memberikan sinar penerangan di dalam kegelapan, sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat benda-benda, demikian pula Kebenaran telah dijelaskan oleh Yang Mulia Gotama dengan berbagai cara.
'Oleh karena itu, saya berlindung pada Beliau, pada Dhamma-Nya, dan Sangha-Nya. Saya mohon Yang Mulia Gotama berkenan menerima saya sebagai siswa awam yang sejak saat ini telah menyatakan berlindung pada-Nya seumur hidup!'

Catatan
1. Juga disebut Aggika-Braradvaja Sutta
2. Dari no. 2 sampai 19 setiap bait berakhir dengan pengulangan: 'dialah yang disebut sampah.'
3. Acuan awal 'membegal'

VANGISA SUTTA1

II. BAB MINOR
12. VANGISA SUTTA1
VANGISA
Vangisa mendapat kepastian bahwa gurunya telah mencapai Nibbana
Suatu ketika Sang Buddha berdiam di dekat Alavi di vihara Aggalava. Pada saat itu, Yang Mulia Nigrodhakappa, guru pembimbing Yang Mulia Vangisa, belum lama wafat di sana. Kemudian, suatu buah-pikir muncul di benak YM Vangisa (yang hidup menyendiri) dalam meditasinya: apakah guru pembimbingnya telah mencapai Nibbana atau belum. Maka di petang harinya, YM Vangisa [bersama teman-temannya] menghadap Sang Buddha dan dengan hormat menanyakan hal ini:
1. Kami bertanya kepada Sang Buddha yang memiliki kebijaksanaan sempurna, yang bisa menghalau keraguan di dunia ini --tentang bhikkhu terkenal, yang memiliki keagungan dan pikiran yang damai, yang telah wafat di Aggalava. (343)
2. O, Buddha, Bhante-lah yang memberikan nama Nigrodhakappa kepada beliau. Tanpa kenal lelah, beliau berkelana ke mana-mana dengan rasa hormat kepada Bhante. Beliau berjuang untuk mencapai pembebasan, kokoh dalam pemahaman Dhamma. (344)
3. O, Buddha, Yang Maha Melihat, kami semua ingin mengetahui tentang siswa itu. Kami siap mendengarkan. Bhante adalah Guru kami yang tiada bandingnya. (345)
4. Hilangkanlah keraguan kami, jelaskanlah tentang hal ini. O, Buddha yang memiliki kebijaksanaan luar biasa, beritahukanlah apakah beliau telah mencapai Nibbana. O, Buddha Yang Maha Melihat, berbicaralah di tengah-tengah kami sebagai raja para dewa, Indra dengan seribu mata. (346)
5. Keruwetan apa pun yang ada di dunia, yang menyebabkan kegelapan batin, yang berhubungan dengan ketidaktahuan, yang menyebabkan keraguan, semua ini lepas terurai ketika orang menghadap Sang Tathagata. Sesungguhnyalah Beliau memiliki mata teragung di antara semua manusia. (347)
6. Jika orang seperti Bhante tidak menghalau nafsu bagaikan angin menghalau awan, seluruh dunia akan tertutup oleh kegelapan; bahkan orang yang agung pun tidak akan bersinar. (348)
7. Orang bijaksana adalah pembawa terang. Saya yakin bahwa Bhante adalah orang bijaksana. Kami datang pada Yang Memiliki Pandangan Terang dan Pengetahuan. Kami mohon Bhante menjelaskan kepada kami semua di sini, di manakah Yang Mulia Nigrodhakappa kini? (349)
8. O, Yang Maha Mulia, alunkanlah segera suara-Mu yang indah bagaikan angsa menjulurkan lehernya, mengalunkan suaranya yang penuh dan teratur baik. Kami semua akan mendengarkan dengan penuh perhatian. (350)
9. Dengan tulus kami memohon kepada Yang Maha Murni, yang telah sepenuhnya mengalahkan kelahiran dan kematian, untuk membabarkan Dhamma, karena ini bukanlah hanya sekadar pemuasan nafsu makhluk duniawi. Biarlah Sang Tathagata bertindak dengan kebijaksanaan. (351)
10. Penjelasan dari Yang Memiliki Kebijaksanaan Tanpa Cela selalu dapat diterima. Kami telah siap menerimanya. O, pertapa agung, jangan biarkan kami berada dalam kegelapan batin. (352)
11. Bhante telah sepenuhnya mengetahui ajaran orang-orang suci. O, Yang Penuh Energi, jangan biarkan kami berada di dalam kebodohan. Bagaikan orang yang menderita kepanasan di musim panas merindukan air, kami merindukan kata-kataMu. Curahkanlah kata-kata kebijaksanaan-Mu. (353)
12. Jika Yang Mulia Nigrodhakappa telah menjalani kehidupan suci, apakah ini memberikan buah? Apakah beliau mencapai Nibbana dengan sisa? Bagaimana beliau terbebaskan, itulah yang ingin kami dengar. (354)
13. Sang Buddha: Dia telah memutus nafsu terhadap materi dan batin di dunia ini, yang merupakan arus Mara yang mengalir lama. Dia telah sepenuhnya menyeberangi semua kelahiran dan kematian. Demikian dikatakan Yang Telah Tercerahkan, pemimpin dari lima disiplin pertama.2 (355)
14. Engkau adalah yang termulia di antara pertapa agung. Mendengar kata-kata-Mu saya merasa gembira. Pencarianku tidaklah sia-sia. Sang Buddha tidak membodohi saya. (356)
15. Murid Bhante tersebut memang telah bertindak seperti yang dikatakan Sang Buddha. Beliau telah menghancur-leburkan bentangan dan jaring kuat Mara yang penuh tipu muslihat. (357)
16. O, Yang Tercerahkan, Yang Mulia Nigrodhakappa telah melihat sumber kemelekatan dan pasti sudah menyeberangi alam kematian yang amat sulit untuk diseberangi. (358)

Catatan
1. Juga disebut Nigrodhakappa Sutta
2. Pancasettho: dalam pengertian lain, ini berarti bahwa Sang Buddha telah menaklukkan lima indera

UTTHANA SUTTA

II. BAB MINOR
10. UTTHANA SUTTA
Kebangkitan
Desakan yang kuat untuk mengerahkan usaha
1. Bangkitlah! Duduklah tegak-tegak!
Apa untungnya tidur?
Tidur macam apa yang ada bagi yang terserang penyakit,
Yang ditembus oleh anak panah penderitaan? (331)
2. Bangkitlah! Duduklah tegak-tegak!
Berlatihlah dengan mantap untuk mencapai Kedamaian.
Jangan biarkan Raja Kejahatan (Mara) membodohimu dan merengkuhmu ke dalam kekuasaannya,
Karena mengetahui engkau lengah. (332)
3. Atasilah nafsu keinginan ini
Di mana para dewa dan manusia tetap terikat dan mencari kesenangan darinya.
Jangan biarkan saat kesempatan emas1 ini berlalu.
Mereka yang membiarkan kesempatan emas ini berlalu
Akan meratap ketika masuk ke dalam kesengsaraan. (333)
4. Kelengahan adalah suatu noda
Dan demikianlah noda yang menurun
Terus menerus, dari satu kelengahan ke kelengahan lain,
Dengan ketekunan dan pengetahuan
Hendaklah orang mencabut anak panah [nafsu-nafsu]. (334)

Catatan
1. Kesempatan atau saat/momen disebut khana, sedangkan akkhana berarti saat yang tidak menguntungkan. Menurut Sangiti Sutta dari Digha Nikaya, ada 9 saat yang tidak menguntungkan bagi manusia yang tidak dapat mengikuti ajaran Sang Buddha: Saat seorang Buddha muncul, orang itu dilahirkan dalam (1) alam menderita (niraya), (2) alam binatang, (3) di antara makhluk halus, (4) alam Raksasa (asura), (5) dalam kelompok dewa yang berusia panjang, (6) di antara orang biadab yang tidak pandai, (7) atau mereka yang memiliki pandangan salah, (8) atau terlahir sebagai orang bodoh, tumpul pikirannya, tuli dan bisu, (9) atau pada saat seorang Buddha tidak dilahirkan. Saddhammopayana, edisi R. Morris, Journal of the Pali Text Society, VI, London 1887 (dicetak ulang 1978), menjelaskan hanya 8 saat yang tidak menguntungkan (lihat syair 4-6). Karya Abhayagirivasins (Sinhalese), teks ini tidak memasukkan nomor (4). Lihat Upasakajanalankara, edisi H. Saddhatissa, Pali Text Society, London 1965, hal. 61

URAGA SUTTA

BAB I
BAB TENTANG ULAR
1. URAGA SUTTA
Kulit Ular
Bhikkhu yang membuang semua nafsu manusiawi bagaikan ular yang mengelupaskan kulitnya
1. Bila seorang bhikkhu membuang kemarahan segera setelah kemarahan muncul, seperti penawar racun yang diberikan tepat waktunya untuk melawan racun ular yang masuk ke dalam tubuh, bhikkhu itu terbebas dari Proses Tumimbal Lahir bagaikan ular yang mengelupaskan kulitnya yang sudah tua dan usang.1 (1)
2. Dia yang telah sepenuhnya menghancurkan nafsu seperti halnya orang memotong bunga teratai di danau, bhikkhu itu .... (2)
3. Dia yang telah sepenuhnya menghancurkan nafsu keinginan bagaikan mengeringkan sungai yang dahulunya berarus deras ...2 (3)
4. Dia yang telah sepenuhnya menghancurkan kesombongan bagaikan jembatan ilalang rapuh dihanyutkan oleh banjir deras .... (4)
5. Dia yang tidak melihat inti apa pun di dalam bentuk dumadi (becoming) bagaikan orang yang tidak menemukan bunga di pohon ara .... (5)
6. Dia yang tidak memiliki kemarahan di dalam dirinya dan telah menanggulangi semua bentuk dumadi .... (6)
7. Dia yang telah menghancurkan spekulasi, yang telah benar-benar siap tanpa ada sisa .... (7)
8. Dia yang tidak gelisah serta tidak malas, dan telah menanggulangi segala rintangan semacam itu .... (8)
9. Dia yang tidak gelisah serta tidak malas, dan tahu bahwa semua yang ada di dunia ini adalah tanpa inti .... (9)
10. Dia yang tidak gelisah serta tidak malas, dan tahu bahwa segalanya adalah tanpa Inti, yang telah terbebas dari keserakahan .... (10)
11. Dia yang tidak gelisah serta tidak malas, dan tahu bahwa segalanya adalah tanpa inti, yang telah terbebas dari nafsu birahi .... (11)
12. Dia yang tidak gelisah serta tidak malas, dan tahu bahwa segalanya adalah tanpa Inti, yang telah terbebas dari kemarahan .... (12)
13. Dia yang tidak gelisah serta tidak malas, dan tahu bahwa segalanya adalah tanpa inti, yang telah terbebas dari kebodohan batin .... (13)
14. Dia yang tidak memiliki kecenderungan tak sehat apapun dan telah sepenuhnya menghancurkan akar-akar kejahatan .... (14)
15. Dia yang tidak memiliki kecemasan apa pun yang merupakan penyebab masuknya ke dunia ini .... (15)
16. Dia yang tidak memiliki nafsu keinginan apa pun yang menyebabkan kemelekatan terhadap dumadi .... (16)
17. Dia yang telah menghilangkan lima penghalang,3 yang telah terbebas dari kebingungan karena telah mengatasi keraguan dan kesedihan .... (17)

Catatan
1. Setiap bait berakhir dengan pengulangan: 'bhikkhu itu terbebas dari Proses Tumimbal Lahir bagaikan ular yang mengelupaskan kulitnya yang sudah tua dan usang.'
2. Bagian kedua dari bait teks itu muncul sebagai saritam sighasaram visosayitva, sedangkan Kitab Komentar menyatakan: saritam gatam pavattam, sighasaram, sighagaminim, saritam sighasaram pi tanham.
Yang belakangan itu berarti 'nafsu keinginan yang mengalir dengan cepat.' Dalam bait-bait serupa, perumpamam kedua dan keempat diberikan di bagian kedua. Karena itu, di dalam analogi dua bait ini saya merasa bahwa kata-katanya telah diubah, bahkan pada masa Kitab Komentar. Pada hemat saya, yang benar seharusnya berbunyi saritam sighasaram va sosayitva. Karena itulah saya telah menerjemahkan sesuai dengan itu.
3. Nafsu indria, keinginan jahat, kemalasan fisik dan mental, kegelisahan dan kecemasan, skeptisisme.

UPASIVA

BAB V
TENTANG JALAN MENUJU
PANTAI SEBERANG
6. PERTANYAAN UPASIVA

Kemudian siswa brahmana Upasiva mengajukan pertanyan:

1. 'Manusia Sakya,' katanya, 'tidaklah mungkin bagi saya untuk menyeberangi samudra yang amat luas sendirian, dan tanpa bantuan. Engkau adalah mata yang melihat segalanya, beritahukanlah apa yang dapat digunakan untuk membantu saya menyeberangi samudra.' (1069)
2. Sang Buddha berkata kepada Upasiva: 'Gunakanlah dua hal ini untuk membantumu menyeberangi samudra: persepsi (pemahaman) tentang Kekosongan1 dan kesadaran bahwa 'tidak ada apa pun'. Tinggalkanlah kenikmatan-kenikmatan indera dan bebaskanlah dirimu dari keraguan, sehingga engkau mulai melihat dan merindukan akhir dari nafsu keinginan.' (1070)
3. 'Yang Mulia,' kata Upasiva, 'jika orang telah terbebas dari kemelekatan terhadap segala kesenangan dan tidak bergantung lagi pada apa pun, dan dia lepaskan juga apa pun lainnya, maka dia bebas dalam kebebasan tertinggi dari persepsi. Tetapi apakah dia abadi berada di sana dan tidak akan kembali lagi?' (1071)
4. 'Jika seseorang telah terbebas,' kata Sang Buddha, 'dari semua kesenangan indera dan tidak bergantung pada apa pun, dia terbebas dalam kebebasan tertinggi dari persepsi. Dia akan tinggal di sana dan tidak kembali lagi.' (1072)
5. 'Yang Mulia, Engkau memiliki mata yang melihat segalanya,' kata Upasiva. 'Jika orang ini tinggal bertahun-tahun di dalam keadaan ini tanpa kembali, apakah dia akan menjadi dingin dan terbebas di sana sendiri? Katakanlah, apakah kesadaran masih ada bagi orang seperti ini.' (1073)
6. 'Ini bagaikan lidah api yang tiba-tiba diterpa hembusan angin,' kata Sang Buddha. Dalam sekejap ia lenyap dan tidak ada lagi yang diketahui tentangnya. Sama halnya dengan orang bijaksana yang terbebas dari keberadaan mental: dalam sekejap dia telah pergi dan tidak ada yang dapat diketahui tentang dia.' (1074)
7. 'Tolong terangkanlah hal ini secara jelas, Tuan,' kata Upasiva, 'Engkau manusia bijaksana yang tahu secara tepat cara hal-hal bekerja: apakah orang itu telah lenyap, apakah dia hanya sekadar tidak ada, ataukah dia ada dalam kesejahteraan yang abadi? (1075)
8. Jika seseorang telah pergi, maka tidak ada apa pun yang dapat dipakai untuk mengukurnya. Sesuatu yang dapat dipakai untuk membicarakannya tidak lagi ada baginya; kamu tidak dapat mengatakan bahwa dia tidak ada. Bila semua cara untuk ada sudah hilang, berarti seluruh fenomena hilang, maka seluruh cara menjelaskannya juga lenyap.' (1076)

Catatan
1. Kesadaran Alam Tanpa-bentuk yang ketiga (Arupajjhana) yang disebut Natthi kinci, 'Tidak ada apa pun' oleh yogi yang berkonsentrasi padanya.

PERTANYAAN UDAYA

BAB V
TENTANG JALAN MENUJU
PANTAI SEBERANG
13. PERTANYAAN UDAYA

Kemudian siswa brahmana Udaya berbicara:

1. 'Telah pergi melampaui dalam segalanya,' katanya, 'adalah yang tertinggi di dalam segalanya. Ketika dia duduk bermeditasi, tidak ada racun yang menyakitinya, tidak ada debu yang menghalanginya: Dia telah melakukan apa yang harus dilakukan.
[Pada orang inilah saya datang untuk bertanya, dan inilah pertanyaan saya:] Dapatkah Yang Mulia menjelaskan tentang pengetahuan yang membebaskan? Dapatkah Yang Mulia menjelaskan bagaimana melenyapkan ketidaktahuan?' (1105)
2. 'Pengikisan nafsu terhadap dua hal, yaitu obyek sensual yang sangat kuat,' kata Sang Buddha, 'serta kesedihan, penolakan kemalasan dan daya tahan terhadap kecemasan'. (1106)
3. Kemurnian kewaspadaan yang sempurna dan seimbang, yang dibangun di atas dasar Melihat Segala Sesuatu Sebagaimana Adanya: Inilah pengetahuan pembebasan dan inilah penghancuran ketidaktahuan.' (1107)
[Udaya menanyakan pertanyaan lain:]
4. 'Apakah yang membelenggu dan mengikat dunia? Apakah yang menyebabkan pengembaraan? Apakah yang Engkau tinggalkan untuk mencapai Nibbana?' (1108)
5. 'Apa yang mengikatmu,' kata Sang Buddha, 'adalah nafsu akan kesenangan. Pengembaraan adalah pikiran pemicu. Sedangkan cara menuju Nibbana adalah melepaskan kehausan akan nafsu.' (1109)
6. 'Saya datang dengan pertanyaan-pertanyaan ini, Yang Mulia, dan saya ingin bertanya satu hal lagi,' kata Udaya. 'Bagaimanakah pengembara yang penuh kewaspadaan itu membawa arus-pikirannya ke suatu akhir?' (1110)
7. Sang Buddha menjawab: 'Sensasi-sensasi yang dia rasakan dari dalam tidak lagi memiliki daya tarik baginya. Dan sensasi-sensasi yang dia rasakan dari luar tidak lagi memukau. Sang Kelana selalu penuh perhatian dan membawa arus pikirannya menuju ke suatu akhir. (1111)

TUVATAKA SUTTA

BAB IV
KELOMPOK DELAPAN
14. TUVATAKA SUTTA
Jalan Menuju Kebahagiaan
(Penggambaran bhikkhu yang ideal)
1. 'Penguasa kebijaksanaan, Putra Surya,' kata seseorang kepada Sang Buddha. 'Saya ingin mengajukan pertanyaan tentang keadaan damai, keadaan kesendirian, dan keadaan tidak melekat yang tenang. Pandangan terang yang bagaimanakah yang membuat seorang bhikkhu menjadi tenang, dingin dan tidak lagi serakah terhadap apa pun?' (915)
2. 'Dia mencapai hal ini,' jawab Sang Buddha, 'dengan memotong penghalang akarnya, yaitu kebodohan: dia menghapus segala buah-pikir mengenai 'aku'. Senantiasa penuh perhatian, dia melatih dirinya untuk melepas semua nafsu keinginan yang muncul di dalam dirinya.' (916)
3. Apa pun yang mungkin dipahaminya di dalam atau di luar, dia harus menghindari menjadi sombong akan pendirian-pendiriannya. Orang baik-baik telah mengatakan bahwa ini bukanlah keadaan tenang. (917)
4. Dia harus menghindar agar tidak berpikir bahwa dirinya lebih baik atau lebih buruk, atau sejajar dengan siapa pun. Ketika kontak dengan berbagai hal, tidak seharusnya dia membumbui 'diri'-nya itu. (918)
5. Bhikkhu harus mencari ketenangan di dalam dirinya, bukan di tempat lain mana pun juga. Karena jika seseorang tenang di dalam, tidak akan dapat diketemukan suatu 'diri' di mana pun juga. Dengan demikian di manakah dapat diketemukan suatu 'bukan-diri'? (919)
6. Tidak ada ombak di kedalaman laut; laut itu diam, tak terputus. Demikian juga seorang bhikkhu. Dia diam, tanpa nafsu apa pun, tanpa ada sisa di mana kesombongan dan nafsu dapat dibangun di atasnya.' (920)
7. 'Bhante,' kata si penanya, 'Bhante telah menerangkan dengan kata-kata yang jelas serta mata yang terbuka cara untuk menyingkirkan segala bahaya. Dapatkah sekarang Bhante menerangkan tentang praktek-praktek Sang Jalan, peraturan-peraturan yang harus dijalankan, serta mengembangkan konsentrasi?' (921)
8. Sang Buddha menjawab: 'Seorang bhikkhu menjaga agar matanya tidak gelisah memandang ke sana sini dengan nafsu, dan telinganya tuli terhadap celoteh dan gosip. Dia tidak memiliki kerinduan untuk mencicipi hal-hal manis yang baru; demikian pula dia tidak memiliki nafsu untuk memiliki benda-benda dunia sebagai miliknya. (922)
9. Bilamana dia kontak dengan kesan-kesan indera, tidak seharusnya dia menjadi sedih atau berduka. Tidak seharusnya dia lalu menginginkan jenis kehidupan lain, atau gemetar ketika dihadapkan dengan hal-hal yang menakutkan. (923)
10. Ketika diberi nasi dan, makanan lain untuk disantap, atau susu untuk diminum, atau pakaian untuk dikenakan, maka sebagai bhikkhu, tidak seharusnya dia lalu menyimpannya. Dan tidak seharusnya dia merasa cemas jika tidak memperoleh yang mana pun. (924)
11. Dia harus menjadi meditator, bukan yang berkeliaran, dan dia tidak memiliki penyesalan atau kemalasan. Dia adalah seorang bhikkhu, dan selagi duduk atau pun berbaring, dia melewatkan waktunya di kediamannya yang sunyi. (925)
12. Tidak seharusnya dia tidur terlalu banyak, dan dia harus selalu berusaha untuk waspada selagi terjaga. Kemalasan, penipuan, gelak tawa, permainan, hubungan seks, hiasan kehidupan: semua ini harus ditinggalkan. (926)
13. Dia tidak mempelajari praktek magis serta jampi-jampi. Ia tidak menganalisa arti impian, tanda-tanda saat tidur, serta perubahan zodiak. Sebagai pengikutku, tidak seharusnya dia menghabiskan waktu untuk menafsirkan suara-suara burung atau menyembuhkan kemandulan atau menjual obat-obatan. (927)
14. Tidak seharusnya seorang bhikkhu terganggu oleh kritik, atau terkesan oleh pujian. Tidak ada tempat bagi keserakahan di dalam dirinya. Keinginan menimbun, kemarahan serta fitnah merupakan emosi yang harus dibuangnya. (928)
15. Tidak seharusnya dia terlibat di dalam kegiatan jual-beli, dan dia harus belajar agar tidak menimpakan kesalahan dalam bentuk apa pun pada orang lain. Bila bertemu orang di desa, tidak seharusnya dia berbicara kepada mereka dengan harapan memperoleh sesuatu sebagai imbalannya. (929)
16. Tidak seharusnya dia membual, tidak seharusnya dia berbicara dengan sembrono, tidak seharusnya dia melatih diri menjadi kurang ajar atau mengucapkan kata-kata yang menimbulkan pertengkaran. (930)
17. Tidak seharusnya seorang bhikkhu berbicara bohong. Tidak seharusnya dia melakukan tindakan-tindakan tak jujur secara sengaja. Tidak seharusnya dia memandang rendah orang lain, karena menyombongkan kehidupannya, kebijaksanaannya atau prakteknya dalam menjalankan peraturan serta ritual. (931)
18. Dan bilamana dia mendengar para kelana lain atau orang-orang biasa menggunakan kata-kata yang mengandung kemarahan, dia tidak membalas dengan kata-kata yang kasar; karena orang yang baik tidak membalas. (932)
19. Dengan memahami norma ini, bhikkhu yang mencari pengetahuan ini harus melatih diri dengan senantiasa penuh perhatian. Ketika muncul kesadaran bahwa kedamaian dapat ditemukan dalam keadaan tenang, maka dia harus sepenuhnya menyerahkan diri kepada Ajaran Gotama. (933)
20. Dia adalah penakluk yang tak terkalahkan: dia telah melihat dengan matanya sendiri Segala Sesuatu Sebagaimana Adanya; dia tidak meminjamnya dari tradisi. Maka, dengan senantiasa tekun dan hormat, bhikkhu itu sudah seharusnya membaktikan diri kepada Ajaran Sang Penguasa.' (934)

PERTANYAAN TODEYYA.

BAB V
TENTANG JALAN MENUJU
PANTAI SEBERANG
9. PERTANYAAN TODEYYA.

Siswa brahmana Todeyya berbicara berikutnya:

1. 'Yang Mulia, apakah sifat kebebasan,' dia bertanya kepada Sang Buddha, bagi orang yang tidak lagi memiliki nafsu untuk kesenangan, telah melampaui keraguan dan hidup tanpa nafsu keinginan?' (1088)
2. 'Orang yang tidak memiliki nafsu,' kata Sang Buddha, 'yang telah pergi melampaui keraguan dan yang hidup tanpa nafsu keinginan, telah benar-benar menemukan kebebasan akhir. Baginya, tidak ada lagi yang harus dibebaskan.' (1089)
3. 'Manusia Sakya yang Maha Melihat,' kata Todeyya, 'jelaskanlah satu hal ini. Saya ingin tahu bagaimanakah cara mengenali orang bijaksana ketika saya melihatnya. Apakah manusia bijaksana masih memiliki nafsu, atau apakah dia sepenuhnya tidak memiliki keinginan? Apakah dia masih perlu belajar, atau apakah kebijaksanaannya telah lengkap?' (1090)
4. 'Orang bijaksana, Todeyya,' kata Sang Buddha, 'tidak memiliki nafsu, tidak juga dia perlu belajar. Dia tanpa keinginan, dia memiliki kebijaksanaan, dan kamu dapat mengenalinya karena dia adalah manusia tanpa apa pun: dia tidak berpegang pada kesenangan atau pada kelahiran.' (1091)

TISSAMETTEYYA SUTTA

BAB IV
KELOMPOK DELAPAN
7. TISSAMETTEYYA SUTTA
Tissametteyya
Puji-pujian terhadap kehidupan selibat
Tissametteyya:
1. O, Guru yang agung, beritahukanlah apa salahnya manusia terbiasa melakukan hubungan seksual. Dengan mempelajari peringatan Guru, kami akan melatih diri dalam kesendirian. (814)
Sang Buddha:
2. Di dalam diri manusia yang terbiasa melakukan hubungan seksual tidak lagi terdapat praktek Ajaran dan dia tidak lagi belajar. Dia menggunakan dirinya secara salah. Itulah yang tercela di dalam dirinya. (815)
3. Bagi manusia yang pada mulanya bisa berjalan sendirian tetapi kini memiliki kebiasaan melakukan hubungan seksual, para bijaksana menyebut manusia tak-terkendali seperti itu makhluk biasa yang rendah, seperti kereta sempoyongan. (816)
4. Kemasyhuran dan nama baik yang sebelumnya dimilikinya lenyaplah sudah. Karena melihat hal ini, sudah seharusnya dia berlatih meninggalkan hubungan seksual. (817)
5. Dia yang dikuasai oleh buah-pikir akan terus-menerus memikirkan hal itu bagaikan manusia sengsara. Dan setelah mendengar celaan manusia lain, dia menjadi tertekan. (818)
6. Karena tersiksa oleh kata-kata orang lain, dia menghancurkan hidupnya sendiri dengan tindakan-tindakan yang salah. Dia menjadi melekat dan tenggelam di dalam kepalsuan. (819)
7. Pada mulanya, ketika dia menjalani kehidupan kesendirian, para bijaksana menganggapnya 'manusia bijaksana', tetapi semenjak dia memanjakan diri di dalam hubungan seksual, mereka menyebutnya 'manusia tolol!' (820)
8. Karena menyadari bahaya di dunia ini dari awal sampai akhirnya, secara ketat manusia bijaksana menjaga kehidupan kesendiriannya. Dia tidak menyerahkan diri pada hubungan seksual. (821)
9. Hendaknya dia berlatih di dalam kehidupan kesendirian, karena itulah kehidupan yang suci. Karena itu dia tidak boleh menganggap dirinya yang terbaik. Sesungguhnya, dia adalah manusia yang berada di ambang pembebasan [Nibbana]. (822)
10. Manusia bijaksana yang tenang dan hidup sendirian ini tetap bebas dari nafsu-nafsu indera dan telah menyeberangi arus kecenderungan-kecenderungan semacam itu. Mereka yang terbelenggu oleh ikatan-ikatan seksual benar-benar iri kepadanya. (823)

TISSA-METTEYYA

BAB V
TENTANG JALAN MENUJU
PANTAI SEBERANG
2. PERTANYAAN TISSA-METTEYYA

Kemudian siswa brahmana Tissa-Metteyya bertanya kepada Sang Buddha:
1. 'Siapakah yang berbahagia di dunia ini?' dia bertanya.
'Adakah orang yang tidak dipenuhi gejolak? Adakah orang yang dapat memahami alternatif-alternatif tanpa terjepit di dalam pemikirannya sendiri, di antara pilihan-pilihan itu?
Menurut Yang Mulia, siapakah yang pantas mendapat gelar 'makhluk super'?
Siapakah yang tidak terperangkap di dalam dunia keserakahan yang tak keruan ini?' (1040)
2. 'Ada orang yang tidak dipenuhi gejolak,' jawab Sang Buddha.
Ia adalah bhikkhu yang bertindak murni dan baik di dalam dunia sensual. Dia tidak memiliki kehausan akan nafsu keinginan, dia tidak pernah kehilangan perhatian-kewaspadaan, dan dengan keputusannya sendiri, dia telah menjadi padam, tenang. (1041)
3. Dia memahami alternatif-alternatif tanpa terjepit dalam pemikiran di antara pilihan-pilihan itu. Inilah yang kusebut makhluk super: manusia yang ada di luar dunia keserakahan yang tak keruan ini. (1042)

TIROKUDDA SUTTA

TIROKUDDA SUTTA
(Sumber: Aneka Sutta, Penyusun : Maha Pandita Sumedha Widyadharma,
Diterbitkan oleh Yayasan Dana Pendidikan Buddhis Nalanda 1992)
1 Di luar dinding mereka berdiri dan menanti,
dan di persimpangan-persimpangan jalan,
mereka kembali ke rumah yang dulu dihuninya dan menanti di muka pintu.
2 Tetapi bila diadakan pesta yang meriah
dengan makanan dan minuman beraneka ragam
Ternyata, tidak seorangpun yang ingat kepada
makhluk-mahkluk itu yang merupakan leluhur mereka
3 Hanya mereka yang hatinya penuh welas asih
memberikan sesajen kepada sanak keluarganya
berupa makanan dan minuman yang lezat,
dan disukai pada waktu itu
4/5 "Semoga buah dari jasa-jasa baik kita
melimpah kepada sanak keluarga yang telah meninggal.
Semoga mereka berbahagia."
Arwah sanak keluarga kita yang sedang berkumpul di tempat ini,
dengan gembira akan memberikan doa restu mereka
karena diberi makanan dan minuman yang berlimpah.
"Semoga sanakku berusia panjang,
sebab karena merekalah kami memperoleh sesajen yang lezat ini."
6/7 "Karena kami diberi penghormatan yang tulus,
maka yang memberinya pasti akan memperoleh buah jasa yang setimpal.
Karena di sana tidak ada pertanian,
dan juga tidak ada peternakan,
juga tidak ada perdagangan,
juga tidak ada lalu lintas uang dan emas."
Arwah dari sanak keluarga yang telah meninggal, hidup di sana dari pemberian kita di sini.
8 Bagaikan air mengalir dari atas bukit
terjun ke bawah untuk mencapai lembah yang kosong
Demikianpun sesajen yang diberikan dapat menolong
arwah dari sanak keluarga yang telah meninggal dunia.
9 Bagaikan sungai, bila airnya penuh
dapat mengalirkan airnya ke laut.
Demikianpun sesajen yang diberikan dapat menolong
arwah dari sanak keluarga yang telah meninggal dunia.
10/11 "Ia memberikan kepadaku, bekerja untukku,
ia sanakku, sahabatku, kerabatku,"
Memberikan sesajen kepada mereka yang telah meninggal dunia
dan mengingatkan kembali kepada apa yang mereka biasa lakukan.
Bukan ratap tangis, bukan kesedihan hati,
bukan perkabungan dengan cara apapun juga dapat menolong
mereka yang telah meninggal dunia
yang dilakukan sanak keluarga yang telah ditinggalkan
(karena perbuatan-perbuatan di atas tidak bermanfaat).
12 Tetapi bila persembahan ini dengan penuh bakti
diberikan kepada Sangha atas nama mereka,
dapat menolong mereka untuk waktu yang lama,
di kemudian hari maupun pada saat ini.
13 Tetapi diperlihatkan hakekat sesungguhnya dari sesajen bagi arwah sanak keluarga,
dan bagaimana penghormatan yang lebih bernilai dapat diberikan,
dan bagaimana para bhikkhu dapat diberikan kekuatan
dan bagaimana Anda sendiri dapat menimbun buah-buah karma yang baik.

TIKA

KELOMPOK TIGA
50. Akar

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga akar kejahatan."
"Apakah tiga akar itu?"
"Akar kejahatan keserakahan, akar kejahatan, kebencian, dan akar kejahatan kebodohan batin. Itulah ketiganya."
Keserakahan, kebencian dan kebodohan batin,
Yang muncul dari dalam dirinya,
Akan merugikan orang yang berpikiran jahat,
Seperti buah bambu menghancurkan
Tumbuhnya pohon itu sendiri. [1]

51. Elemen - elemen

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga elemen."
"Apakah tiga elemen itu?"
"Elemen bentuk, elemen tanpa bentuk, dan elemen penghentian. [2] Itulah ketiganya."
Dengan sepenuhnya memahami elemen bentuk
Dan tidak melekat pada elemen tanpa-bentuk,
Mereka terbebas, masuk ke dalam penghentian
Dan meninggalkan Kematian jauh di belakangnya. [3]
Setelah menyentuh sendiri [4]
Elemen tanpa-kematian yang bebas dari kemelekatan,
Setelah mewujudkan pembebasan
Dari kemelekatan, setelah semua nodanya hilang,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna menyatakan,
Keadaan tanpa-kesusahan yang kosong, tanpa noda.

52. Perasaan (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam perasaan."
"Apakah tiga perasaan itu?"
"Perasaan yang menyenangkan, perasaan yang menyakitkan, serta perasaan yang bukan-menyenangkan-pun-bukan-menyakitkan. Itulah ketiganya."
Seorang siswa Sang Buddha,
Yang terkonsentrasi, mengerti dengan jelas,
Dan penuh perhatian, akan mengetahui perasaan
Serta asal mula perasaan,
Di mana perasaan berhenti dan Jalan
Yang menuju pada hancurnya perasaan secara total. [5]
Dengan hancurnya perasaan-perasaan, seorang bhikkhu
Tanpa kerinduan, telah mencapai Nibbana.

53. Perasaan (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam perasaan."
"Apakah tiga perasaan itu?"
"Perasaan yang menyenangkan, perasaan yang menyakitkan, serta perasaan yang bukan-menyenangkan-pun-bukan-menyakitkan. Itulah ketiganya."
"Wahai para bhikku, perasaan yang menyenangkan harus dilihat sebagai penderitaan, [6] perasaan yang menyakitkan harus dilihat sebagai anak panah, perasaan yang bukan-menyenangkan-pun-bukan-menyakitkan harus dilihat sebagai ketidak-kekalan."
"Wahai para bhikkhu, jika seorang bhikkhu telah melihat ketiga perasaan sedemikian ini, dia dapat dikatakan sebagai orang mulia yang telah melihat dengan benar. Dia telah memutus nafsu keinginan serta menghancurkan belenggu. Dan dengan sepenuhnya memahami kesombongan, dia telah mengakhiri penderitaan."
Dia melihat kesenangan sebagai penderitaan
Dan melihat rasa sakit sebagai anak panah.
Dia melihat perasaan damai sebagai ketidak-kekalan
Yang bukan menyenangkan dan bukan menyakitkan.
Bhikkhu yang melihat dengan benar seperti ini
Dengan demikian akan sepenuhnya terbebas.
Mantap dalam pengetahuan, penuh damai,
Orang bijaksana seperti itu telah mengatasi semua ikatan.

54. Pencarian (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam pencarian." [7]
"Apakah tiga pencarian itu?"
"Mencari pemuasan indria, mencari dumadi, dan mencari kehidupan suci. [8] Itulah ketiganya."
Seorang siswa Sang Buddha,
Yang terkonsentrasi, mengerti dengan jelas,
Dan penuh perhatian, akan mengetahui pencarian
Serta asal mula pencarian,
Di mana pencarian berhenti dan Jalan
Yang menuju pada hancurnya pencarian secara total.
Dengan hancurnya pencarian, seorang bhikkhu
Tanpa kerinduan, telah mencapai Nibbana.

55. Pencarian (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam pencarian ..."
Pencarian nafsu indria, pencarian dumadi,
Pencarian kehidupan suci bagi seseorang
Yang mempertahanhan suatu pandangan
Dan memegangnya erat-erat sebagai kebenaran
Adalah penumpukan kekotoran batin.
Bagi seorang bhikkhu yang sama sekali tidak bernafsu
Dan terbebas lewat hancurnya nafsu keinginan,
Pencarian telah dilepaskan
Dan pandangan-pandangan telah tercabut akarnya.
Dengan hancurnya pencarian, seorang bhikkhu
Terbebas dari nafsu keinginan dan keraguan.

56. Noda-noda (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam noda."
"Apakah tiga noda itu?"
"Noda nafsu indria, noda dumadi, dan noda ketidaktahuan. Itulah ketiganya."
Seorang siswa Sang Buddha,
Yang terkonsentrasi, mengerti dengan jelas
Dan penuh perhatian, akan mengetahui noda-noda
Serta asal mula noda,
Di mana noda berhenti serta Jalan
Yang menuju pada hancurnya noda secara total.
Dengan hancurnya noda-noda itu, seorang bhikkhu
Tanpa kerinduan, telah mencapai Nibbana.

57. Noda-noda (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam noda..."
Bagi orang yang telah menghancurkan noda nafsu keinginan
Akan kesenangan-kesenangan indria,
Yang sudah melenyapkan ketidaktahuan
Dan menghapus noda-noda dumadi
Orang seperti itu telah terbebas dari kemelekatan.
Setelah menaklukkan Mara dan bala tentaranya, [9]
Dia menanggung tubuh terakhirnya.

58. Nafsu Keinginan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam nafsu keinginan."
"Apakah tiga macam nafsu itu?"
"Nafsu keinginan terhadap kesenangan-kesenangan indria, nafsu keinginan terhadap dumadi, dan nafsu keinginan terhadap tidak-dumadi. Itulah ketiganya."
Mereka yang dibelenggu oleh ikatan nafsu keinginan,
Yang pikirannya dipenuhi kesukaan menjadi ini atau itu,
Adalah orang yang dibelenggu oleh Mara
Yang tidak terbebas dari ikatan.
Makhluk seperti itu terus berada dalam samsara,
Berjalan dari kelahiran menuju kematian.
Tetapi mereka yang sudah memutus nafsu keinginan,
Terbebas dari nafsu keinginan untuk menjadi ini atau itu,
Setelah mencapai penghancuran noda-noda,
Walaupun masih di dunia ini, namun telah melampauinya.

59. Kerajaan Mara

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, dengan memiliki tiga hal, seorang bhikkhu telah melampaui kerajaan Mara [10] dan bersinar bagaikan matahari."
"Apakah tiga hal itu?"
"Di sini seorang bhikkhu memiliki kualitas kesusilaan orang yang bukan-pelajar, [11] kualitas meditasi orang yang bukan-pelajar, dan kualitas kebijaksanaan orang yang bukan-pelajar. [12] Itulah ketiga hal yang jika dimiliki seorang bhikkhu, maka dia telah melampaui kerajaan Mara dan bersinar bagaikan matahari."
Orang yang telah sepenuhnya mengembangkan di dalam dirinya
Kesusilaan, meditasi, dan kebijaksanaan -
Ketika melampaui kerajaan Mara,
Dia bersinar terang bagaikan matahari.

60. Ladang untuk Menanam Jasa

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga ladang untuk menanam jasa."
"Apakah tiga ladang itu?"
"Ladang untuk menanam jasa lewat dana, ladang untuk menanam jasa lewat kesusilaan, ladang untuk menanam jasa lewat pengembangan batin. Itulah ketiganya."
Orang harus melatih diri dalam perbuatan jasa
Yang membuahkan kebahagiaan nan berlangsung lama:
Kedermawanan, kehidupan yang seimbang,
Pengembangan pikiran yang penuh cinta kasih.
Dengan mengembangkan tiga hal, yakni
Perbuatan-perbuatan yang membuahkan kebahagiaan ini, Orang bijaksana dilahirkan dalam suka cita
Di alam bahagia yang tidak terganggu [13]

61. Mata

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam mata."
"Apakah tiga mata itu?"
"Mata daging, mata dewa, dan mata kebijaksanaan. [14] Wahai bhikkhu, itulah ketiganya."
Mata daging, mata dewa,
Dan mata kebijaksanaan yang tiada bandingnya-
Ketiga mata ini dijelaskan
Oleh Sang Buddha, yang tertinggi di antara manusia.
Munculnya mata daging
Merupakan jalan menuju mata dewa, [15]
Tetapi mata kebijaksanaan yang tiada bandingnya
Adalah mata yang menyebabkan munculnya pengetahuan.
Dengan memperoleh mata seperti ini
Orang terbebas dari semua penderitaan. [16]

62. Kemampuan Batin

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam kemampuan batin." [17]
"Apakah tiga kemampuan itu?"
"Kemampuan kepastian: 'Akhirnya saya pasti akan mengetahui apa yang belum pernah saya ketahui sebelumnya'; kemampuan pengetahuan akhir; dan kemampuan orang yang akhirnya telah mengetahui. [18] Itulah ketiganya."
Bagi orang yang sedang berlatih
Sesuai dengan jalan langsung, [19]
Pengetahuan akan penghancuran muncul lebih dahulu,
Dan pengetahuan akhir segera mengikutinya. [20]
Terbebas lewat pengetahuan akhir itu,
Dengan menghancurkan belenggu-belenggu dumadi
Orang yang tenang memiliki kepastian:
'Tak tergoyahkan sudah pembebasanku.'
Karena memiliki kemampuan batin ini,
Orang yang damai bergembira di dalam keadaan yang damai. [21]
Setelah menaklukkan Mara dan kelompoknya,
Dia hanya menanggung tubuh jasmani terakhirnya.

63. Masa

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, inilah tiga macam masa."
"Apakah tiga masa itu?"
"Masa lampau, masa depan, dan masa kini. Wahai para bhikkhu, inilah ketiganya."
Dengan memahami apa yang dapat diutarakan lewat konsep
Para makhluk mempertahankan apa yang diutarakan [22]
Karena tidak sepenuhnya memahami yang diutarakan,
Mereka masuk ke dalam belenggu Kematian.
Tetapi dengan sepenuhnya memahami apa yang diutarakan
Orang tidak akan salah mengerti si pembicara. [23]
Pikirannya telah mencapai kebebasan,
Suatu keadaan damai yang tiada bandingnya.
Dengan memahami apa yang diutarakan,
Orang yang damai bergembira di dalam keadaan yang damai.
Berpijak pada Dhamma, [24] sempurna dalam pengetahuan,
Dia menggunakan konsep dengan bebas
Namun tidak lagi memasuki jajaran konsep [25]

64. Tindakan Salah

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam tindakan salah."
"Apakah tiga tindakan itu?"
"Tindakan salah lewat tubuh, tindakan salah lewat ucapan, dan tindakan salah lewat pikiran. Itulah ketiganya."
Setelah melakukan tindakan salah
Lewat tubuh, tindakan salah lewat ucapan,
Tindakan salah lewat pikiran dan apa pun
Lainnya yang merupakan kesalahan -
Tidak melakukan tindakan yang baik
Dan telah melakukan banyak tindakan jahat -
Ketika tubuhnya hancur
Orang tolol itu terlahir kembali di alam neraka. [26]

65. Tindakan yang Baik

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam tindakan yang baik."
"Apakah tiga tindakan itu?"
"Tindakan baik lewat tubuh, tindakan baik lewat ucapan, dan tindakan baik lewat pikiran. Itulah ketiganya."
Setelah meninggalkan tindahan salah
Lewat tubuh, tindakan salah lewat ucapan,
Tindakan salah lewat pikiran dan apa pun
Lainnya yang merupakan kesalahan -
Tidak melakukan tindakan yang buruk
Dan telah melakukan banyak tindakan baik -
Ketika tubuhnya hancur
Orang bijaksana itu terlahir kembali di alam surga.

66. Kemurnian

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam kemurnian."
"Apakah tiga kemurnian itu?"
"Kemurnian fisik, kemurnian ucapan, dan kemurnian pikiran. Itulah ketiganya."
Murni secara fisik, murni dalam ucapan,
Murni dan tak ternoda secara mental -
Orang suci yang memiliki kemurnian seperti ini
Disebut orang yang telah meninggalkan semuanya.

67. Kesempurnaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam kesempurnaan."
"Apakah tiga kesempurnaan itu?"
"Kesempurnaan fisik, kesempurnaan ucapan, dan kesempurnaan pikiran. Itulah ketiganya."
Sempurna secara fisik, sempurna dalam ucapan,
Sempurna dan tak ternoda secara mental;
Orang bijaksana yang memiliki kesempurnaan seperti ini [27]
Disebut orang yang telah bersih dari kejahatan.

68. Kemelekatan (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, bila dalam diri seseorang kemelekatan belum ditinggalkan, kebencian belum ditinggalkan, kebodohan belum ditinggalkan, maka orang ini dikatakan berada dalam belenggu Mara; dia terperangkap dalam jerat Mara, dan berada dalam kekuasaan Yang Jahat."
"Wahai para bhikkhu, bila dalam diri seseorang kemelekatan telah ditinggalkan, kebencian telah ditinggalkan, kebodohan telah ditinggalkan, maka orang ini dapat dikatakan telah terbebas dari belenggu Mara; dia telah membuang jerat Mara, dan tidak lagi berada dalam kekuasaan Yang Jahat."
Orang yang telah menghancurkan kemelekatan
Beserta kebencian dan kebodohan
Disebut orang yang batinnya telah berkembang, [28]
Sang Tathagata, Yang Tertinggi, [29]
Yang Terjaga, yang telah melampaui permusuhan dan ketakutan,
Orang yang telah meninggalkan semuanya.

69. Kemelekatan (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, bila di dalam diri seorang bhikkhu atau bhikkhuni kemelekatan belum ditinggalkan, kebencian belum ditinggalkan, kebodohan belum ditinggalkan, maka orang ini dikatakan belum menyeberangi samudra dengan debur ombaknya, pusarannya, ikan hiunya, dan makhluk-makhluk jahatnya." [30]
"Tetapi bila di dalam diri seorang bhikkhu atau bhikkhuni kemelekatan telah ditinggalkan, kebencian telah ditinggalkan, kebodohan telah ditinggalkan, maka orang itu dapat dikatakan telah menyeberangi samudra dengan debut ombaknya, pusarannya, ikan hiunya, serta makhluk-makhluk jahatnya, Orang itulah yang dikatakan: 'Setelah menyeberangi, setelah melampaui, brahmana itu berdiri di daratan yang kering.' " [31]
Orang yang telah menghancurkan kemelekatan
Beserta kebencian dan kebodohan
Berarti telah menyeberangi samudra ini
Dengan ikan hiu dan makhluk jahatnya,
Serta gelombang mengerikan yang sangat sulit diseberangi.
Dia telah mengatasi setiap ikatan,
Telah meninggalkan Kematian di belakangnya,
Menjadi terbebas dari kemelekatan,
Meninggalkan penderitaan dan pembaharuan dumadi.
Setelah lenyap, dia tak dapat didefinisikan,
demikian kukatakan -
Dia telah mengalahkan Raja Kematian. [32]

70. Pandangan Salah

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk yang melakukan tindakan yang salah lewat tubuh, ucapan dan pikiran, yang memfitnah orang-orang suci, mengukuhi pandangan salah dan melakukan berbagai macam tindakan berdasarkan pandangan salah mereka."
"Makhluk-makhluk itu, ketika tubuhnya hancur, terlahir lagi setelah kematian dalam keadaan menderita, alam yang buruk, keadaan kehancuran, di alam neraka."
"Ini kukatakan, wahai para bhikkhu, bukan karena mempelajarinya dari pertapa atau brahmana lain. [33] Karena telah kuketahui sendiri, kulihat sendiri dan kuamati sendiri maka kukatakan: 'Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk yang melakukan tindakan salah lewat tubuh, ucapan dan pikiran ... terlahir lagi setelah kematian dalam keadaan yang menderita ... di alam neraka.' "
Seorang individu
Yang memiliki pikiran yang terarah salah,
Yang berucap salah
Dan melakukan tindakan yang salah,
Orang yang sedikit pengetahuannya,
Yang banyak bertindak tercela dalam kehidupan yang pendek ini-
Ketika tubuhnya hancur
Orang tolol itu terlahir kembali di alam neraka.

71. Pandangan Benar

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk yang berlatih melakukan tindakan yang baik lewat tubuh, ucapan dan pikiran, yang tidak memfitnah orang-orang suci, yang mengukuhi pandangan benar, dan melakukan berbagai tindakan berdasarkan pandangan benar mereka. Makhluk-makhluk itu, ketika tubuhnya hancur, terlahir lagi setelah kematian di alam yang baik, alam surgawi."
"Ini kukatakan, wahai para bhikkhu, bukan karena mempelajarinya dari pertapa atau brahmana lain. Karena telah kuketahui sendiri, kulihat sendiri dan kuamati sendiri maka kukatakan: 'Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk yang berlatih melakukan tindakan yang baik lewat tubuh, ucapan dan pikiran ... terlahir lagi setelah kematian di alam yang baik, alam surga.' "
Seorang individu
Yang memiliki pikiran yang terarah benar,
Yang berucap benar
Dan melakukan tindakan yang benar,
Orang yang luas pengetahuannya,
Yang banyak berbuat jasa dalam kehidupan yang pendek ini -
Ketika tubuhnya hancur
Orang bijaksana itu terlahir kembali di alam surga.

72. Jalan Keluar

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga elemen jalan keluar."
"Apakah tiga elemen itu?"
"Keluar dari nafsu indria, yakni meninggalkan keduniawian; keluar dari bentuk, yakni yang tanpa-bentuk; dan keluar dari apa pun yang sudah ada, yang terkondisi dan muncul karena ketergantungan, yakni: penghentian." [34]
"Wahai para bhikkhu, itulah tiga elemen jalan keluar."
Setelah mengetahui jalan keluar dari nafsu indria
Dan mengatasi bentuk-bentuk,
Orang yang semangatnya selalu menyala
Akan mencapai penghentian dari semua bentukan. [35]
Bhikkhu yang melihat dengan benar seperti itu
Akan dapat keluar dengan baik.
Sempurna dalam pengetahuan, damai,
Orang bijaksana itu telah mengatasi semua ikatan. [36]

73. Lebih Damai

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, alam tanpa-bentuk adalah lebih damai daripada alam bentuk, sedangkan penghentian adalah lebih damai daripada alam tanpa-bentuk."
Para makhluk yang mencapai alam bentuk
Dan yang terlahir di alam tanpa bentuk,
Jika mereka tidak mengenal penghentian
Akan kembali ke pembaharuan dumadi.
Mereka yang sepenuhnya memahami bentuk-bentuk
Tanpa terjerat dalam alam tanpa bentuk,
Akan terlepas dan menuju penghentian
Serta meninggalkan kematian jauh di belakangnya.
Setelah menyentuh sendiri
Elemen tanpa-kematian yang bebas dari kemelekatan,
Setelah mewujudkan pembebasan
Dari kemelekatan, setelah semua nodanya hilang,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna menyatakan
Keadaan tanpa penderitaan yang kosong, tanpa noda. [37]

74. Anak

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam anak di dunia ini."
"Apakah tiga macam itu?"
"Anak yang berkualitas tinggi, anak yang berkualitas serupa, dan anak yang berkualitas rendah."
"Apakah anak yang berkualitas tinggi itu?"
"Dalam hal ini, seorang anak memiliki ibu dan ayah yang tidak berlindung dalam Buddha, Dhamma, dan Sangha; serta tidak menjalankan lima peraturan moral (membunuh, mencuri, berzinah, berkata tidak benar, dan minum minuman keras); [38] tidak luhur, dan berperilaku buruk. Walaupun demikian, anaknya berlindung dalam Buddha, Dhamma, dan Sangha; menjalankan lima peraturan moral (tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berkata tidak benar, tidak minum minuman keras); luhur, dan berperilaku baik. Wahai para bhikkhu, inilah anak yang berkualitas tinggi."
"Wahai para bhikkhu, apakah anak yang berkualitas serupa?"
"Dalam hal ini, seorang anak memiliki ibu dan ayah yang telah berlindung dalam Buddha,...; menjalankan lima peraturan moral (tidak membunuh, ...); luhur, dan berperilaku baik. Demikian juga anaknya adalah orang yang telah berlindung dalam Buddha, ...; menjalankan lima peraturan moral (tidak membunuh, ... ); luhur, dan berperilaku baik. Inilah, wahai para bhikkhu, anak yang berkualitas serupa."
"Wahai para bhikkhu, apakah anak yang berkualitas rendah?"
"Dalam hal ini, seorang anak memiliki ibu dan ayah yang berlindung dalam Buddha, ...; menjalankan lima peraturan moral (tidak membunuh, ...); luhur, dan berperilaku baik. Tetapi anaknya tidak berlindung dalam Buddha,...; tidak menjalankan lima peraturan moral (membunuh, ...); tidak luhur, dan tidak berperilaku baik. Inilah, wahai para bhikkhu, anak yang berkualitas rendah."
"Wahai para bhikkhu, demikianlah tiga macam anak yang ada di dunia ini."
Orang bijaksana menginginkan anak
Yang berkualitas tinggi atau serupa.
Mereka tidak menginginkan anak
Yang berkualitas rendah, yang akan
Menjadi aib bagi keluarga.
Tetapi di dunia ini, anak seperti itu
Yang merupakan umat awam yang berbakti,
Yang kuat dalam keyakinan dan keluhuran,
Dermawan, tidak egois,
Akan bersinar terang di antara orang banyak,
Bagaikan rembulan yang bebas dari awan.

75. Awan Tanpa Hujan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam orang di dunia sini."
"Apakah tiga macam itu?"
"Orang yang bagaikan awan tanpa hujan, orang yang bagaikan hujan lokal, dan orang yang bagaikan hujan di mana-mana."
"Seperti apakah orang yang bagaikan awan tanpa hujan?"
"Dalam hal ini, orang itu tidak memberi kepada siapa pun. Dia tidak memberi makanan, minuman, pakaian, kendaraan, bunga-bungaan, pengharum, minyak, tempat tidur, tempat bernaung, dan lampu kepada para pertapa dan brahmana, kepada orang yang miskin, kepada orang yang terlantar dan membutuhkan. Orang semacam ini bagaikan awan tanpa hujan."
"Wahai para bhikkhu, seperti apakah orang yang bagaikan hujan lokal?"
"Dalam hal ini, orang itu memberi kepada beberapa orang tetapi tidak memberi kepada yang lain. Dia hanya memberikan makanan, minuman, pakaian, kendaraan, bunga-bungaan, pengharum, minyak, tempat tidur, tempat bernaung, dan lampu kepada beberapa pertapa dan brahmana, kepada beberapa orang yang miskin, kepada beberapa orang yang terlantar dan membutuhkan, tetapi tidak memberikannya kepada yang lain. Inilah orang bagaikan hujan lokal."
"Wahai para bhikkhu, seperti apakah orang yang bagaikan hujan di mana-mana?"
"Dalam hal ini, orang itu memberi kepada semuanya. Dia memberikan makanan, minuman, pakaian, kendaraan, bunga-bungaan, pengharum, minyak, tempat tidur, tempat bernaung, dan lampu kepada semua pertapa dan brahmana, kepada orang yang miskin, kepada orang yang terlantar dan yang membutuhkan. Inilah orang yang bagaikan hujan di mana-mana."
"Wahai para bhikkhu, demikianlah tiga macam orang yang ada di dunia ini."
Tidak kepada para pertapa maupun brahmana
Tidak juga kepada yang miskin dan terlantar
Dia membagikan simpanan
Makanan, minuman dan barang-barangnya;
Orang yang dasarnya seperti itu disebut
'Orang yang bagaikan awan tanpa hujan'.
Kepada beberapa orang dia tidak memberi,
Kepada beberapa orang dia menawarkan dana makanan;
Oleh para bijaksana orang seperti itu disebut
'Orang yang bagaikan hujan lokal'.
Orang yang dikenal karena kebesaran hatinya,
Yang mengasihi semua makhluk,
Membagikan dana dengan senang hati.
'Beri! Beri!' katanya. [39]
Bagaikan awan yang tebal
Yang menggelegar mencurahkan hujan
Mengisi bagian yang rata dan cekung,
Membasahi bumi dengan air,
Seperti itulah orang ini.
Setelah dengan benar mengumpulkan kekayaan
Yang dia peroleh dengan usahanya sendiri,
Dia memberikan cukup makanan dan minuman
Pada makhluk apa pun yang membutuhkan.

76. Mencari Kebahagiaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, karena bercita-cita memperoleh tiga jenis kebahagiaan ini, orang bijaksana akan menjaga perilaku yang luhur."
"Apakah tiga jenis itu?"
"Karena bercita-cita: 'Semoga nama baik datang kepadaku.' orang bijaksana harus menjaga perilaku yang luhur. Karena bercita-cita: 'Semoga aku menjadi kaya.' orang bijaksana harus menjaga perilaku yang luhur. Karena bercita-cita: 'Bila tubuh jasmani ini hancur pada waktu kematian, semoga aku dilahirkan lagi di alam yang baik, di alam surga.' orang bijaksana harus menjaga perilaku yang luhur."
Orang bijaksana harus menjaga keluhurannya,
Untuk memperoleh tiga jenis kebahagiaan:
Nama baik, memperoleh kekayaan,
Bersuka-cita di alam surga setelah kehidupan ini.
Jika orang yang tidak melakukan kejahatan
Bergaul dengan yang melakukan kejahatan,
Dia dicurigai melakukan yang jahat
Dan nama buruknya berkembang.
Orang macam apa yang dijadikan teman,
Siapa yang diajaknya bergaul,
Dia akan menjadi sama kualitasnya,
Menjadi seperti temannya itu.
Pengikut dan yang diikuti,
Orang yang menghubungi dan yang dihubungi,
Adalah bagaikan anak panah berlapis racun
Yang mencemari wadah yang membungkusnya;
Karena takut tercemar, orang bijaksana
Selayaknya tidak memiliki teman yang jahat.
Orang yang mengikat ikan yang busuk
Dengan beberapa helai rumput-kusa
Akan membuat rumput-kusa itu berbau busuk;
Begitu pula orang yang mengikuti orang bodoh.
Sebaliknya, orang yang membungkus bubuk tagara [40]
Dengan dedaunan yang lebar
Akan membuat daun itu berbau harum;
Begitu pula orang yang mengikuti orang bijaksana.
Maka seperti halnya daun itu,
Dengan memahami akibatnya untuk diri sendiri,
Seharusnya orang yang tidak luhur tidak diikuti,
Orang bijaksana harus mengikuti orang luhur.
Orang yang tidak luhur membawa orang ke alam neraka,
Yang luhur membantu orang sampai ke alam surga.

77. Mudah Lapuk

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikku, tubuh ini mudah lapuk, kesadaran pun memiliki sifat terurai, dan semua objek kemelekatan bersifat tidak kekal, tidak memuaskan, dan terkena perubahan."
Setelah mengerti bahwa tubuh ini mudah lapuk
Dan kesadaran pasti terurai,
Setelah melihat rasa takut akan objek-objek kemelekatan,
Dia telah meninggalkan kelahiran dan kematian;
Setelah mencapai kedamaian tertinggi,
Dengan pikiran yang tenang dia menanti waktunya tiba.

78. Elemen-elemen yang Sama

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, sesuai dengan elemen-elemen yang samalah para makhluk bergaul dan berkumpul. [41] Makhluk-makhluk yang memiliki watak yang rendah akan bergaul dan berkumpul dengan makhluk yang memiliki watak yang rendah. Makhluk-makhluk yang memiliki watak yang baik akan bergaul dan berkumpul dengan makhluk yang memiliki watak yang baik. Demikianlah hal itu di masa lampau, demikian di masa yang akan datang, dan demikian pula di masa kini."
Nafsu yang terlahir dari pergaulan
Akan terputus bila tidak bergaul.
Bagaikan orang yang menaiki selembar kayu
Akan tenggelam di samudera yang luas,
Demikian pula orang yang memiliki kehidupan yang luhur
Tenggelam karena bergaul dengan seorang pemalas.
Oleh karenanya, hindarilah orang yang malas,
Yang tidak banyak berusaha.
Hiduplah dengan mereka yang berdiam di tempat sunyi,
Orang-orang suci yang teguh hati dan bermeditasi,
Yang selalu bersemangat dan bijaksana.

79. Keruntuhan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga hal yang menyebabkan runtuhnya bhikkhu yang sedang belajar."
"Apakah tiga hal itu?"
"Dalam hal ini, bhikkhu yang sedang belajar menikmati berbagai kesibukan, [42] suka kesibukan, senang bermanja-manja dalam kesibukan. Dia menikmati gosip, suka gosip, senang bermanja-manja dalam gosip. Dia menikmati tidur, suka tidur, dan senang bermanja-manja dalam tidur. Inilah tiga hal yang menyebabkan runtuhnya bhikkhu yang sedang belajar."
"Wahai para bhikkhu, ada tiga hal yang melindungi bhikkhu yang sedang belajar dari keruntuhan."
"Apakah tiga hal itu?"
"Dalam hal ini, bhikkhu yang sedang belajar tidak menikmati kesibukan, tidak suka kesibukan, tidak senang bermanja-manja dalam kesibukan. Dia tidak menikmati gosip, tidak suka gosip, tidak senang bermanja-manja dalam gosip. Dia tidak menikmati tidur, tidak suka tidur, tidak senang bermanja-manja dalam tidur. Inilah tiga hal yang melindungi bhikkhu yang sedang belajar dari keruntuhan."
Bhikkhu yang menikmati kesibukan,
Yang gelisah, suka gosip dan tidur,
Tidak akan pernah dapat mencapai
Pencerahan yang agung.
Maka biarlah dia membatasi tugas-tugasnya,
Meninggalkan kemalasan dan kegelisahan;
Bhikkhu seperti itu akan dapat mencapai
Pencerahan yang agung.

80. Buah Pikir yang Tidak Bermanfaat

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam buah pikir yang tidak bermanfaat."
"Apakah tiga macam itu?"
"Buah pikir mengenai tidak mau dihina; [43] buah pikir mengenai keuntungan, kehormatan, dan kemasyuran; buah pikir mengenai keterlibatan dalam urusan-urusan orang lain." [44]
"Wahai para bhikkhu, itulah tiga macam buah pikir yang tidak bermanfaat."
Orang yang berkeinginan tidak mau dihina,
Menginginkan keuntungan, kehormatan, dan harga diri,
Dan yang senang bila ada teman,
Akan jauh dari hancurnya belenggu.
Tetapi setelah meninggalkan anak dan sanaknya,
Kehidupan keluarga dan harta bendanya,
Bhikkhu seperti itu akan dapat mencapai
Pencerahan yang agung.

81. Penghormatan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk, yang pikirannya dipenuhi keinginan menerima penghormatan. Karena itulah, ketika tubuhnya hancur setelah kematian, ia terlahir dalam keadaan menderita, di alam yang buruk, alam kehancuran, alam neraka."
"Aku telah melihat makhluk-makhluk, yang pikirannya dipenuhi keinginan tidak menerima penghormatan. Karena itulah ...."
".... Aku telah melihat makhluk-makhluk, yang pikirannya dipenuhi keinginan menerima penghormatan dan (kemudian) tidak menerima penghormatan. Karena itulah, ketika tubuhnya hancur setelah kematian, ia terlahir dalam keadaan menderita, di alam yang buruk, alam kehancuran, alam neraka."
"Wahai para bhikkhu, aku mengatakan ini bukan karena telah mempelajarinya dari pertapa atau brahmana lain .... Sebab aku telah mengetahuinya sendiri, melihatnya sendiri dan mengamatinya sendiri, maka kukatakan: 'Aku telah melihat makhluk-makhluk, yang pikirannya dipenuhi keinginan menerima penghormatan. Karena itulah .... setelah kematian, ia terlahir di .... alam neraka."
Orang yang hidup dengan rajin
Dengan konsentrasi yang tak tergoyahkan,
Baik ketika dihormati
Maupun ketika tidak dihormati;
Yang selalu bermeditasi, berbakat
Dan memiliki kebijaksanaan dan pandangan yang jernih,
Yang menikmati hancurnya kemelekatan,
Orang seperti itu disebut manusia sejati.

82. Ungkapan-ungkapan Suka-cita

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, di antara para dewa, pada peristiwa-peristiwa tertentu, tercetus tiga macam ungkapan suka-cita."
"Apakah tiga macam itu?"
"Pada saat seorang siswa yang saleh telah mencukur rambut dan jenggotnya, memakai jubah kuning dan bermaksud meninggalkan kehidupan berumah-tangga untuk menuju kehidupan tak-berumah, pada saat itulah di antara para dewa tercetus ungkapan suka-cita: 'Seorang siswa yang saleh berniat untuk berperang melawan Mara.' Inilah ungkapan suka-cita pertama yang dicetuskan para dewa pada peristiwa tertentu, dari waktu ke waktu."
"Demikian juga, wahai para bhikkhu, pada saat seorang siswa yang saleh dengan amat bersungguh-sungguh mengembangkan tujuh faktor pencerahan sempurna di dalam hidupnya, [45] pada saat itulah di antara para dewa tercetus ungkapan suka-cita: 'Seorang siswa yang saleh sedang berperang melawan Mara.' Inilah ungkapan suka-cita kedua yang dicetuskan para dewa pada peristiwa tertentu, dari waktu ke waktu."
"Dan sekali lagi, wahai para bhikkhu, pada saat seorang siswa yang saleh telah mewujudkan pengetahuan langsungnya sendiri, kemudian memasuki dan berdiam di sini-dan-kini, dengan pikiran yang terbebas dan kebijaksanaan yang terbebas, yang tanpa noda karena noda-noda telah hancur, [46] pada saat itulah di antara para dewa tercetus ungkapan sukacita: 'Seorang siswa yang saleh telah memenangkan pertempuran. Sebelum ini, dia berada di garis depan dan kini berdiam dalam kemenangan."
"Wahai para bhikkhu, itulah ungkapan suka-cita ketiga yang dicetuskan para dewa pada peristiwa tertentu, dari waktu ke waktu."
"Itulah tiga macam ungkapan suka-cita ..."
Ketika melihat dia telah memenangkan pertempuran
Bahkan para dewa pun menghormati
Siswa dari Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna,
Orang agung yang bebas dari keraguan:
'Kami menghormatimu, o, manusia sejati,
Engkau telah memenangkan pertempuran sulit.
Setelah mengacaukan bala tentara Kematian,
Tak lagi engkau terhalang dalam pembebasan.'
Demikian para dewa memuji
Orang yang telah mencapai tujuan,
Karena para dewa tidak lagi melihat dalam dirinya
Landasan untuk tunduk pada kekuasaan Kematian. [47]

83. Lima Tanda Kelapukan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ketika tiba saatnya dewa lenyap dari kelompoknya, lima macam petunjuk kelapukan muncul: rangkaian bunga miliknya layu, pakaiannya menjadi kotor, keringat keluar dari ketiaknya, kecemerlangan tubuhnya memudar, dan dewa itu tidak lagi bergembira di singgasana surgawinya. Para dewa lain, setelah melihat tanda-tanda pada dewa yang habis masa hidupnya ini, membesarkan hatinya lewat kata-kata dalam tiga hal: 'Pergilah dari sini, sahabat, ke alam yang baik. Setelah pergi ke alam yang baik, perolehlah apa yang pantas diperoleh. Setelah memperoleh apa yang pantas diperoleh, mantapkanlah diri di dalam hal itu."
Mendengar ini, seorang bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha: "Bhante, apakah yang dianggap para dewa sebagai alam yang baik? Apakah yang dianggap para dewa sebagai yang pantas diperoleh? Apakah yang dianggap para dewa sebagai yang pantas untuk dimantapi?"
"Wahai para bhikkhu, kehidupan manusia itulah yang dianggap oleh para dewa sebagai alam yang baik. Bila seseorang memperoleh keyakinan dalam Dhamma (Kebenaran) dan Vinaya (Peraturan Moral) yang diajarkan oleh Sang Tathagata, inilah yang dianggap oleh para dewa sebagai hal yang pantas diperoleh. Setelah keyakinan itu mantap di dalam dirinya, berakar dalam, kokoh dan kuat, tidak dapat dihancurkan [48] oleh pertapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau oleh orang lain di dunia ini, inilah yang dianggap telah mantap oleh para dewa."
Ketika dewa yang telah habis masa hidupnya
Lenyap dari kelompok dewa,
Para dewa lain mendorongnya
Dalam tiga cara dengan kata-kata ini:
'Pergilah sahabat, menuju ke alam yang baik,
Menuju alam manusia.
Setelah menjadi manusia perolehlah keyakinan
Yang tak terkalahkan dalam Dhamma Sejati.
Keyakinan yang dibuat kokoh,
Yang menjadi berakar dan berdiri tegak,
Tidak akan tergoyahkan selama hidup
Dalam Dhamma Sejati yang dibabarkan dengan baik.
Setelah memutus tindakan salah lewat tubuh,
Juga tindakan salah lewat ucapan,
Tindakan salah lewat pikiran dan apa pun lainnya
Yang dianggap sebagai kesalahan,
Setelah melakukan banyak hal yang baik,
Lewat tubuh maupun lewat ucapan,
Serta melakukan kebaikan lewat pikiran
Yang tak terbatas dan bebas dari kemelekatan,
Dengan jasa itu sebagai dasar [49]
Yang diperbanyak lewat kedermawanan,
Engkau harus membuat orang lain mantap
Dalam Dhamma Sejati dan kehidupan suci.'
Ketika para dewa tahu bahwa ada dewa
Yang akan mati dari kelompoknya,
Karena kasih sayang, mereka membesarkan hatinya:
'Kembalilah ke sini, dewa, berkali-kali.'

84. Untuk Kesejahteraan Banyak Orang

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, tiga orang yang lahir di dunia ini muncul untuk kesejahteraan banyak orang, untuk kebahagiaan banyak orang, demi kasih sayangnya terhadap dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia."
"Apakah tiga orang itu?"
"Wahai para bhikkhu, dalam hal ini seorang Tathagata muncul di dunia, seorang yang Suci, yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, yang memiliki pengetahuan dan perilaku sempurna, yang sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbana), pengenal segenap alam, pembimbing yang tiada taranya bagi manusia yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan. Sang Tathagata mengajarkan Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya, dan indah pada akhirnya, dengan pengertian dan kata-kata yang benar, dan Dia menyatakan kehidupan suci secara lengkap dan sepenuhnya murni."
"Wahai para bhikkhu, inilah orang pertama yang jika muncul di dunia akan muncul untuk kesejahteraan banyak orang, untuk kebahagiaan banyak orang, demi kasih sayangnya terhadap dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia."
"Kemudian, wahai para bhikkhu, ada siswa guru itu, yang merupakan seorang Arahat, yang noda-nodanya telah hancur, kehidupan sucinya terpenuhi, yang telah melakukan apa yang harus dilakukan, yang telah meletakkan beban, mencapai tujuan, menghancurkan belenggu-belenggu dumadi dan sepenuhnya terbebaskan melalui pengetahuan akhir. Dia mengajarkan Dhamma ... dan dia membabarkan kehidupan suci secara lengkap dan sepenuhnya murni."
"Itulah, wahai para bhikkhu, orang kedua yang jika muncul di dunia ... untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia."
"Dan berikutnya, wahai para bhikkhu, ada murid Guru itu, seorang yang belajar untuk mengikuti Sang Jalan, yang telah banyak belajar dan berperilaku luhur. Dia mengajarkan Dhamma ... dan dia membabarkan kehidupan suci secara lengkap dan sepenuhnya murni. Wahai para bhikkhu, inilah prang ketiga yang jika muncul di dunia, muncul untuk kesejahteraan banyak orang, untuk kebahagiaan banyak orang, dan demi kasih sayangnya terhadap dunia, demi kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia."
Sang Guru, orang bijaksana yang agung,
Adalah yang pertama di dunia;
Yang mengikutinya adalah para siswa
Yang ketenangannya sudah disempurnakan;
Dan kemudian yang masih belajar dan berlatih,
Yang berjalan pada Sang Jalan, yang telah
Banyak belajar dan berbudi luhur.
Ketiganya itu adalah pemimpin
Para dewa dan manusia:
Para penerang, yang membabarkan Dhamma,
Yang membuka pintu ke Tanpa-Kematian,
Mereka membebaskan banyak orang dari ikatan.
Mereka yang mengikuti Sang Jalan
Yang diajarkan dengan baik oleh pemimpin manusia
Yang tak ada bandingnya, yang tekun
Melaksanakan Ajaran yang Suci,
Akan mampu mengakhiri penderitaan
Di dalam kehidupan ini juga.

85. Merenungkan Kebusukan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, hiduplah dengan merenungkan kebusukan (kekotoran) dalam tubuh jasmani. [50] Mantapkanlah perhatian terhadap pernapasan di dalam diri. Hiduplah dengan merenungkan ketidakkekalan dalam semua bentukan."
"Bagi mereka yang hidup merenungkan kebusukan (kekotoran) dalam tubuh jasmani, kecenderungan bernafsu pada hal-hal yang indah akan ditinggalkan. Ketika perhatian terhadap pernapasan terjaga dengan baik di dalam diri, tidak ada lagi kecenderungan akan pemikiran aneh-aneh yang dapat menghasilkan kegelisahan. [51] Bagi mereka yang hidup menyadari ketidakkekalan dari semua bentukan, maka ketidaktahuan pun sirna, dan pengetahuan pun muncul."

86. Berlatih Sesuai Dhamma

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Ketika menunjuk seorang bhikkhu yang berlatih sesuai Dhamma, inilah cara yang benar untuk mendefinisikan 'berlatih sesuai Dhamma'."
"Ketika berbicara, dia berbicara hanya Dhamma, bukan yang tidak sesuai Dhamma. Ketika berpikir, dia berpikir hanya buah-buah pikir Dhamma, bukan buah-buah pikir yang tidak sesuai Dhamma. Dengan menghindari dua hal itu, [52] dia hidup dengan ketenang-seimbangan, penuh perhatian dan pemahaman yang jernih."
Seorang bhikkhu yang menikmati Dhamma
Dan bergembira di dalam Dhamma,
Serta merenunghan Dhamma,
Tidak akan menyeleweng dari Dhamma Sejati.
Apakah sedang berjalan atau berdiri,
Duduk atau pun berbaring,
Dengan pikiran yang terkendali dari dalam,
Dia mencapai kedamaian sejati.

87. Menghasilkan Kebutaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, tiga macam buah-pikir yang tidak bermanfaat ini akan menghasilkan kebutaan, kurangnya pandangan terang dan tidak adanya pengetahuan. Ketiga hal tersebut akan menghalangi kebijaksanaan, menyebabkan kejengkelan, dan tidak menghasilkan Nibbana."
"Apakah tiga buah-pikir itu?"
"Buah-pikir nafsu indria, buah-pikir kemauan jahat, dan buah-pikir agresif. Wahai para bhikkhu, itulah tiga macam buah pikir yang tidak bermanfaat, yang menghasilkan kebutaan ... dan tidak menghasilkan Nibbana."
"Wahai para bhikkhu, tiga macam buah-pikir yang bermanfaat ini akan menghilangkan kebutaan, menghasilkan pandangan terang, pengetahuan, dan tumbuhnya kebijaksanaan. Ketiganya itu tidak menyebabkan kejengkelan dan akan menghasilkan Nibbana."
"Apakah tiga buah-pikir itu?"
"Buah-pikir melepas, buah-pikir bersahabat, [53] dan buah-pikir yang tidak merugikan orang."
"Wahai para bhikkhu, itulah tiga macam buah-pikir yang bermanfaat, yang menghilangkan kebutaan ... dan menghasilkan Nibbana."
Tiga macam buah-pikir yang bermanfaat harus dimiliki,
Tiga yang tidak bermanfaat harus disingkirkan.
Orang yang menghentikan alur-alur pikiran seperti ini
Adalah bagaikan curah hujan yang menguak awan debu,
Dengan pikiran yang telah menumpas buah-pikir seperti itu,
Dia akan mencapai kedamaian dalam kehidupan ini juga.

88. Noda-noda dari Dalam

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, tiga hal ini merupakan noda dari dalam, musuh dari dalam, penusuk dari dalam, pembunuh dari dalam, lawan dari dalam."
"Apakah tiga noda ini?"
"Wahai para bhikkhu, keserakahan adalah noda dari dalam ... lawan dari dalam."
"... Kebencian adalah noda dari dalam ... lawan dari dalam."
"Kebodohan batin adalah noda dari dalam ... lawan dari dalam. Itulah ketiganya."
Keserakahan adalah penyebab kemalangan,
Keserakahan mengacaukan pikiran;
Orang tidak memahami hal ini sebagai
Bahaya yang dihasilkan dari dalam.
Orang yang serakah tidak tahu kebaikan,
Orang yang serakah tidak melihat Dhamma;
Kegelapan yang membutakan kemudian akan menimpa
Ketika keserakahan menguasai manusia.
Tetapi orang yang telah meninggalkan keserakahan,
Tidak merindukan apa yang mengundang nafsu memiliki;
Keserakahan bergulir keluar dari dalam dirinya
Bagaikan titik air yang jatuh dari daun teratai.
Kebencian adalah penyebab kemalangan,
Kebencian mengacaukan pikiran;
Orang tidak memahami ini sebagai
Bahaya yang dihasilkan dari dalam.
Seorang pembenci tidak tahu kebaikan,
Seorang pembenci tidak melihat Dhamma;
Kegelapan yang membutakan kemudian akan menimpa
Ketika kebencian menguasai manusia.
Namun orang yang telah meninggalkan kebencian
Tidak marah karena apa yang menimbulkan kemarahan.
Kebencian rontok dari dalam dirinya
Bagaikan buah palmira lepas dari tangkainya.
Kebodohan batin adalah penyebab kemalangan,
Kebodohan batin mengacaukan pikiran;
Orang tidak memahami hal ini sebagai
Bahaya yang dihasilkan dari dalam.
Orang yang bodoh tidak tahu kebaikan,
Orang yang bodoh tidak melihat Dhamma;
Kegelapan yang membutakan kemudian akan menimpa
Ketika kebodohan batin menguasai manusia.
Tetapi orang yang telah meninggalkan kebodohan batin
Tidak bingung karena hal-hal yang membingungkan.
Dia telah mengakhiri semua kegelapan batin
Bagaikan sinar mentari yang menguak kegelapan.

89. Devadatta

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, karena dikuasai pikiran yang dipenuhi oleh tiga macam kejahatan, Devadatta tak pelak lagi masuk ke alam sengsara, menetap di alam neraka, selama satu kalpa." [55]
"Apakah tiga hal itu?"
"Dikuasai pikiran yang dipenuhi oleh nafsu-nafsu jahat...; dikuasai pikiran yang dipenuhi oleh teman-teman yang jahat...; dan walaupun banyak yang masih harus dikerjakan, dia berhenti di tengah jalan karena ingin memperoleh kemasyuran yang rendah." [56]
"Wahai para bhikkhu, itulah ketiganya."
Orang yang memiliki nafsu-nafsu jahat
Pasti tak akan terlahir lagi di dunia ini.
Ketahuilah bahwa dia akan menuju ke alam para makhluk
Yang hidup dalam cengkeraman nafsu-nafsu jahat.
Aku mendengar bahwa Devadatta
Dianggap sebagai orang bijaksana,
Orang yang telah berkembang dalam meditasi,
Dan bersinar dengan kemasyuran.
Karena menganggap dirinya setara, [57]
Dia menyerang Sang Tathagata
Dan jatuh ke tempat berpintu-empat yang mengerikan,
Avici, Neraka Tanpa Ampun. [58]
Jika ada yang bersekongkol melawan orang tak bersalah
Yang tidak melakukan perbuatan jahat,
Kejahatan itu hanya akan mempengaruhi orang
Yang pikirannya kotor dan tak memiliki rasa hormat.
Orang yang berpendapat dapat mengotori
Samudera dengan sepanci racun
Tak akan mampu membuat samudera terpolusi -
Luar biasa banyak massa air di dalamnya.
Sama halnya bila menyerang dengan caci-maki
Sang Tathagata yang telah mencapai kesempurnaan
Dan selalu berdiam dengan pikiran yang damai -
Caci-maki tidak akan mempengaruhiNya.
Orang bijaksana harus berteman dengan manusia seperti itu
Dan selalu mengikutiNya.
Seorang bhikkhu yang berjalan pada JalanNya
Akan mencapai akhir penderitaan.

90. Keyakinan yang Tertinggi

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga jenis keyakinan yang tertinggi." [59]
"Apakah tiga jenis itu?"
"Makhluk apa pun yang ada, wahai para bhikkhu, yang tanpa kaki atau berkaki-dua atau berkaki-empat atau berkaki banyak, yang memiliki bentuk atau tanpa-bentuk, yang memahami atau yang tidak-memahami atau yang bukan-memahami-pun-bukan-tidak-memahami, dari semua ini, yang dikatakan tertinggi adalah Sang Tathagata, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna."
"Mereka yang memiliki keyakinan terhadap Sang Buddha berarti memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi. Dan bagi mereka yang memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi, hasilnya pun terbaik." [60]
"Dari keadaan-keadaan [61] apa pun yang ada, wahai para bhikkhu, baik yang terkondisi maupun yang tak-terkondisi, sikap tidak-melekat memiliki nilai tertinggi, yaitu: berkurangnya kesombongan, hilangnya kehausan, lenyapnya ketergantungan, berhentinya lingkaran (kelahiran kembali), hancurnya nafsu keinginan, tidak adanya kemelekatan, berhentinya penderitaan, Nibbana."
"Mereka yang memiliki keyakinan terhadap Dhamma tentang ketidak-melekatan berarti memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi. Dan bagi mereka yang memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi, hasilnya pun terbaik."
"Dari semua komunitas atau kelompok yang ada, wahai para bhikkhu, Sangha siswa Sang Tathagata adalah yang tertinggi. Mereka adalah empat pasang makhluk atau delapan individu." [62]
"Sangha siswa Sang Tathagata ini pantas menerima pemberian, pantas memperoleh perlakuan baik, pantas mendapatkan persembahan, pantas mendapatkan penghormatan tertinggi. Mereka merupakan ladang kebaikan yang tiada bandingnya di dunia. Mereka yang memiliki keyakinan terhadap Sangha berarti memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi. Dan bagi mereka yang memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi, hasilnya pun terbaik."
"Wahai para bhikkhu, itulah tiga jenis keyakinan tertinggi."
Inilah yang terbaik bagi mereka yang memiliki keyakinan,
Bagi mereka yang mengetahui Dhamma yang tertinggi:
Memiliki keyakinan terhadap Buddha sebagai yang tertinggi,
Yang pantas menerima persembahan, yang tak tertandingi;
Memiliki keyakinan terhadap Dhamma sebagai yang tertinggi,
Dalam kedamaian karena tidak melekat, suka-cita;
Memiliki keyakinan terhadap Sangha sebagai yang tertinggi,
Yang merupakan ladang jasa yang tiada bandingnya.
Dengan mempersembahkan pemberian kepada yang tertinggi,
Tertinggi pula jasa yang terkumpul;
Terbaik pula kehidupan dan keelokan,
Ketenaran, nama baik, kebahagiaan dan kekuatan mereka.
Orang bijaksana yang berdana kepada yang tertinggi,
Yang terkonsentrasi pada Dhamma tertinggi,
Apakah dia menjadi dewa atau manusia,
Dia akan bersuka-cita dalam pencapaian tertingginya.

91. Sarana Bertahan Hidup

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, mengumpulkan sedekah merupakan sarana bertahan hidup yang hina." [63]
"Di dunia ini, wahai para bhikkhu, orang mengatakan dengan nada mencaci: 'Kamu pengumpul sedekah! Berkelana ke mana-mana dengan mangkuk di tangan!' Walaupun demikian, sarana bertahan hidup ini telah dijalankan oleh kaum muda dari keluarga baik-baik untuk suatu alasan, dengan suatu tujuan. Mereka tidak melakukannya karena diturunkan pangkatnya oleh raja, tidak juga karena dirampok, atau karena dibelit hutang. Tidak juga karena rasa takut, tidak pula karena hilangnya sarana penghidupan lainnya. Mereka melakukannya dengan pikiran: 'Kita terperangkap oleh kelahiran, usia tua dan kematian, oleh kesedihan dan ratap tangis, rasa sakit, kesusahan dan keputus-asaan. Kita dikuasai oleh penderitaan, didera kesengsaraan. Mungkin ada akhir dari seluruh penderitaan ini yang dapat dilihat.' "
"Maka pemuda dari keluarga baik-baik ini menjadi bhikkhu (meninggalkan kehidupan rumah tangga), tetapi mungkin saja dia memiliki ketamakan terhadap objek-objek nafsu keinginannya, kuat nafsunya, berpikiran dengki, kotor buah-buah pikirnya, tidak punya perhatian, tidak memiliki pemahaman, tidak terkonsentrasi, pikirannya mengembara dan indrianya tidak terkendali. Persis seperti kayu pembakar mayat, yang dua ujungnya terbakar sedangkan bagian tengahnya berlumuran kotoran manusia, tidak dapat digunakan sebagai kayu bakar di desa maupun di hutan. Seperti itulah ibaratnya orang ini: dia telah kehilangan kenikmatan sebagai perumah tangga, tetapi dia tidak memenuhi tujuan kehidupannya sebagai pertapa."
Dia telah kehilangan baik kesenangan perumah-tangga
Maupun kehidupan sebagai pertapa. O, malangnya!
Karena kesempatan itu rusak, dia membuangnya
Dan dia pun hancur seperti kayu pembakar mayat.
Jauh lebih baik baginya menelan
Bola besi yang menganga panas
Daripada tidak bermoral dan tak terkendali
Tetapi dia makan pemberian dari masyarakat. [64]

92. Lipatan Jubah

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, walaupun seorang bhikkhu memegang lipatan jubahku dan berada di belakangku selangkah demi selangkah, bila dia tamak akan objek-objek nafsu keinginan, kuat nafsunya, berpikiran dengki, kotor buah-buah pikirnya, tidak memiliki perhatian, tidak mengerti, tidak terkonsentrasi, pikirannya mengembara dan indrianya tidak terkendali, maka dia berada jauh dariku dan aku jauh darinya."
"Mengapa demikian?"
"Bhikkhu itu tidak melihat Dhamma. Bila dia tidak melihat Dhamma, dia tidak melihat aku."
"Wahai para bhikkhu, walaupun seorang bhikkhu hidup seratus league (1 league = 4,8 km.) dariku, namun bila dia tidak tamak akan objek-objek nafsu keinginan, tidak kuat nafsunya, tidak berpikiran dengki, tidak kotor buah-buah pikirnya, mantap perhatiannya, mengerti dengan jelas, terkonsentrasi, pikirannya memusat dan indrianya terkendali, maka dia dekat denganku dan aku dekat dengannya."
"Mengapa demikian?"
"Bhikkhu itu melihat Dhamma. Dengan melihat Dhamma, dia melihat aku."
Walaupun mengikuti dari dekat,
Tetapi penuh nafsu keinginan dan kedengkian;
Lihatlah betapa jauhnya dia-
Yang bernafsu dari yang tanpa nafsu,
Yang belum padam dari yang telah padam, [65]
Yang tamak dari yang tidak tamak.
Namun orang bijaksana, yang dengan pengetahuan langsungnya
Telah sepenuhnya memahami Dhamma,
Nafsunya akan lenyap dan dia menjadi tenang
Bagaikan danau tanpa riak.
Lihatlah betapa dekatnya dia
Yang tanpa nafsu dengan yang tanpa nafsu,
Yang telah puas dengan yang telah puas,
Yang tidak tamak dengan yang tidak tamak.

93. Api

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam api."
"Apakah tiga macam itu?"
"Api keserakahan, api kebencian, dan api kebodohan batin. Itulah, wahai para bikkhu, ketiga macam api."
Api keserakahan membakar makhluk hidup [66]
Yang dirangsang oleh kesenangan-kesenangan indria;
Api kebencian membakar orang yang berhati dengki,
Yang membunuh makhluk hidup lainnya;
Api kebodohan batin membakar yang bingung,
Yang tak peduli akan Dhamma Orang suci.
Karena tak sadar akan tiga api ini,
Umat manusia bergembira dalam keberadaan pribadi. [67]
Karena tak bebas dari belenggu Mara,
Mereka berdesakan dalam barisan neraka;
Hidup di alam binatang,
Raksasa asura dan lingkup setan. [68]
Tetapi yang siang dan malam tekun mempraktikkan
Ajaran dari Yang Telah Tercerahkan,
Yang selalu memahami kebusukan tubuh ini, [69]
Akan dapat memadamkan api keserakahan.
Manusia-manusia mulia dengan cinta kasihnya
Memadamkan api kebencian,
Dan mereka memadamkan api kebodohan batin
Lewat kebijaksanaan yang menuju penembusan. [70]
Setelah memadamkan api-api ini,
Mereka yang mengerti, tak kenal lelah
Siang dan malam, akan mencapai Nibbana akhir
Dan mengatasi semua penderitaan.
Mereka yang melihat, para penguasa pengetahuan,
Yang bijaksana dengan pengertian sempurna,
Yang secara langsung mengetahui akhir kelahiran
Tidak akan terlahir kembali.

94. Menyelidiki

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha...
"Wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu haruslah menyelidiki sedemikian rupa sehingga ketika dia menyelidiki, kesadarannya tidak mudah terbelokkan dan tersebar keluar. Sedangkan ke dalam, kesadarannya tidak terpancang. Dengan tidak melekati apa pun dia tetap tidak terganggu. Jika kesadarannya tidak terbelokkan dan tersebar keluar, sedangkan ke dalam tidak terpancang, dan jika dengan tidak melekati apa pun dia tetap tidak terganggu, maka tidak ada lagi kelahiran, usia tua, kematian, dan penderitaan di masa depan. [71]
Bila seorang bhikkhu telah meninggalkan
Tujuh ikatan dan memotong talinya, [72]
Pengembaraannya dalam lingkaran kelahiran pun berakhir:
Tidak akan ada lagi kelahiran baginya.

95. Nafsu Keinginan Indria

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga cara untuk memperoleh objek-objek nafsu indria."
"Apakah tiga cara itu?"
"Ada objek-objek nafsu indria yang sudah ada, ada cara yang dipakai oleh mereka yang senang menciptakan objek-objek nafsu indria, dan ada cara yang dipakai oleh mereka yang menguasai objek-objek nafsu indria yang diciptakan orang lain." [73]
Ada yang menikmati apa yang sudah ada,
Ada dewa yang menggunakan kekuasaan,
Ada yang senang menciptakan
Dan ada lainnya yang menikmati objek-objek indria -
Karena berada dalam keadaan ini atau itu
Mereka tidak dapat melampaui samsara. [74]
Memahami bahaya
Dalam objek kenikmatan indria ini,
Orang bijak akan meninggalkan semua kesenangan indria,
Baik yang surgawi maupun manusiawi. [75]
Dengan memotong aliran nafsu keinginan,
Aliran keserakahan akan bentuk yang menggoda dan menyenangkan
Yang sungguh sulit diatasi,
Mereka mencapai Nibbana akhir
Dan mengatasi segala penderitaan.
Mereka yang melihat, penguasa pengetahuan,
Mereka yang bijak dengan pemahaman sempurna;
Secara langsung mengetahui akhir kelahiran
Dan tidak akan terlahir kembali.

96. Ikatan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, orang yang terbelenggu oleh ikatan nafsu indria dan oleh ikatan dumadi adalah orang yang akan kembali lagi, yang kembali pada keadaan ini. Orang yang terbebas dari ikatan nafsu indria tetapi masih terbelenggu oleh ikatan dumadi adalah Anagami (yang tak-kembali lagi), yang tidak lagi kembali pada keadaan ini. Orang yang terbebas dari ikatan nafsu indria dan terbebas dari ikatan dumadi adalah Arahat, yang di dalam dirinya noda-noda telah dihancurkan." [76]
Terbelenggu oleh kedua ikatan ini -
Ikatan nafsu indria dan ikatan dumadi -
Makhluk hidup terus berada dalam samsara,
Berkelana terus dalam kelahiran dan kematian.
Mereka yang meninggalkan nafsu indria
Tetapi belum mencapai penghancuran noda-noda,
Masih terbelenggu oleh ikatan dumadi
Dinyatakan sebagai yang tak-kembali lagi.
Namun mereka yang telah memotong keraguan,
Menghancurkan kesombongan dan kelahiran kembali,
Yang telah menghancurkan noda-noda seluruhnya,
Walaupun masih di dunia, namun telah melampauinya.

97. Perilaku yang Elok

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki perilaku yang elok, sifat yang elok, dan kebijaksanaan yang elok, menurut Dhamma-dan-Vinaya disebut orang yang sepenuhnya mantap, yang telah mencapai kesempurnaan, yang tertinggi di antara manusia."
"Bagaimanakah bhikkhu yang memiliki perilaku elok itu? Di sini, wahai para bhikkhu, bhikkhu itu luhur, dia hidup terkendali, dikendalikan oleh peraturan Patimokkha, [77] memiliki tindakan dan usaha yang sempurna. Karena melihat bahaya dalam kesalahan sekecil apa pun, dia menjalankan peraturan pelatihan dan berlatih sesuai dengan itu. Demikianlah bhikkhu itu disebut orang yang memiliki perilaku elok. Jadi dia berperilaku elok."
"Bagaimanakah bhikkhu yang memiliki sifat elok itu? Di sini, wahai para bhikkhu, bhikkhu itu hidup dengan mengembangkan tujuh faktor pencerahan sempurna. [78] Demikianlah bhikkhu itu disebut orang yang memiliki sifat elok. Jadi dia bersifat elok."
"Bagaimanakah bhikkhu yang memiliki kebijaksanaan elok itu? Di sini, wahai para bhikkhu, lewat realisasi kebebasan karena pengetahuan langsungnya sendiri, bhikkhu itu di-sini-dan-kini masuk dan tinggal dalam kebebasan-pikiran dan kebebasan-kebijaksanaan yang tidak ternoda karena hancurnya noda-noda. Demikianlah bhikkhu itu disebut orang yang memiliki kebijaksanaan elok."
"Jadi dia memiliki perilaku yang elok, sifat yang elok, dan kebijaksanaan yang elok. Menurut Dhamma-dan-Vinaya dia disebut orang yang telah sepenuhnya mantap, yang telah mencapai kesempurnaan, yang tertinggi di antara manusia."
Seorang bhikkhu yang berhati-hati
Yang tak pernah melakukan kesalahan apa pun,
Tidak lewat tubuh, ucapan, atau pun pikiran,
Disebut 'memiliki perilaku yang elok'.
Seorang bhikkhu yang rendah hati,
Yang dengan baik telah mengembangkan keadaan-keadaan
Yang menuju pada pencerahan,
Disebut 'memiliki sifat yang elok'.
Seorang bhikkhu tanpa noda
Yang telah memahami sendiri
Akhir dari penderitaan di sini,
Disebut 'memiliki kebijaksanaan yang elok'.
Dia yang unggul dalam tiga hal ini,
Yang tak tergoyahkan, telah hancur keraguannya,
Tidak terikat pada semua alam,
Disebut 'yang telah meninggalkan kesemuanya'. [79]

98. Memberi

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada dua macam tindakan memberi: memberi benda materi dan memberi Dhamma. Dari keduanya, memberi Dhamma adalah lebih tinggi. Ada dua jenis tindakan berbagi: berbagi benda materi dan berbagi Dhamma. Dari keduanya, berbagi Dhamma adalah lebih tinggi. Ada dua macam tindakan membantu: membantu dengan benda materi dan membantu dengan Dhamma. Dari keduanya, membantu dengan Dhamma adalah lebih tinggi."
Bila dikatakan bahwa tindakan memberi itu
Adalah lebih tinggi dan tak tertandingi,
Dan Sang Bhagava pun memuji tindakan berbagi;
Maka di antara yang bijaksana dan mengerti,
Yang yakin akan ladang jasa tertinggi itu,
Siapakah yang tak mau memberi pada waktu yang tepat?
Baik bagi mereka yang menyatakannya
Maupun bagi mereka yang mendengarnya, [80]
Yang yakin akan ajaran Yang Maha Mulia,
Kebaikan tertinggi akan dimurnikan sepenuhnya
Sementara mereka hidup tekun dalam ajaran.

99. Pengetahuan Berunsur Tiga

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, aku menyatakan bahwa melalui Dhamma-lah seseorang menjadi brahmana yang memiliki pengetahuan berunsur tiga; (aku tidak mengatakan ini) hanya karena dia pandai membujuk dan pandai menghafal." [81]
"Dan bagaimana aku dapat menyatakan bahwa melalui Dhamma-lah seseorang menjadi brahmana yang berunsur tiga?
"Di sini, wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu ingat berbagai kehidupan masa lampau, yaitu: satu kehidupan, dua kehidupan, tiga kehidupan, empat kehidupan, lima kehidupan, sepuluh kehidupan, dua puluh kehidupan, tiga puluh kehidupan, empat puluh kehidupan, lima puluh kehidupan, seratus kehidupan, seribu kehidupan, seratus ribu kehidupan; berkalpa-kalpa pengerutan bumi, berkalpa-kalpa pengembangan bumi, berkalpa-kalpa pengerutan dan pengembangan bumi sekaligus. Dia ingat suatu kehidupan tertentu sebagai orang bernama si Anu dari suku ini, dengan penampilan begini, mempunyai usia kehidupan sekian; dan setelah mati di sini dia muncul di sana."
"Demikianlah dengan terperinci dan segala ciri khasnya dia ingat berbagai kehidupan lampaunya. Itulah pengetahuan pertama yang diperolehnya. Kebodohan batin lenyap, pengetahuan muncul; kegelapan lenyap, cahaya muncul, sebagaimana terjadi pada orang yang hidup dengan tekun, rajin, dan berketetapan hati."
"Kemudian juga, wahai para bhikkhu, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia biasa, seorang bhikkhu melihat makhluk lenyap dan muncul lagi, rendah dan tinggi, elok dan buruk, beruntung dan tidak beruntung, dan dia mengerti bagaimana makhluk-makhluk berialu sesuai dengan tindakannya: 'Ada makhluk-makhluk terhormat yang berperilaku salah lewat tubuh, ucapan dan pikiran, menghina orang luhur, memiliki pandangan salah dan melakukan perbuatan yang dilandasi pandangan salah. Setelah tubuhnya hancur, mereka terlahir lagi setelah kematian dalam keadaan yang menderita, di alam sengsara, dalam keadaan kehancuran, neraka.'
'Tetapi ada makhluk-makhluk terhormat yang berperilaku baik lewat tubuh, ucapan dan pikiran, tidak menghina orang luhur, memiliki pandangan benar dan melakukan perbuatan yang dilandasi pandangan benar. Setelah tubuhnya hancur, mereka terlahir lagi setelah kematian dalam alam yang baik, alam surga.' "
"Demikianlah bhikkhu itu melihat hal ini dengan mata dewanya dan dia memahami bagaimana makhluk-makhluk itu berlalu sesuai dengan perbuatan mereka. Inilah pengetahuan kedua yang diperolehnya. Kebodohan batin lenyap, pengetahuan muncul; kegelapan lenyap, sinar muncul, seperti yang terjadi pada orang yang hidup dengan tekun, rajin, dan berketetapan hati."
"Demikian juga, wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu melalui realisasi kebebasan dengan pengetahuan langsungnya sendiri, di-sini-dan-kini memasuki dan berdiam dalam kebebasan-pikiran dan kebebasan-kebijaksanaan yang tak ternoda karena noda-noda telah hancur. Inilah pengetahuan ketiga yang diperolehnya. Kebodohan batin lenyap, pengetahuan muncul; kegelapan lenyap, sinar muncul, seperti yang terjadi pada orang yang hidup dengan tekun, rajin, dan berketetapan hati."
"Demikianlah, wahai para bhikkhu, aku menyatakan bahwa melalui Dhamma-lah seseorang menjadi brahmana yang memiliki pengetahuan berunsur tiga; (aku tidak mengatakan ini) hanya karena dia pandai membujuk dan pandai menghafal."
Dia yang mengerti kehidupan lampaunya,
Yang melihat alam surga dan alam sengsara,
Yang juga mencapai akhir kelahiran,
Adalah orang bijaksana dan penguasa pengetahuan langsung -
Lewat tiga cara untuk mengetahui inilah orang menjadi
Brahmana yang memiliki pengetahuan berunsur tiga,
Itulah yang kusebut pengetahuan berunsur tiga,
Bukan pandai berbicara dan menghafal.
Inilah juga arti dari apa yang dikatakan oleh Sang Buddha, demikian yang telah saya dengar.
Catatan Kaki :

1. Tacasaram. Kitab Komentar menjelaskan bahwa ini merupakan nama sejenis bambu. Disebut demikian karena bagian lunaknya terlihat di sebelah luar, bukan tersembunyi di dalam. Tanaman ini mati setelah menghasilkan biji/benih. [Kembali]
2. Elemen bentuk (rupadhatu) adalah alam bentuk halus, alam kehidupan makhluk brahma dan jhana-jhana yang menyebabkan tumimbal lahir di alam itu. Elemen tanpa-bentuk (arupadhatu) adalah alam tanpa-bentuk, alam kehidupan makhluk brahma dan jhana-jhana tanpa-bentuk yang menyebabkan tumimbal lahir di sana. Elemen penghentian (nirodhadhatu) adalah Nibbana. [Kembali]
3. Masalahnya bukanlah untuk menetap dalam 'bentuk' atau dalam 'tanpa-bentuk', yang merupakan keadaan-keadaan damai penuh sukacita sebagai hasil meditasi, tetapi hendaknya disadari bahwa keadaan-keadaan itu masih terkena ketidak-kekalan dan kematian. Hanya pada Nibbana, kebebasan sempurna dapat ditemukan. Pencapaian penyerapan jhana bisa jadi merupakan pengalaman yang sangat dalam sehingga dengan mudah dapat disalah-artikan sebagai pencapaian tertinggi. Kenyataannya, semua agama dan theologi dibentuk dan dikokohkan oleh pengalaman pengalaman semacam itu. [Kembali]
4. Kayena phassayitva. Secara harfiah berarti 'telah bersentuhan dengan tubuh'. Menurut Kitab Komentar, 'tubuh' (kaya) di dalam konteks ini mengandung pengertian faktor-faktor pikiran atau mental (namakaya), bukannya tubuh fisik (rupakaya). [Kembali]
5. Dengan pemahaman akan perasaan yang menembus sesuai dengan Empat Kebenaran Mulia, dan dengan pencapaian jalan mulia Arahat. Perasaan-perasaan dilihat sebagai kebenaran akan dukkha, seperti yang ditunjukkan di dalam khotbah berikut (No. 53). Perasaan bermula dari kontak (phassa) dan menyebabkan nafsu keinginan (tanha), seperti yang dinyatakan dalam sebab-musabab-yang-saling-bergantungan (paticca samuppada). [Kembali]
6. Karena hal itu tidak stabil dan pasti terkena perubahan. [Kembali]
7. Pencarian (esana) merupakan suatu usaha mencari dan suatu bentuk kerinduan yang muncul melalui ketidaktahuan (avijja) dan nafsu keinginan (tanha). [Kembali]
8. Menurut Kitab Komentar, 'pencarian kehidupan suci' berarti mencari dan mengukuhi berbagai pandangan salah, seperti misalnya pandangan kekekalan dan kehampaan (anihilasi), berbagai teori tentang jiwa dan dunia, dsb. (lihat Ud. 6.4 - 6.6). [Kembali]
9. Mara digambarkan memimpin pasukannya di medan pertempuran sambil duduk di atas gajah. [Kembali]
10. Kerajaan Mara adalah seluruh keberadaan berkondisi di mana Mara memegang kendalinya. [Kembali]
11. Seorang bukan-pelajar (asekha) adalah seorang Arahat. Tak ada lagi sesuatu yang harus dipelajarinya, dia telah menyelesaikan seluruh pelatihan. [Kembali]
12. Moralitas (sila), Meditasi (samadhi), dan Kebijaksanaan (panna) yang lengkap dan sempurna. Ketiganya ini disebut tiga pelatihan (sikkha), dan membentuk bagian berunsur tiga dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan. [Kembali]
13. Syair-syair ini mirip dengan yang ada di Khotbah 22 di atas. [Kembali]
14. Mata daging (mamsa-cakkhu) adalah organ-indria fisik. Pandangannya terbatas bila dibandingkan dengan dua lainnya. Mata luar biasa atau mata dewa (dibba cakkhu) adalah salah satu dari pengetahuan langsung (abhinna) yang dapat digunakan untuk melihat muncul dan berlalunya kehidupan para makhluk sesuai dengan perilaku mereka. Mata kebijaksanaan (panna-cakkhu) adalah mata yang menembus Empat Kebenaran Mulia. [Kembali]
15. Kitab Komentar menyatakan bahwa adanya mata fisik merupakan jalan, atau dasar, untuk mata dewa; karena mata dewa muncul di dalam diri orang yang pandangan alaminya tidak terganggu, karena dia membangkitkan mata dewa dengan cara memperluas sinar objek kasina, dan dia tidak dapat melakukannya tanpa terlebih dulu memiliki tanda belajar (uggahanimitta) pada cakram kasina. [Kembali]
16. Kitab Komentar: Pengetahuan akan hancurnya noda-noda muncul dari mata kebijaksanaan. Dengan membangkitkan dan mengembangkan mata kebijaksanaan agung, orang terbebas dari semua penderitaan (lingkaran kelahiran). [Kembali]
17. Mereka adalah kemampuan batin (indriya), dalam pengertian yang menguasai, mengontrol dan mendominasi faktor-faktor batin lain yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Seluruhnya terdapat dua puluh dua kemampuan batin yang diatur di dalam berbagai pengelompokan. Tiga yang terdaftar di sini secara eksklusif merupakan kemampuan batin luar biasa. [Kembali]
18. Kitab Komentar: yang pertama adatah kemampuan kebijaksanaan yang berhubungan dengan jalan Sotapanna. Disebut demikian karena kebijaksanaan itu muncul pada diri orang yang telah menjalankan praktik, sebelum mencapai Sang Jalan, dengan tekad: 'Akan kuketahui apa yang belum pernah kuketahui sebelumnya, di dalam samsara tak bermula ini: keadaan tanpa kematian (yaitu Nibbana), atau Empat Kebenaran Mulia.' Yang kedua adalah kemampuan kebijaksanaan dalam enam keadaan batin luar biasa sebagai buah tingkat kesucian Sotapanna menuju jalan tingkat kesucian Arahat. Dan yang ketiga adalah pengetahuan sempurna mengenai Empat Kebenaran Mulia yang muncul pada diri seorang Arahat dengan tercapainya buah terakhir. [Kembali]
19. Ujumagga: Jalan Mulia yang mengarah langsung pada Nibbana. [Kembali]
20. Kitab Komentar memberikan dua interpretasi dari syair ganda ini: (1) Pertama muncullah pengetahuan dari jalan tingkat kesucian Arahat, yang disebut 'penghancuran' karena hancurnya semua kekotoran batin; dan segera sesudahnya muncullah tingkat kesucian Arahat itu sendiri, yang di sini disebut 'pengetahuan akhir' (anna); (2) Pertama muncullah pengetahuan jalan Sotapanna, yang disebut 'penghancuran', karena hancurnya kekotoran batin yang ada bersama dengan pandangan salah; dan segera sesudahnya muncullah kemampuan pengetahuan akhir yang tetap ada sepanjang jalan tingkat kesucian Arahat. [Kembali]
21. Arahat, yang mempunyai kemampuan batin ketiga, bergembira dalam keadaan yang damai (santipada), yang merupakan Nibbana. [Kembali]
22. Menurut Kitab Komentar, para makhluk mengidentifikasikan satu atau lebih dari lima kelompok khandha sebagai 'diri/aku/ego', dan dari pandangan seperti itu mereka terus berspekulasi dalam tiga periode waktu: Apakah aku ada di masa lalu? ... setelah menjadi apa lalu menjadi apa aku di masa lalu? ... Aku akan menjadi apa di masa depan? Sedangkan di masa kini mereka berpikir : 'Dari mana dumadi ini datang, dan ke mana dumadi ini akan pergi?' (M. 2, dsb.). Konsep mengenai 'diri', mengenai suatu 'aku', merupakan kekeliruan yang mendasar. [Kembali]
23. Dia tidak salah memahami atau membayangkan bahwa ada 'diri', 'aku' permanen yang berbicara, bertindak, dan ada dalam tiga waktu. Melalui pemahaman penuh (parinna), dia telah menyadari fenomena yang bersifat tidak kekal (anicca), penderitaan (dukkha), dan bukan aku/ego (anatta). [Kembali]
24. Dia berpijak secara mantap pada Dhamma, pada Nibbana (keadaan damai), yang tidak lapuk oleh waktu (akaliko), dan berdiri di luar tiga periode waktu. [Kembali]
25. Kitab Komentar: Arahat tidak dilahirkan lagi dalam keadaan apa pun, dan dengan demikian dia tidak lagi masuk dalam lingkungan konsep yang mengaitkan identitas pribadinya. Dia telah mencapai keadaan yang tidak dapat dilukiskan, yaitu Nibbana, yang tak-berkondisi. [Kembali]
26. Syair-syair ini dan syair-syair sutta berikutnya muncul juga pada Khotbah 30 dan 31 di atas. [Kembali]
27. Di sini ada permainan kata-kata yang menjadi hilang waktu diterjemahkan: moneyya, yang diterjemahkan sebagai 'kesempurnaan', merupakan suatu keadaan dari muni, orang suci, orang yang sempurna dan diam, orang yang memiliki mona: kebijaksanaan, kendali-diri, keheningan (heningnya semua ketidak-murnian). Jadi moneyya merupakan heningnya atau tenangnya semua aktivitas (kamma) dari tubuh, ucapan dan pikiran, ketidaksempurnaan yang menyebabkan kelahiran di masa mendatang. [Kembali]
28. Dengan perkembangan moral (sila), meditasi (samadhi), dan kebijaksanaan (panna). [Kembali]
29. Yang dimaksudkan 'tertinggi' di sini adalah Brahma, yang dijelaskan dalam Kitab Komentar sebagai yang terbaik (settha), yaitu buah dari tingkat kesucian Arahat. Kitab Komentar juga menjelaskan 'Tathagata', julukan yang biasanya diperuntukkan khusus bagi Sang Buddha, pada umumnya dapat diterapkan bagi semua Arahat: seperti Arahat-Arahat lain, begitu juga (tatha) orang yang luhur ini telah datang (agata), memiliki kondisi-kondisi pendukung luar biasa yang berasal dari masa lalu, dan telah pergi (gata) ke Nibbana melalui Jalan Tengah. [Kembali]
30. Arti simbolis dari istilah-istilah ini dijelaskan dalam Khotbah 109. Untuk bhikkhuni (biarawati Buddhis), 'kaum wanita' harus diganti 'kaum pria'. M. 67 menawarkan interpretasi yang agak berbeda mengenai kiasan ini. [Kembali]
31. Pernyataan ini merupakan frase ungkapan dan kelihatannya merupakan kutipan dari sumber yang tidak diketahui, yang menjelaskan orang yang telah mencapai tujuannya. Itu juga terdapat di tempat lain, misalnya di S. 35:197/iv.175, yang dipakai untuk Arahat. Lihat Samyutta Nikaya Anthology I (BPS, Wheel No. 107/109), hal. 67. [Kembali]
32. Raja Kematian (maccuraja) merupakan nama untuk Mara. Karena tidak lagi dilahirkan, Arahat lenyap dari pandangan Mara. Dia melangkah ke luar daerah kekuasaan Mara sehingga 'Yang Jahat' tidak lagi dapat melokasikan atau mendefinisikan (membatasi, mengukur, pamana) dia. [Kembali]
33. Istilah-istilah 'pertapa' dan 'brahmana' sering muncul bersama-sama dan berarti mereka yang menjalankan kehidupan yang terlibat dengan agama. Pertapa (samana) didefinisikan sebagai orang yang telah meninggalkan kehidupan berumah-tangga dan dalam konteks India dapat disebut 'orang suci'. Brahmana adalah pandita yang mengadakan ritual dan upacara korban, biasanya seorang perumah tangga. Sang Buddha kadang-kadang disebut 'Pertapa Yang Agung' (mahasamana). [Kembali]
34. Meninggalkan nafsu (nekkhamma) di sini mengacu pada pencerapan pertama (jhana), yang merupakan jalan masuk menuju alam bentuk (rupavacara) dengan cara meninggalkan alam nafsu indria (kamavacara). Ini dicapai ketika pikirannya 'terisolasi' (vivicca) dari nafsu indria dan keadaan-keadaan lain yang tidak bajik. Yang tanpa-bentuk (aruppa) merupakan pencapaian meditatif dalam lingkup-tanpa-bentuk. 'Penghentian' (nirodha) merupakan Nibbana. [Kembali]
35. Sabbasankharassamatha adalah berhentinya semua hal-hal yang terkondisi, berhentinya seluruh keberadaan yang terkondisi; inilah Nibbana, keadaan yang tak berkondisi. [Kembali]
36. Syair yang kedua juga muncul pada Khotbah 53. [Kembali]
37. Syair kedua dan ketiga identik dengan syair Khotbah 51, tetapi ada sedikit perbedaan pada baris pertama syair kedua. [Kembali]
38. Ini merupakan lima peraturan moral, bersama dengan tiga perlindungan, yang merupakan peraturan dasar bagi perilaku dan keyakinan bagi semua umat Buddha. [Kembali]
39. Beliau sendiri memberi, dan menyuruh orang lain untuk melakukannya juga. [Kembali]
40. Tagara adalah serbuk berbau harum yang diperoleh dari semak tagara. [Kembali]
41. 'Elemen' (dhatu) di sini berarti watak atau temperamen (ajjhasaya) [Kembali]
42. Kamma: di sini berupa berbagai jenis pekerjaan, misalnya membuat jubah dan lain sebagainya. [Kembali]
43. Anavannatti adalah ingin dianggap baik oleh orang lain, suatu bentuk kesombongan atau kepongahan. [Kembali]
44. Paranuddayata. Biasanya, ini dapat diartikan memiliki simpati atau kasih-sayang pada orang-orang lain, tetapi dalam konteks ini berarti keadaan yang tidak bajik, sangat senang bergaul dan terlibat emosi dengan orang-orang lain yang mengakibatkan hilangnya kemandirian. [Kembali]
45. Bodhipakkhiyadhamma. Tujuh kelompoknya adalah: empat landasan perhatian, empat usaha benar, empat dasar pencapaian sukses, lima kemampuan batin, lima kekuatan, tujuh faktor penerangan sempurna (lihat Syair Kelompok Dua, catatan 34), dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Lihat Ledi Sayadaw, The Requisites of Enlightenment (BPS, Wheel No. 171 /174, 1971). [Kembali]
46. Kebebasan-kebijaksanaan (pannavimutti) merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan pencapaian buah dari tingkat kesucian Arahat (arahattaphala). Kebebasan pikiran (cetovimutti) adalah kebebasan Arahat dari nafsu-nafsu negatif keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kebodohan batin (moha). Lihat juga Khotbah 27 dan catatan yang menyertainya sehubungan dengan kebebasan-pikiran. [Kembali]
47. Di sini terbaca tanhi tassa na passanti yena maccuvasam vaje. Edisi PTS pasti salah pada baris ketiga, yang terbaca namassanti bukan na passanti. [Kembali]
48. Dengan alasan pencapaian jalan mulia (ariyamagga). [Kembali]
49. Opadikham. Sebagai dasar atau basis untuk kelahiran di masa depan. [Kembali]
50. Merenungkan hal-hal yang menjijikkan (asubha) berarti merefleksi tubuh jasmani dengan berbagai cara untuk mengatasi kemelekatan fisik dan nafsu indria. Metode yang paling umum adalah secara mental menganalisis tubuh jasmani menjadi 32 bagian (tradisional): rambut kepala, bulu, kuku, gigi, kulit, dsb.. Praktik perenungan kuburan juga digunakan. Lihat Vism., Bab VI dan VIII. [Kembali]
51. Praktik anapanasati, atau perhatian terhadap nafas yang masuk dan keluar merupakan cara yang paling efektif untuk mengendalikan buah-pikir yang mengembara, yang menghalangi pencapaian ketenangan dan konsentrasi. [Kembali]
52. Praktik bicara dan berpikir terhadap apa yang tidak sesuai dengan Dhamma. [Kembali]
53. Niat yang tidak jahat (avyapada). Dalam bahasa Pali, tidak seperti bahasa Inggris, kata negatif benar-benar merupakan sinonim dari imbangannya yang positif. Jadi 'tidak-kebutaan' merupakan sinonim untuk penglihatan, 'niat yang tidak jahat' merupakan sinonim untuk sikap bersahabat atau cinta kasih (metta), 'tidak keras' berarti kasih sayang, dsb.. Maka sulit untuk mendapatkan padan katanya yang persis. [Kembali]
54. Tiga hal ini disebut tiga akar yang tidak bajik (akusala mulani) dalam Khotbah 50. [Kembali]
55. Devadatta adalah saudara sepupu Sang Buddha yang berusaha menggeser posisi Sang Buddha sebagai pemimpin Sangha. Menurut Kitab Komentar, karena kesombongan pencapaiannya, Devadatta beralasan demikian: 'Sang Buddha adalah orang Sakya, saya juga orang Sakya; Sang Buddha adalah seorang pertapa, saya pun seorang pertapa; Sang Buddha memiliki kekuatan supernormal (iddhi), saya juga memiliki kekuatan super-normal; ... saya akan menjadi seorang Buddha dan mengurusi Sangha para bhikkhu.' Ketika tawaran ini gagal, dia mencoba memecah-belah Sangha dan merencanakan pembunuhan Sang Buddha. Lihat Bhikkhu Nanamoli, The Life of The Buddha, hal. 258 dst.. [Kembali]
56. 'Kemasyhuran yang rendah' mengacu pada kemampuan Devadatta dalam berbagai kekuatan supernormal, yang menyebabkan keruntuhannya. [Kembali]
57. Baris pertama syair ini diterjemahkan mengikuti edisi Burma, samanam anucinno, lebih baik dari PTS, pamadam anucinno. [Kembali]
58. Neraka yang paling mengerikan (avici-niraya) adalah neraka yang paling rendah dan paling menyakitkan dibandingkan lainnya (baik yang panas maupun yang dingin). [Kembali]
59. Aggappasada adalah keyakinan, kepercayaan, pengabdian yang tertinggi (utama, terbaik). [Kembali]
60. Memungkinkan seseorang memasuki jalan mulia (ariyamagga), dan dengan demikian memperoleh pembebasan. [Kembali]
61. 'Keadaan-keadaan' adalah dhamma, semua fenomena yang ada, hanya Nibbana saja yang merupakan keadaan tak-berkondisi (asankhata). [Kembali]
62. Masing-masing dari empat macam murid suci dianggap berada pada Sang Jalan (magga), atau telah mencapai buah (phala) dari Sang Jalan itu; jadi terdapat empat pasang makhluk atau delapan individu. [Kembali]
63. Pindolya (secara harfiah berarti makanan berbentuk bola atau gumpalan) yang berarti makanan pemberian yang dikumpulkan seorang bhikkhu dari rumah ke rumah. [Kembali]
64. Syair ini muncul juga dalam Khotbah 48. Edisi Burma juga mencakupkan di sini syair pendahulu Khotbah 48, walaupun edisi PTS yang saya ikuti tidak mencantumkannya. [Kembali]
65. Nibbuto berarti padam atau mendingin. Orang telah memadamkan tiga api dari nafsu, kebencian dan kebodohan batin (lihat Khotbah 93), telah mencapai Nibbana, keadaan kepunahan atau telah 'dipadamkan'. [Kembali]
66. Macce adalah mereka yang terkena kematian (maccu) dan kelahiran kembali; atau mereka yang berada dalam ayunan Mara, Yang Jahat, dan maccuraja, Raja Kematian. [Kembali]
67. Sakkaya adalah kelompok faktor-faktor yang membentuk keberadaan pribadi, yang dipahami oleh orang bodoh sebagai sesuatu yang kekal, menyenangkan, dan 'diri/aku/ego'. Ini diidentifikasikan sebagai lima khandha kemelekatan (upadanakkhandha). [Kembali]
68. Ini adalah empat alam kelahiran yang jelek. Alam asura - alam selain tiga alam kehidupan menyedihkan yang biasa - merupakan alam raksasa atau makhluk halus berbadan besar yang dipenuhi oleh dorongan untuk menguasai. [Kembali]
69. Lihat di atas, catatan 50. [Kembali]
70. Penembusan (nibbedha) adalah pemahaman langsung mengenai Empat Kebenaran Mulia. Lihat syair dalam Khotbah 41. [Kembali]
71. Di dalam Uddesavibhanga Sutta (M. 138), pernyataan Sang Buddha yang sangat padat ini diterjemahkan oleh Yang Mulia Mahakaccana dan membentuk pokok bahasan khotbah ini. Secara ringkas, 'secara eksternal tidak terbelokkan' berarti menjaga indria sehingga pikiran tidak dikuasai dan dihanyutkan oleh berbagai macam rincian pandangan, pendengaran, dsb. yang tertangkap indria. 'Secara internal tidak terpaku' berarti tidak terpukau oleh kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha), dsb., yang dialami dalam jhana-jhana. Rasa terpukau semacam ini merupakan suatu bentuk nafsu keinginan (tanha) yang halus, yang menuju pada kemelekatan, dumadi, kelahiran dsb., yaitu menuju seluruh proses penderitaan di masa depan dan kesinambungan samsara. Yang menyelidik (memeriksa, menjelajahi) pengalaman-pengalaman ini adalah praktik meditasi pandangan terang (vipassanabha vana). [Kembali]
72. Tujuh ikatan (sanga) adalah: kemelekatan, pandangan, kesombongan, kemarahan, ketidak-tahuan, kekotoran batin dan perilaku salah. 'Tali'nya adalah tali dumadi (bhavanetb), yaitu nafsu akan dumadi. Lihat Kelompok Dua, catatan 29. [Kembali]
73. Manusia dan kebanyakan dewa dikelilingi oleh objek-objek yang dapat menjadi objek nafsu -- inilah cara pertama. Cara yang kedua dan ketiga mengacu pada dua kelompok dewa di dalam alam indria (kamadhatu): dewa nimmanarati (yaitu 'dewa-dewa yang bersukacita di dalam ciptaan-ciptaan mereka sendiri'), dan dewa parinimmita-vasavatti ('mereka yang membantu menyempurnakan apa yang telah diciptakan oleh yang lain'). Syair itu juga menyebutkan 'mereka yang menikmati objek-objek indria'; menurut Kitab Komentar, ini mengacu pada beberapa makhluk di dalam alam keberadaan di bawah manusia, seperti misalnya alam binatang. [Kembali]
74. Edisi PTS menghilangkan baris ini dan baris berikutnya (samsaram nativattare/etam adinavam natva). Terjemahan ini mengikuti edisi Burma. [Kembali]
75. Walaupun menyenangkan, kesenangan-kesenangan indria terikat pada bahaya (adinava) karena kesenangan-kesenangan itu tidak kekal, dan tidak pernah sepenuhnya memuaskan. Jadi kesenangan-kesenangan itu menyebabkan frustasi dan kesinambungan 'lingkaran'. 'Bahaya' di dalam kesenangan-kesenangan itu harus dilihat sebagai kebenaran mulia tentang penderitaan. [Kembali]
76. Ikatan nafsu indria itulah yang mengikat para makhluk hidup pada alam lingkup-indria (kamadhatu), dan ikatan nafsu untuk dumadilah yang mengikat makhluk pada samsara. Mereka semua, dari yang duniawi sampai Sakadagami (yang terlahir sekali lagi) masih terikat kedua ikatan ini; Anagami (yang tidak terlahir lagi) telah menghapus ikatan indria tetapi belum menghapus ikatan dumadi. Arahat telah menghapus kedua ikatan itu. [Kembali]
77. Patimokkha, peraturan-peraturan disiplin etik-moral Sangha para bhikkhu. [Kembali]
78. Lihat Khotbah 82 dan catatan 45. [Kembali]
79. Mengenai 'Kesemuanya' lihat Khotbah 7 dan Kelompok Satu, catatan 5. Baris terakhir juga muncul di dalam Khotbah 66 dan 68. [Kembali]
80. Kitab Komentar menjelaskan bahwa syair pertama mengacu kepada pemberian benda-benda materi. Syair kedua - dengan disebutkannya 'menyatakan' dan 'mendengarnya'- mengacu pada pemberian Dhamma. [Kembali]
81. Lapitalapana. Sang Buddha mengacu secara apa adanya kepada praktik-praktik para brahmana yang menghafalkan dan pandai mengulang kitab-kitab Veda. Pengetahuan berunsur tiga (tevijja) secara tradisional berarti pengetahuan mengenai tiga Veda, tetapi oleh Sang Buddha hal ini didefinisikan lagi dari sudut pandang Dhamma sebagai pengetahuan yang menuju pada pencerahan dan pembebasan dari lingkaran kelahiran. Berbicara penuh bujuk rayu atau penuh 'tepukan-tepukan' merupakan cara seorang pengemis untuk membujuk orang agar memberikan sedekah. [Kembali]