Rabu, 24 Maret 2010

TIKA

KELOMPOK TIGA
50. Akar

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga akar kejahatan."
"Apakah tiga akar itu?"
"Akar kejahatan keserakahan, akar kejahatan, kebencian, dan akar kejahatan kebodohan batin. Itulah ketiganya."
Keserakahan, kebencian dan kebodohan batin,
Yang muncul dari dalam dirinya,
Akan merugikan orang yang berpikiran jahat,
Seperti buah bambu menghancurkan
Tumbuhnya pohon itu sendiri. [1]

51. Elemen - elemen

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga elemen."
"Apakah tiga elemen itu?"
"Elemen bentuk, elemen tanpa bentuk, dan elemen penghentian. [2] Itulah ketiganya."
Dengan sepenuhnya memahami elemen bentuk
Dan tidak melekat pada elemen tanpa-bentuk,
Mereka terbebas, masuk ke dalam penghentian
Dan meninggalkan Kematian jauh di belakangnya. [3]
Setelah menyentuh sendiri [4]
Elemen tanpa-kematian yang bebas dari kemelekatan,
Setelah mewujudkan pembebasan
Dari kemelekatan, setelah semua nodanya hilang,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna menyatakan,
Keadaan tanpa-kesusahan yang kosong, tanpa noda.

52. Perasaan (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam perasaan."
"Apakah tiga perasaan itu?"
"Perasaan yang menyenangkan, perasaan yang menyakitkan, serta perasaan yang bukan-menyenangkan-pun-bukan-menyakitkan. Itulah ketiganya."
Seorang siswa Sang Buddha,
Yang terkonsentrasi, mengerti dengan jelas,
Dan penuh perhatian, akan mengetahui perasaan
Serta asal mula perasaan,
Di mana perasaan berhenti dan Jalan
Yang menuju pada hancurnya perasaan secara total. [5]
Dengan hancurnya perasaan-perasaan, seorang bhikkhu
Tanpa kerinduan, telah mencapai Nibbana.

53. Perasaan (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam perasaan."
"Apakah tiga perasaan itu?"
"Perasaan yang menyenangkan, perasaan yang menyakitkan, serta perasaan yang bukan-menyenangkan-pun-bukan-menyakitkan. Itulah ketiganya."
"Wahai para bhikku, perasaan yang menyenangkan harus dilihat sebagai penderitaan, [6] perasaan yang menyakitkan harus dilihat sebagai anak panah, perasaan yang bukan-menyenangkan-pun-bukan-menyakitkan harus dilihat sebagai ketidak-kekalan."
"Wahai para bhikkhu, jika seorang bhikkhu telah melihat ketiga perasaan sedemikian ini, dia dapat dikatakan sebagai orang mulia yang telah melihat dengan benar. Dia telah memutus nafsu keinginan serta menghancurkan belenggu. Dan dengan sepenuhnya memahami kesombongan, dia telah mengakhiri penderitaan."
Dia melihat kesenangan sebagai penderitaan
Dan melihat rasa sakit sebagai anak panah.
Dia melihat perasaan damai sebagai ketidak-kekalan
Yang bukan menyenangkan dan bukan menyakitkan.
Bhikkhu yang melihat dengan benar seperti ini
Dengan demikian akan sepenuhnya terbebas.
Mantap dalam pengetahuan, penuh damai,
Orang bijaksana seperti itu telah mengatasi semua ikatan.

54. Pencarian (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam pencarian." [7]
"Apakah tiga pencarian itu?"
"Mencari pemuasan indria, mencari dumadi, dan mencari kehidupan suci. [8] Itulah ketiganya."
Seorang siswa Sang Buddha,
Yang terkonsentrasi, mengerti dengan jelas,
Dan penuh perhatian, akan mengetahui pencarian
Serta asal mula pencarian,
Di mana pencarian berhenti dan Jalan
Yang menuju pada hancurnya pencarian secara total.
Dengan hancurnya pencarian, seorang bhikkhu
Tanpa kerinduan, telah mencapai Nibbana.

55. Pencarian (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam pencarian ..."
Pencarian nafsu indria, pencarian dumadi,
Pencarian kehidupan suci bagi seseorang
Yang mempertahanhan suatu pandangan
Dan memegangnya erat-erat sebagai kebenaran
Adalah penumpukan kekotoran batin.
Bagi seorang bhikkhu yang sama sekali tidak bernafsu
Dan terbebas lewat hancurnya nafsu keinginan,
Pencarian telah dilepaskan
Dan pandangan-pandangan telah tercabut akarnya.
Dengan hancurnya pencarian, seorang bhikkhu
Terbebas dari nafsu keinginan dan keraguan.

56. Noda-noda (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam noda."
"Apakah tiga noda itu?"
"Noda nafsu indria, noda dumadi, dan noda ketidaktahuan. Itulah ketiganya."
Seorang siswa Sang Buddha,
Yang terkonsentrasi, mengerti dengan jelas
Dan penuh perhatian, akan mengetahui noda-noda
Serta asal mula noda,
Di mana noda berhenti serta Jalan
Yang menuju pada hancurnya noda secara total.
Dengan hancurnya noda-noda itu, seorang bhikkhu
Tanpa kerinduan, telah mencapai Nibbana.

57. Noda-noda (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam noda..."
Bagi orang yang telah menghancurkan noda nafsu keinginan
Akan kesenangan-kesenangan indria,
Yang sudah melenyapkan ketidaktahuan
Dan menghapus noda-noda dumadi
Orang seperti itu telah terbebas dari kemelekatan.
Setelah menaklukkan Mara dan bala tentaranya, [9]
Dia menanggung tubuh terakhirnya.

58. Nafsu Keinginan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam nafsu keinginan."
"Apakah tiga macam nafsu itu?"
"Nafsu keinginan terhadap kesenangan-kesenangan indria, nafsu keinginan terhadap dumadi, dan nafsu keinginan terhadap tidak-dumadi. Itulah ketiganya."
Mereka yang dibelenggu oleh ikatan nafsu keinginan,
Yang pikirannya dipenuhi kesukaan menjadi ini atau itu,
Adalah orang yang dibelenggu oleh Mara
Yang tidak terbebas dari ikatan.
Makhluk seperti itu terus berada dalam samsara,
Berjalan dari kelahiran menuju kematian.
Tetapi mereka yang sudah memutus nafsu keinginan,
Terbebas dari nafsu keinginan untuk menjadi ini atau itu,
Setelah mencapai penghancuran noda-noda,
Walaupun masih di dunia ini, namun telah melampauinya.

59. Kerajaan Mara

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, dengan memiliki tiga hal, seorang bhikkhu telah melampaui kerajaan Mara [10] dan bersinar bagaikan matahari."
"Apakah tiga hal itu?"
"Di sini seorang bhikkhu memiliki kualitas kesusilaan orang yang bukan-pelajar, [11] kualitas meditasi orang yang bukan-pelajar, dan kualitas kebijaksanaan orang yang bukan-pelajar. [12] Itulah ketiga hal yang jika dimiliki seorang bhikkhu, maka dia telah melampaui kerajaan Mara dan bersinar bagaikan matahari."
Orang yang telah sepenuhnya mengembangkan di dalam dirinya
Kesusilaan, meditasi, dan kebijaksanaan -
Ketika melampaui kerajaan Mara,
Dia bersinar terang bagaikan matahari.

60. Ladang untuk Menanam Jasa

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga ladang untuk menanam jasa."
"Apakah tiga ladang itu?"
"Ladang untuk menanam jasa lewat dana, ladang untuk menanam jasa lewat kesusilaan, ladang untuk menanam jasa lewat pengembangan batin. Itulah ketiganya."
Orang harus melatih diri dalam perbuatan jasa
Yang membuahkan kebahagiaan nan berlangsung lama:
Kedermawanan, kehidupan yang seimbang,
Pengembangan pikiran yang penuh cinta kasih.
Dengan mengembangkan tiga hal, yakni
Perbuatan-perbuatan yang membuahkan kebahagiaan ini, Orang bijaksana dilahirkan dalam suka cita
Di alam bahagia yang tidak terganggu [13]

61. Mata

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam mata."
"Apakah tiga mata itu?"
"Mata daging, mata dewa, dan mata kebijaksanaan. [14] Wahai bhikkhu, itulah ketiganya."
Mata daging, mata dewa,
Dan mata kebijaksanaan yang tiada bandingnya-
Ketiga mata ini dijelaskan
Oleh Sang Buddha, yang tertinggi di antara manusia.
Munculnya mata daging
Merupakan jalan menuju mata dewa, [15]
Tetapi mata kebijaksanaan yang tiada bandingnya
Adalah mata yang menyebabkan munculnya pengetahuan.
Dengan memperoleh mata seperti ini
Orang terbebas dari semua penderitaan. [16]

62. Kemampuan Batin

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam kemampuan batin." [17]
"Apakah tiga kemampuan itu?"
"Kemampuan kepastian: 'Akhirnya saya pasti akan mengetahui apa yang belum pernah saya ketahui sebelumnya'; kemampuan pengetahuan akhir; dan kemampuan orang yang akhirnya telah mengetahui. [18] Itulah ketiganya."
Bagi orang yang sedang berlatih
Sesuai dengan jalan langsung, [19]
Pengetahuan akan penghancuran muncul lebih dahulu,
Dan pengetahuan akhir segera mengikutinya. [20]
Terbebas lewat pengetahuan akhir itu,
Dengan menghancurkan belenggu-belenggu dumadi
Orang yang tenang memiliki kepastian:
'Tak tergoyahkan sudah pembebasanku.'
Karena memiliki kemampuan batin ini,
Orang yang damai bergembira di dalam keadaan yang damai. [21]
Setelah menaklukkan Mara dan kelompoknya,
Dia hanya menanggung tubuh jasmani terakhirnya.

63. Masa

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, inilah tiga macam masa."
"Apakah tiga masa itu?"
"Masa lampau, masa depan, dan masa kini. Wahai para bhikkhu, inilah ketiganya."
Dengan memahami apa yang dapat diutarakan lewat konsep
Para makhluk mempertahankan apa yang diutarakan [22]
Karena tidak sepenuhnya memahami yang diutarakan,
Mereka masuk ke dalam belenggu Kematian.
Tetapi dengan sepenuhnya memahami apa yang diutarakan
Orang tidak akan salah mengerti si pembicara. [23]
Pikirannya telah mencapai kebebasan,
Suatu keadaan damai yang tiada bandingnya.
Dengan memahami apa yang diutarakan,
Orang yang damai bergembira di dalam keadaan yang damai.
Berpijak pada Dhamma, [24] sempurna dalam pengetahuan,
Dia menggunakan konsep dengan bebas
Namun tidak lagi memasuki jajaran konsep [25]

64. Tindakan Salah

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam tindakan salah."
"Apakah tiga tindakan itu?"
"Tindakan salah lewat tubuh, tindakan salah lewat ucapan, dan tindakan salah lewat pikiran. Itulah ketiganya."
Setelah melakukan tindakan salah
Lewat tubuh, tindakan salah lewat ucapan,
Tindakan salah lewat pikiran dan apa pun
Lainnya yang merupakan kesalahan -
Tidak melakukan tindakan yang baik
Dan telah melakukan banyak tindakan jahat -
Ketika tubuhnya hancur
Orang tolol itu terlahir kembali di alam neraka. [26]

65. Tindakan yang Baik

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam tindakan yang baik."
"Apakah tiga tindakan itu?"
"Tindakan baik lewat tubuh, tindakan baik lewat ucapan, dan tindakan baik lewat pikiran. Itulah ketiganya."
Setelah meninggalkan tindahan salah
Lewat tubuh, tindakan salah lewat ucapan,
Tindakan salah lewat pikiran dan apa pun
Lainnya yang merupakan kesalahan -
Tidak melakukan tindakan yang buruk
Dan telah melakukan banyak tindakan baik -
Ketika tubuhnya hancur
Orang bijaksana itu terlahir kembali di alam surga.

66. Kemurnian

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam kemurnian."
"Apakah tiga kemurnian itu?"
"Kemurnian fisik, kemurnian ucapan, dan kemurnian pikiran. Itulah ketiganya."
Murni secara fisik, murni dalam ucapan,
Murni dan tak ternoda secara mental -
Orang suci yang memiliki kemurnian seperti ini
Disebut orang yang telah meninggalkan semuanya.

67. Kesempurnaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam kesempurnaan."
"Apakah tiga kesempurnaan itu?"
"Kesempurnaan fisik, kesempurnaan ucapan, dan kesempurnaan pikiran. Itulah ketiganya."
Sempurna secara fisik, sempurna dalam ucapan,
Sempurna dan tak ternoda secara mental;
Orang bijaksana yang memiliki kesempurnaan seperti ini [27]
Disebut orang yang telah bersih dari kejahatan.

68. Kemelekatan (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, bila dalam diri seseorang kemelekatan belum ditinggalkan, kebencian belum ditinggalkan, kebodohan belum ditinggalkan, maka orang ini dikatakan berada dalam belenggu Mara; dia terperangkap dalam jerat Mara, dan berada dalam kekuasaan Yang Jahat."
"Wahai para bhikkhu, bila dalam diri seseorang kemelekatan telah ditinggalkan, kebencian telah ditinggalkan, kebodohan telah ditinggalkan, maka orang ini dapat dikatakan telah terbebas dari belenggu Mara; dia telah membuang jerat Mara, dan tidak lagi berada dalam kekuasaan Yang Jahat."
Orang yang telah menghancurkan kemelekatan
Beserta kebencian dan kebodohan
Disebut orang yang batinnya telah berkembang, [28]
Sang Tathagata, Yang Tertinggi, [29]
Yang Terjaga, yang telah melampaui permusuhan dan ketakutan,
Orang yang telah meninggalkan semuanya.

69. Kemelekatan (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, bila di dalam diri seorang bhikkhu atau bhikkhuni kemelekatan belum ditinggalkan, kebencian belum ditinggalkan, kebodohan belum ditinggalkan, maka orang ini dikatakan belum menyeberangi samudra dengan debur ombaknya, pusarannya, ikan hiunya, dan makhluk-makhluk jahatnya." [30]
"Tetapi bila di dalam diri seorang bhikkhu atau bhikkhuni kemelekatan telah ditinggalkan, kebencian telah ditinggalkan, kebodohan telah ditinggalkan, maka orang itu dapat dikatakan telah menyeberangi samudra dengan debut ombaknya, pusarannya, ikan hiunya, serta makhluk-makhluk jahatnya, Orang itulah yang dikatakan: 'Setelah menyeberangi, setelah melampaui, brahmana itu berdiri di daratan yang kering.' " [31]
Orang yang telah menghancurkan kemelekatan
Beserta kebencian dan kebodohan
Berarti telah menyeberangi samudra ini
Dengan ikan hiu dan makhluk jahatnya,
Serta gelombang mengerikan yang sangat sulit diseberangi.
Dia telah mengatasi setiap ikatan,
Telah meninggalkan Kematian di belakangnya,
Menjadi terbebas dari kemelekatan,
Meninggalkan penderitaan dan pembaharuan dumadi.
Setelah lenyap, dia tak dapat didefinisikan,
demikian kukatakan -
Dia telah mengalahkan Raja Kematian. [32]

70. Pandangan Salah

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk yang melakukan tindakan yang salah lewat tubuh, ucapan dan pikiran, yang memfitnah orang-orang suci, mengukuhi pandangan salah dan melakukan berbagai macam tindakan berdasarkan pandangan salah mereka."
"Makhluk-makhluk itu, ketika tubuhnya hancur, terlahir lagi setelah kematian dalam keadaan menderita, alam yang buruk, keadaan kehancuran, di alam neraka."
"Ini kukatakan, wahai para bhikkhu, bukan karena mempelajarinya dari pertapa atau brahmana lain. [33] Karena telah kuketahui sendiri, kulihat sendiri dan kuamati sendiri maka kukatakan: 'Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk yang melakukan tindakan salah lewat tubuh, ucapan dan pikiran ... terlahir lagi setelah kematian dalam keadaan yang menderita ... di alam neraka.' "
Seorang individu
Yang memiliki pikiran yang terarah salah,
Yang berucap salah
Dan melakukan tindakan yang salah,
Orang yang sedikit pengetahuannya,
Yang banyak bertindak tercela dalam kehidupan yang pendek ini-
Ketika tubuhnya hancur
Orang tolol itu terlahir kembali di alam neraka.

71. Pandangan Benar

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk yang berlatih melakukan tindakan yang baik lewat tubuh, ucapan dan pikiran, yang tidak memfitnah orang-orang suci, yang mengukuhi pandangan benar, dan melakukan berbagai tindakan berdasarkan pandangan benar mereka. Makhluk-makhluk itu, ketika tubuhnya hancur, terlahir lagi setelah kematian di alam yang baik, alam surgawi."
"Ini kukatakan, wahai para bhikkhu, bukan karena mempelajarinya dari pertapa atau brahmana lain. Karena telah kuketahui sendiri, kulihat sendiri dan kuamati sendiri maka kukatakan: 'Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk yang berlatih melakukan tindakan yang baik lewat tubuh, ucapan dan pikiran ... terlahir lagi setelah kematian di alam yang baik, alam surga.' "
Seorang individu
Yang memiliki pikiran yang terarah benar,
Yang berucap benar
Dan melakukan tindakan yang benar,
Orang yang luas pengetahuannya,
Yang banyak berbuat jasa dalam kehidupan yang pendek ini -
Ketika tubuhnya hancur
Orang bijaksana itu terlahir kembali di alam surga.

72. Jalan Keluar

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga elemen jalan keluar."
"Apakah tiga elemen itu?"
"Keluar dari nafsu indria, yakni meninggalkan keduniawian; keluar dari bentuk, yakni yang tanpa-bentuk; dan keluar dari apa pun yang sudah ada, yang terkondisi dan muncul karena ketergantungan, yakni: penghentian." [34]
"Wahai para bhikkhu, itulah tiga elemen jalan keluar."
Setelah mengetahui jalan keluar dari nafsu indria
Dan mengatasi bentuk-bentuk,
Orang yang semangatnya selalu menyala
Akan mencapai penghentian dari semua bentukan. [35]
Bhikkhu yang melihat dengan benar seperti itu
Akan dapat keluar dengan baik.
Sempurna dalam pengetahuan, damai,
Orang bijaksana itu telah mengatasi semua ikatan. [36]

73. Lebih Damai

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, alam tanpa-bentuk adalah lebih damai daripada alam bentuk, sedangkan penghentian adalah lebih damai daripada alam tanpa-bentuk."
Para makhluk yang mencapai alam bentuk
Dan yang terlahir di alam tanpa bentuk,
Jika mereka tidak mengenal penghentian
Akan kembali ke pembaharuan dumadi.
Mereka yang sepenuhnya memahami bentuk-bentuk
Tanpa terjerat dalam alam tanpa bentuk,
Akan terlepas dan menuju penghentian
Serta meninggalkan kematian jauh di belakangnya.
Setelah menyentuh sendiri
Elemen tanpa-kematian yang bebas dari kemelekatan,
Setelah mewujudkan pembebasan
Dari kemelekatan, setelah semua nodanya hilang,
Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna menyatakan
Keadaan tanpa penderitaan yang kosong, tanpa noda. [37]

74. Anak

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam anak di dunia ini."
"Apakah tiga macam itu?"
"Anak yang berkualitas tinggi, anak yang berkualitas serupa, dan anak yang berkualitas rendah."
"Apakah anak yang berkualitas tinggi itu?"
"Dalam hal ini, seorang anak memiliki ibu dan ayah yang tidak berlindung dalam Buddha, Dhamma, dan Sangha; serta tidak menjalankan lima peraturan moral (membunuh, mencuri, berzinah, berkata tidak benar, dan minum minuman keras); [38] tidak luhur, dan berperilaku buruk. Walaupun demikian, anaknya berlindung dalam Buddha, Dhamma, dan Sangha; menjalankan lima peraturan moral (tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berzinah, tidak berkata tidak benar, tidak minum minuman keras); luhur, dan berperilaku baik. Wahai para bhikkhu, inilah anak yang berkualitas tinggi."
"Wahai para bhikkhu, apakah anak yang berkualitas serupa?"
"Dalam hal ini, seorang anak memiliki ibu dan ayah yang telah berlindung dalam Buddha,...; menjalankan lima peraturan moral (tidak membunuh, ...); luhur, dan berperilaku baik. Demikian juga anaknya adalah orang yang telah berlindung dalam Buddha, ...; menjalankan lima peraturan moral (tidak membunuh, ... ); luhur, dan berperilaku baik. Inilah, wahai para bhikkhu, anak yang berkualitas serupa."
"Wahai para bhikkhu, apakah anak yang berkualitas rendah?"
"Dalam hal ini, seorang anak memiliki ibu dan ayah yang berlindung dalam Buddha, ...; menjalankan lima peraturan moral (tidak membunuh, ...); luhur, dan berperilaku baik. Tetapi anaknya tidak berlindung dalam Buddha,...; tidak menjalankan lima peraturan moral (membunuh, ...); tidak luhur, dan tidak berperilaku baik. Inilah, wahai para bhikkhu, anak yang berkualitas rendah."
"Wahai para bhikkhu, demikianlah tiga macam anak yang ada di dunia ini."
Orang bijaksana menginginkan anak
Yang berkualitas tinggi atau serupa.
Mereka tidak menginginkan anak
Yang berkualitas rendah, yang akan
Menjadi aib bagi keluarga.
Tetapi di dunia ini, anak seperti itu
Yang merupakan umat awam yang berbakti,
Yang kuat dalam keyakinan dan keluhuran,
Dermawan, tidak egois,
Akan bersinar terang di antara orang banyak,
Bagaikan rembulan yang bebas dari awan.

75. Awan Tanpa Hujan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam orang di dunia sini."
"Apakah tiga macam itu?"
"Orang yang bagaikan awan tanpa hujan, orang yang bagaikan hujan lokal, dan orang yang bagaikan hujan di mana-mana."
"Seperti apakah orang yang bagaikan awan tanpa hujan?"
"Dalam hal ini, orang itu tidak memberi kepada siapa pun. Dia tidak memberi makanan, minuman, pakaian, kendaraan, bunga-bungaan, pengharum, minyak, tempat tidur, tempat bernaung, dan lampu kepada para pertapa dan brahmana, kepada orang yang miskin, kepada orang yang terlantar dan membutuhkan. Orang semacam ini bagaikan awan tanpa hujan."
"Wahai para bhikkhu, seperti apakah orang yang bagaikan hujan lokal?"
"Dalam hal ini, orang itu memberi kepada beberapa orang tetapi tidak memberi kepada yang lain. Dia hanya memberikan makanan, minuman, pakaian, kendaraan, bunga-bungaan, pengharum, minyak, tempat tidur, tempat bernaung, dan lampu kepada beberapa pertapa dan brahmana, kepada beberapa orang yang miskin, kepada beberapa orang yang terlantar dan membutuhkan, tetapi tidak memberikannya kepada yang lain. Inilah orang bagaikan hujan lokal."
"Wahai para bhikkhu, seperti apakah orang yang bagaikan hujan di mana-mana?"
"Dalam hal ini, orang itu memberi kepada semuanya. Dia memberikan makanan, minuman, pakaian, kendaraan, bunga-bungaan, pengharum, minyak, tempat tidur, tempat bernaung, dan lampu kepada semua pertapa dan brahmana, kepada orang yang miskin, kepada orang yang terlantar dan yang membutuhkan. Inilah orang yang bagaikan hujan di mana-mana."
"Wahai para bhikkhu, demikianlah tiga macam orang yang ada di dunia ini."
Tidak kepada para pertapa maupun brahmana
Tidak juga kepada yang miskin dan terlantar
Dia membagikan simpanan
Makanan, minuman dan barang-barangnya;
Orang yang dasarnya seperti itu disebut
'Orang yang bagaikan awan tanpa hujan'.
Kepada beberapa orang dia tidak memberi,
Kepada beberapa orang dia menawarkan dana makanan;
Oleh para bijaksana orang seperti itu disebut
'Orang yang bagaikan hujan lokal'.
Orang yang dikenal karena kebesaran hatinya,
Yang mengasihi semua makhluk,
Membagikan dana dengan senang hati.
'Beri! Beri!' katanya. [39]
Bagaikan awan yang tebal
Yang menggelegar mencurahkan hujan
Mengisi bagian yang rata dan cekung,
Membasahi bumi dengan air,
Seperti itulah orang ini.
Setelah dengan benar mengumpulkan kekayaan
Yang dia peroleh dengan usahanya sendiri,
Dia memberikan cukup makanan dan minuman
Pada makhluk apa pun yang membutuhkan.

76. Mencari Kebahagiaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, karena bercita-cita memperoleh tiga jenis kebahagiaan ini, orang bijaksana akan menjaga perilaku yang luhur."
"Apakah tiga jenis itu?"
"Karena bercita-cita: 'Semoga nama baik datang kepadaku.' orang bijaksana harus menjaga perilaku yang luhur. Karena bercita-cita: 'Semoga aku menjadi kaya.' orang bijaksana harus menjaga perilaku yang luhur. Karena bercita-cita: 'Bila tubuh jasmani ini hancur pada waktu kematian, semoga aku dilahirkan lagi di alam yang baik, di alam surga.' orang bijaksana harus menjaga perilaku yang luhur."
Orang bijaksana harus menjaga keluhurannya,
Untuk memperoleh tiga jenis kebahagiaan:
Nama baik, memperoleh kekayaan,
Bersuka-cita di alam surga setelah kehidupan ini.
Jika orang yang tidak melakukan kejahatan
Bergaul dengan yang melakukan kejahatan,
Dia dicurigai melakukan yang jahat
Dan nama buruknya berkembang.
Orang macam apa yang dijadikan teman,
Siapa yang diajaknya bergaul,
Dia akan menjadi sama kualitasnya,
Menjadi seperti temannya itu.
Pengikut dan yang diikuti,
Orang yang menghubungi dan yang dihubungi,
Adalah bagaikan anak panah berlapis racun
Yang mencemari wadah yang membungkusnya;
Karena takut tercemar, orang bijaksana
Selayaknya tidak memiliki teman yang jahat.
Orang yang mengikat ikan yang busuk
Dengan beberapa helai rumput-kusa
Akan membuat rumput-kusa itu berbau busuk;
Begitu pula orang yang mengikuti orang bodoh.
Sebaliknya, orang yang membungkus bubuk tagara [40]
Dengan dedaunan yang lebar
Akan membuat daun itu berbau harum;
Begitu pula orang yang mengikuti orang bijaksana.
Maka seperti halnya daun itu,
Dengan memahami akibatnya untuk diri sendiri,
Seharusnya orang yang tidak luhur tidak diikuti,
Orang bijaksana harus mengikuti orang luhur.
Orang yang tidak luhur membawa orang ke alam neraka,
Yang luhur membantu orang sampai ke alam surga.

77. Mudah Lapuk

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikku, tubuh ini mudah lapuk, kesadaran pun memiliki sifat terurai, dan semua objek kemelekatan bersifat tidak kekal, tidak memuaskan, dan terkena perubahan."
Setelah mengerti bahwa tubuh ini mudah lapuk
Dan kesadaran pasti terurai,
Setelah melihat rasa takut akan objek-objek kemelekatan,
Dia telah meninggalkan kelahiran dan kematian;
Setelah mencapai kedamaian tertinggi,
Dengan pikiran yang tenang dia menanti waktunya tiba.

78. Elemen-elemen yang Sama

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, sesuai dengan elemen-elemen yang samalah para makhluk bergaul dan berkumpul. [41] Makhluk-makhluk yang memiliki watak yang rendah akan bergaul dan berkumpul dengan makhluk yang memiliki watak yang rendah. Makhluk-makhluk yang memiliki watak yang baik akan bergaul dan berkumpul dengan makhluk yang memiliki watak yang baik. Demikianlah hal itu di masa lampau, demikian di masa yang akan datang, dan demikian pula di masa kini."
Nafsu yang terlahir dari pergaulan
Akan terputus bila tidak bergaul.
Bagaikan orang yang menaiki selembar kayu
Akan tenggelam di samudera yang luas,
Demikian pula orang yang memiliki kehidupan yang luhur
Tenggelam karena bergaul dengan seorang pemalas.
Oleh karenanya, hindarilah orang yang malas,
Yang tidak banyak berusaha.
Hiduplah dengan mereka yang berdiam di tempat sunyi,
Orang-orang suci yang teguh hati dan bermeditasi,
Yang selalu bersemangat dan bijaksana.

79. Keruntuhan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga hal yang menyebabkan runtuhnya bhikkhu yang sedang belajar."
"Apakah tiga hal itu?"
"Dalam hal ini, bhikkhu yang sedang belajar menikmati berbagai kesibukan, [42] suka kesibukan, senang bermanja-manja dalam kesibukan. Dia menikmati gosip, suka gosip, senang bermanja-manja dalam gosip. Dia menikmati tidur, suka tidur, dan senang bermanja-manja dalam tidur. Inilah tiga hal yang menyebabkan runtuhnya bhikkhu yang sedang belajar."
"Wahai para bhikkhu, ada tiga hal yang melindungi bhikkhu yang sedang belajar dari keruntuhan."
"Apakah tiga hal itu?"
"Dalam hal ini, bhikkhu yang sedang belajar tidak menikmati kesibukan, tidak suka kesibukan, tidak senang bermanja-manja dalam kesibukan. Dia tidak menikmati gosip, tidak suka gosip, tidak senang bermanja-manja dalam gosip. Dia tidak menikmati tidur, tidak suka tidur, tidak senang bermanja-manja dalam tidur. Inilah tiga hal yang melindungi bhikkhu yang sedang belajar dari keruntuhan."
Bhikkhu yang menikmati kesibukan,
Yang gelisah, suka gosip dan tidur,
Tidak akan pernah dapat mencapai
Pencerahan yang agung.
Maka biarlah dia membatasi tugas-tugasnya,
Meninggalkan kemalasan dan kegelisahan;
Bhikkhu seperti itu akan dapat mencapai
Pencerahan yang agung.

80. Buah Pikir yang Tidak Bermanfaat

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam buah pikir yang tidak bermanfaat."
"Apakah tiga macam itu?"
"Buah pikir mengenai tidak mau dihina; [43] buah pikir mengenai keuntungan, kehormatan, dan kemasyuran; buah pikir mengenai keterlibatan dalam urusan-urusan orang lain." [44]
"Wahai para bhikkhu, itulah tiga macam buah pikir yang tidak bermanfaat."
Orang yang berkeinginan tidak mau dihina,
Menginginkan keuntungan, kehormatan, dan harga diri,
Dan yang senang bila ada teman,
Akan jauh dari hancurnya belenggu.
Tetapi setelah meninggalkan anak dan sanaknya,
Kehidupan keluarga dan harta bendanya,
Bhikkhu seperti itu akan dapat mencapai
Pencerahan yang agung.

81. Penghormatan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, aku telah melihat makhluk-makhluk, yang pikirannya dipenuhi keinginan menerima penghormatan. Karena itulah, ketika tubuhnya hancur setelah kematian, ia terlahir dalam keadaan menderita, di alam yang buruk, alam kehancuran, alam neraka."
"Aku telah melihat makhluk-makhluk, yang pikirannya dipenuhi keinginan tidak menerima penghormatan. Karena itulah ...."
".... Aku telah melihat makhluk-makhluk, yang pikirannya dipenuhi keinginan menerima penghormatan dan (kemudian) tidak menerima penghormatan. Karena itulah, ketika tubuhnya hancur setelah kematian, ia terlahir dalam keadaan menderita, di alam yang buruk, alam kehancuran, alam neraka."
"Wahai para bhikkhu, aku mengatakan ini bukan karena telah mempelajarinya dari pertapa atau brahmana lain .... Sebab aku telah mengetahuinya sendiri, melihatnya sendiri dan mengamatinya sendiri, maka kukatakan: 'Aku telah melihat makhluk-makhluk, yang pikirannya dipenuhi keinginan menerima penghormatan. Karena itulah .... setelah kematian, ia terlahir di .... alam neraka."
Orang yang hidup dengan rajin
Dengan konsentrasi yang tak tergoyahkan,
Baik ketika dihormati
Maupun ketika tidak dihormati;
Yang selalu bermeditasi, berbakat
Dan memiliki kebijaksanaan dan pandangan yang jernih,
Yang menikmati hancurnya kemelekatan,
Orang seperti itu disebut manusia sejati.

82. Ungkapan-ungkapan Suka-cita

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, di antara para dewa, pada peristiwa-peristiwa tertentu, tercetus tiga macam ungkapan suka-cita."
"Apakah tiga macam itu?"
"Pada saat seorang siswa yang saleh telah mencukur rambut dan jenggotnya, memakai jubah kuning dan bermaksud meninggalkan kehidupan berumah-tangga untuk menuju kehidupan tak-berumah, pada saat itulah di antara para dewa tercetus ungkapan suka-cita: 'Seorang siswa yang saleh berniat untuk berperang melawan Mara.' Inilah ungkapan suka-cita pertama yang dicetuskan para dewa pada peristiwa tertentu, dari waktu ke waktu."
"Demikian juga, wahai para bhikkhu, pada saat seorang siswa yang saleh dengan amat bersungguh-sungguh mengembangkan tujuh faktor pencerahan sempurna di dalam hidupnya, [45] pada saat itulah di antara para dewa tercetus ungkapan suka-cita: 'Seorang siswa yang saleh sedang berperang melawan Mara.' Inilah ungkapan suka-cita kedua yang dicetuskan para dewa pada peristiwa tertentu, dari waktu ke waktu."
"Dan sekali lagi, wahai para bhikkhu, pada saat seorang siswa yang saleh telah mewujudkan pengetahuan langsungnya sendiri, kemudian memasuki dan berdiam di sini-dan-kini, dengan pikiran yang terbebas dan kebijaksanaan yang terbebas, yang tanpa noda karena noda-noda telah hancur, [46] pada saat itulah di antara para dewa tercetus ungkapan sukacita: 'Seorang siswa yang saleh telah memenangkan pertempuran. Sebelum ini, dia berada di garis depan dan kini berdiam dalam kemenangan."
"Wahai para bhikkhu, itulah ungkapan suka-cita ketiga yang dicetuskan para dewa pada peristiwa tertentu, dari waktu ke waktu."
"Itulah tiga macam ungkapan suka-cita ..."
Ketika melihat dia telah memenangkan pertempuran
Bahkan para dewa pun menghormati
Siswa dari Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna,
Orang agung yang bebas dari keraguan:
'Kami menghormatimu, o, manusia sejati,
Engkau telah memenangkan pertempuran sulit.
Setelah mengacaukan bala tentara Kematian,
Tak lagi engkau terhalang dalam pembebasan.'
Demikian para dewa memuji
Orang yang telah mencapai tujuan,
Karena para dewa tidak lagi melihat dalam dirinya
Landasan untuk tunduk pada kekuasaan Kematian. [47]

83. Lima Tanda Kelapukan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ketika tiba saatnya dewa lenyap dari kelompoknya, lima macam petunjuk kelapukan muncul: rangkaian bunga miliknya layu, pakaiannya menjadi kotor, keringat keluar dari ketiaknya, kecemerlangan tubuhnya memudar, dan dewa itu tidak lagi bergembira di singgasana surgawinya. Para dewa lain, setelah melihat tanda-tanda pada dewa yang habis masa hidupnya ini, membesarkan hatinya lewat kata-kata dalam tiga hal: 'Pergilah dari sini, sahabat, ke alam yang baik. Setelah pergi ke alam yang baik, perolehlah apa yang pantas diperoleh. Setelah memperoleh apa yang pantas diperoleh, mantapkanlah diri di dalam hal itu."
Mendengar ini, seorang bhikkhu bertanya kepada Sang Buddha: "Bhante, apakah yang dianggap para dewa sebagai alam yang baik? Apakah yang dianggap para dewa sebagai yang pantas diperoleh? Apakah yang dianggap para dewa sebagai yang pantas untuk dimantapi?"
"Wahai para bhikkhu, kehidupan manusia itulah yang dianggap oleh para dewa sebagai alam yang baik. Bila seseorang memperoleh keyakinan dalam Dhamma (Kebenaran) dan Vinaya (Peraturan Moral) yang diajarkan oleh Sang Tathagata, inilah yang dianggap oleh para dewa sebagai hal yang pantas diperoleh. Setelah keyakinan itu mantap di dalam dirinya, berakar dalam, kokoh dan kuat, tidak dapat dihancurkan [48] oleh pertapa atau brahmana atau dewa atau Mara atau oleh orang lain di dunia ini, inilah yang dianggap telah mantap oleh para dewa."
Ketika dewa yang telah habis masa hidupnya
Lenyap dari kelompok dewa,
Para dewa lain mendorongnya
Dalam tiga cara dengan kata-kata ini:
'Pergilah sahabat, menuju ke alam yang baik,
Menuju alam manusia.
Setelah menjadi manusia perolehlah keyakinan
Yang tak terkalahkan dalam Dhamma Sejati.
Keyakinan yang dibuat kokoh,
Yang menjadi berakar dan berdiri tegak,
Tidak akan tergoyahkan selama hidup
Dalam Dhamma Sejati yang dibabarkan dengan baik.
Setelah memutus tindakan salah lewat tubuh,
Juga tindakan salah lewat ucapan,
Tindakan salah lewat pikiran dan apa pun lainnya
Yang dianggap sebagai kesalahan,
Setelah melakukan banyak hal yang baik,
Lewat tubuh maupun lewat ucapan,
Serta melakukan kebaikan lewat pikiran
Yang tak terbatas dan bebas dari kemelekatan,
Dengan jasa itu sebagai dasar [49]
Yang diperbanyak lewat kedermawanan,
Engkau harus membuat orang lain mantap
Dalam Dhamma Sejati dan kehidupan suci.'
Ketika para dewa tahu bahwa ada dewa
Yang akan mati dari kelompoknya,
Karena kasih sayang, mereka membesarkan hatinya:
'Kembalilah ke sini, dewa, berkali-kali.'

84. Untuk Kesejahteraan Banyak Orang

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, tiga orang yang lahir di dunia ini muncul untuk kesejahteraan banyak orang, untuk kebahagiaan banyak orang, demi kasih sayangnya terhadap dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia."
"Apakah tiga orang itu?"
"Wahai para bhikkhu, dalam hal ini seorang Tathagata muncul di dunia, seorang yang Suci, yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, yang memiliki pengetahuan dan perilaku sempurna, yang sempurna menempuh Sang Jalan (ke Nibbana), pengenal segenap alam, pembimbing yang tiada taranya bagi manusia yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia, Yang Sadar, Yang Patut Dimuliakan. Sang Tathagata mengajarkan Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya, dan indah pada akhirnya, dengan pengertian dan kata-kata yang benar, dan Dia menyatakan kehidupan suci secara lengkap dan sepenuhnya murni."
"Wahai para bhikkhu, inilah orang pertama yang jika muncul di dunia akan muncul untuk kesejahteraan banyak orang, untuk kebahagiaan banyak orang, demi kasih sayangnya terhadap dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia."
"Kemudian, wahai para bhikkhu, ada siswa guru itu, yang merupakan seorang Arahat, yang noda-nodanya telah hancur, kehidupan sucinya terpenuhi, yang telah melakukan apa yang harus dilakukan, yang telah meletakkan beban, mencapai tujuan, menghancurkan belenggu-belenggu dumadi dan sepenuhnya terbebaskan melalui pengetahuan akhir. Dia mengajarkan Dhamma ... dan dia membabarkan kehidupan suci secara lengkap dan sepenuhnya murni."
"Itulah, wahai para bhikkhu, orang kedua yang jika muncul di dunia ... untuk kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia."
"Dan berikutnya, wahai para bhikkhu, ada murid Guru itu, seorang yang belajar untuk mengikuti Sang Jalan, yang telah banyak belajar dan berperilaku luhur. Dia mengajarkan Dhamma ... dan dia membabarkan kehidupan suci secara lengkap dan sepenuhnya murni. Wahai para bhikkhu, inilah prang ketiga yang jika muncul di dunia, muncul untuk kesejahteraan banyak orang, untuk kebahagiaan banyak orang, dan demi kasih sayangnya terhadap dunia, demi kebaikan, kesejahteraan dan kebahagiaan para dewa dan manusia."
Sang Guru, orang bijaksana yang agung,
Adalah yang pertama di dunia;
Yang mengikutinya adalah para siswa
Yang ketenangannya sudah disempurnakan;
Dan kemudian yang masih belajar dan berlatih,
Yang berjalan pada Sang Jalan, yang telah
Banyak belajar dan berbudi luhur.
Ketiganya itu adalah pemimpin
Para dewa dan manusia:
Para penerang, yang membabarkan Dhamma,
Yang membuka pintu ke Tanpa-Kematian,
Mereka membebaskan banyak orang dari ikatan.
Mereka yang mengikuti Sang Jalan
Yang diajarkan dengan baik oleh pemimpin manusia
Yang tak ada bandingnya, yang tekun
Melaksanakan Ajaran yang Suci,
Akan mampu mengakhiri penderitaan
Di dalam kehidupan ini juga.

85. Merenungkan Kebusukan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, hiduplah dengan merenungkan kebusukan (kekotoran) dalam tubuh jasmani. [50] Mantapkanlah perhatian terhadap pernapasan di dalam diri. Hiduplah dengan merenungkan ketidakkekalan dalam semua bentukan."
"Bagi mereka yang hidup merenungkan kebusukan (kekotoran) dalam tubuh jasmani, kecenderungan bernafsu pada hal-hal yang indah akan ditinggalkan. Ketika perhatian terhadap pernapasan terjaga dengan baik di dalam diri, tidak ada lagi kecenderungan akan pemikiran aneh-aneh yang dapat menghasilkan kegelisahan. [51] Bagi mereka yang hidup menyadari ketidakkekalan dari semua bentukan, maka ketidaktahuan pun sirna, dan pengetahuan pun muncul."

86. Berlatih Sesuai Dhamma

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Ketika menunjuk seorang bhikkhu yang berlatih sesuai Dhamma, inilah cara yang benar untuk mendefinisikan 'berlatih sesuai Dhamma'."
"Ketika berbicara, dia berbicara hanya Dhamma, bukan yang tidak sesuai Dhamma. Ketika berpikir, dia berpikir hanya buah-buah pikir Dhamma, bukan buah-buah pikir yang tidak sesuai Dhamma. Dengan menghindari dua hal itu, [52] dia hidup dengan ketenang-seimbangan, penuh perhatian dan pemahaman yang jernih."
Seorang bhikkhu yang menikmati Dhamma
Dan bergembira di dalam Dhamma,
Serta merenunghan Dhamma,
Tidak akan menyeleweng dari Dhamma Sejati.
Apakah sedang berjalan atau berdiri,
Duduk atau pun berbaring,
Dengan pikiran yang terkendali dari dalam,
Dia mencapai kedamaian sejati.

87. Menghasilkan Kebutaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, tiga macam buah-pikir yang tidak bermanfaat ini akan menghasilkan kebutaan, kurangnya pandangan terang dan tidak adanya pengetahuan. Ketiga hal tersebut akan menghalangi kebijaksanaan, menyebabkan kejengkelan, dan tidak menghasilkan Nibbana."
"Apakah tiga buah-pikir itu?"
"Buah-pikir nafsu indria, buah-pikir kemauan jahat, dan buah-pikir agresif. Wahai para bhikkhu, itulah tiga macam buah pikir yang tidak bermanfaat, yang menghasilkan kebutaan ... dan tidak menghasilkan Nibbana."
"Wahai para bhikkhu, tiga macam buah-pikir yang bermanfaat ini akan menghilangkan kebutaan, menghasilkan pandangan terang, pengetahuan, dan tumbuhnya kebijaksanaan. Ketiganya itu tidak menyebabkan kejengkelan dan akan menghasilkan Nibbana."
"Apakah tiga buah-pikir itu?"
"Buah-pikir melepas, buah-pikir bersahabat, [53] dan buah-pikir yang tidak merugikan orang."
"Wahai para bhikkhu, itulah tiga macam buah-pikir yang bermanfaat, yang menghilangkan kebutaan ... dan menghasilkan Nibbana."
Tiga macam buah-pikir yang bermanfaat harus dimiliki,
Tiga yang tidak bermanfaat harus disingkirkan.
Orang yang menghentikan alur-alur pikiran seperti ini
Adalah bagaikan curah hujan yang menguak awan debu,
Dengan pikiran yang telah menumpas buah-pikir seperti itu,
Dia akan mencapai kedamaian dalam kehidupan ini juga.

88. Noda-noda dari Dalam

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, tiga hal ini merupakan noda dari dalam, musuh dari dalam, penusuk dari dalam, pembunuh dari dalam, lawan dari dalam."
"Apakah tiga noda ini?"
"Wahai para bhikkhu, keserakahan adalah noda dari dalam ... lawan dari dalam."
"... Kebencian adalah noda dari dalam ... lawan dari dalam."
"Kebodohan batin adalah noda dari dalam ... lawan dari dalam. Itulah ketiganya."
Keserakahan adalah penyebab kemalangan,
Keserakahan mengacaukan pikiran;
Orang tidak memahami hal ini sebagai
Bahaya yang dihasilkan dari dalam.
Orang yang serakah tidak tahu kebaikan,
Orang yang serakah tidak melihat Dhamma;
Kegelapan yang membutakan kemudian akan menimpa
Ketika keserakahan menguasai manusia.
Tetapi orang yang telah meninggalkan keserakahan,
Tidak merindukan apa yang mengundang nafsu memiliki;
Keserakahan bergulir keluar dari dalam dirinya
Bagaikan titik air yang jatuh dari daun teratai.
Kebencian adalah penyebab kemalangan,
Kebencian mengacaukan pikiran;
Orang tidak memahami ini sebagai
Bahaya yang dihasilkan dari dalam.
Seorang pembenci tidak tahu kebaikan,
Seorang pembenci tidak melihat Dhamma;
Kegelapan yang membutakan kemudian akan menimpa
Ketika kebencian menguasai manusia.
Namun orang yang telah meninggalkan kebencian
Tidak marah karena apa yang menimbulkan kemarahan.
Kebencian rontok dari dalam dirinya
Bagaikan buah palmira lepas dari tangkainya.
Kebodohan batin adalah penyebab kemalangan,
Kebodohan batin mengacaukan pikiran;
Orang tidak memahami hal ini sebagai
Bahaya yang dihasilkan dari dalam.
Orang yang bodoh tidak tahu kebaikan,
Orang yang bodoh tidak melihat Dhamma;
Kegelapan yang membutakan kemudian akan menimpa
Ketika kebodohan batin menguasai manusia.
Tetapi orang yang telah meninggalkan kebodohan batin
Tidak bingung karena hal-hal yang membingungkan.
Dia telah mengakhiri semua kegelapan batin
Bagaikan sinar mentari yang menguak kegelapan.

89. Devadatta

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, karena dikuasai pikiran yang dipenuhi oleh tiga macam kejahatan, Devadatta tak pelak lagi masuk ke alam sengsara, menetap di alam neraka, selama satu kalpa." [55]
"Apakah tiga hal itu?"
"Dikuasai pikiran yang dipenuhi oleh nafsu-nafsu jahat...; dikuasai pikiran yang dipenuhi oleh teman-teman yang jahat...; dan walaupun banyak yang masih harus dikerjakan, dia berhenti di tengah jalan karena ingin memperoleh kemasyuran yang rendah." [56]
"Wahai para bhikkhu, itulah ketiganya."
Orang yang memiliki nafsu-nafsu jahat
Pasti tak akan terlahir lagi di dunia ini.
Ketahuilah bahwa dia akan menuju ke alam para makhluk
Yang hidup dalam cengkeraman nafsu-nafsu jahat.
Aku mendengar bahwa Devadatta
Dianggap sebagai orang bijaksana,
Orang yang telah berkembang dalam meditasi,
Dan bersinar dengan kemasyuran.
Karena menganggap dirinya setara, [57]
Dia menyerang Sang Tathagata
Dan jatuh ke tempat berpintu-empat yang mengerikan,
Avici, Neraka Tanpa Ampun. [58]
Jika ada yang bersekongkol melawan orang tak bersalah
Yang tidak melakukan perbuatan jahat,
Kejahatan itu hanya akan mempengaruhi orang
Yang pikirannya kotor dan tak memiliki rasa hormat.
Orang yang berpendapat dapat mengotori
Samudera dengan sepanci racun
Tak akan mampu membuat samudera terpolusi -
Luar biasa banyak massa air di dalamnya.
Sama halnya bila menyerang dengan caci-maki
Sang Tathagata yang telah mencapai kesempurnaan
Dan selalu berdiam dengan pikiran yang damai -
Caci-maki tidak akan mempengaruhiNya.
Orang bijaksana harus berteman dengan manusia seperti itu
Dan selalu mengikutiNya.
Seorang bhikkhu yang berjalan pada JalanNya
Akan mencapai akhir penderitaan.

90. Keyakinan yang Tertinggi

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga jenis keyakinan yang tertinggi." [59]
"Apakah tiga jenis itu?"
"Makhluk apa pun yang ada, wahai para bhikkhu, yang tanpa kaki atau berkaki-dua atau berkaki-empat atau berkaki banyak, yang memiliki bentuk atau tanpa-bentuk, yang memahami atau yang tidak-memahami atau yang bukan-memahami-pun-bukan-tidak-memahami, dari semua ini, yang dikatakan tertinggi adalah Sang Tathagata, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna."
"Mereka yang memiliki keyakinan terhadap Sang Buddha berarti memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi. Dan bagi mereka yang memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi, hasilnya pun terbaik." [60]
"Dari keadaan-keadaan [61] apa pun yang ada, wahai para bhikkhu, baik yang terkondisi maupun yang tak-terkondisi, sikap tidak-melekat memiliki nilai tertinggi, yaitu: berkurangnya kesombongan, hilangnya kehausan, lenyapnya ketergantungan, berhentinya lingkaran (kelahiran kembali), hancurnya nafsu keinginan, tidak adanya kemelekatan, berhentinya penderitaan, Nibbana."
"Mereka yang memiliki keyakinan terhadap Dhamma tentang ketidak-melekatan berarti memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi. Dan bagi mereka yang memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi, hasilnya pun terbaik."
"Dari semua komunitas atau kelompok yang ada, wahai para bhikkhu, Sangha siswa Sang Tathagata adalah yang tertinggi. Mereka adalah empat pasang makhluk atau delapan individu." [62]
"Sangha siswa Sang Tathagata ini pantas menerima pemberian, pantas memperoleh perlakuan baik, pantas mendapatkan persembahan, pantas mendapatkan penghormatan tertinggi. Mereka merupakan ladang kebaikan yang tiada bandingnya di dunia. Mereka yang memiliki keyakinan terhadap Sangha berarti memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi. Dan bagi mereka yang memiliki keyakinan terhadap yang tertinggi, hasilnya pun terbaik."
"Wahai para bhikkhu, itulah tiga jenis keyakinan tertinggi."
Inilah yang terbaik bagi mereka yang memiliki keyakinan,
Bagi mereka yang mengetahui Dhamma yang tertinggi:
Memiliki keyakinan terhadap Buddha sebagai yang tertinggi,
Yang pantas menerima persembahan, yang tak tertandingi;
Memiliki keyakinan terhadap Dhamma sebagai yang tertinggi,
Dalam kedamaian karena tidak melekat, suka-cita;
Memiliki keyakinan terhadap Sangha sebagai yang tertinggi,
Yang merupakan ladang jasa yang tiada bandingnya.
Dengan mempersembahkan pemberian kepada yang tertinggi,
Tertinggi pula jasa yang terkumpul;
Terbaik pula kehidupan dan keelokan,
Ketenaran, nama baik, kebahagiaan dan kekuatan mereka.
Orang bijaksana yang berdana kepada yang tertinggi,
Yang terkonsentrasi pada Dhamma tertinggi,
Apakah dia menjadi dewa atau manusia,
Dia akan bersuka-cita dalam pencapaian tertingginya.

91. Sarana Bertahan Hidup

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, mengumpulkan sedekah merupakan sarana bertahan hidup yang hina." [63]
"Di dunia ini, wahai para bhikkhu, orang mengatakan dengan nada mencaci: 'Kamu pengumpul sedekah! Berkelana ke mana-mana dengan mangkuk di tangan!' Walaupun demikian, sarana bertahan hidup ini telah dijalankan oleh kaum muda dari keluarga baik-baik untuk suatu alasan, dengan suatu tujuan. Mereka tidak melakukannya karena diturunkan pangkatnya oleh raja, tidak juga karena dirampok, atau karena dibelit hutang. Tidak juga karena rasa takut, tidak pula karena hilangnya sarana penghidupan lainnya. Mereka melakukannya dengan pikiran: 'Kita terperangkap oleh kelahiran, usia tua dan kematian, oleh kesedihan dan ratap tangis, rasa sakit, kesusahan dan keputus-asaan. Kita dikuasai oleh penderitaan, didera kesengsaraan. Mungkin ada akhir dari seluruh penderitaan ini yang dapat dilihat.' "
"Maka pemuda dari keluarga baik-baik ini menjadi bhikkhu (meninggalkan kehidupan rumah tangga), tetapi mungkin saja dia memiliki ketamakan terhadap objek-objek nafsu keinginannya, kuat nafsunya, berpikiran dengki, kotor buah-buah pikirnya, tidak punya perhatian, tidak memiliki pemahaman, tidak terkonsentrasi, pikirannya mengembara dan indrianya tidak terkendali. Persis seperti kayu pembakar mayat, yang dua ujungnya terbakar sedangkan bagian tengahnya berlumuran kotoran manusia, tidak dapat digunakan sebagai kayu bakar di desa maupun di hutan. Seperti itulah ibaratnya orang ini: dia telah kehilangan kenikmatan sebagai perumah tangga, tetapi dia tidak memenuhi tujuan kehidupannya sebagai pertapa."
Dia telah kehilangan baik kesenangan perumah-tangga
Maupun kehidupan sebagai pertapa. O, malangnya!
Karena kesempatan itu rusak, dia membuangnya
Dan dia pun hancur seperti kayu pembakar mayat.
Jauh lebih baik baginya menelan
Bola besi yang menganga panas
Daripada tidak bermoral dan tak terkendali
Tetapi dia makan pemberian dari masyarakat. [64]

92. Lipatan Jubah

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, walaupun seorang bhikkhu memegang lipatan jubahku dan berada di belakangku selangkah demi selangkah, bila dia tamak akan objek-objek nafsu keinginan, kuat nafsunya, berpikiran dengki, kotor buah-buah pikirnya, tidak memiliki perhatian, tidak mengerti, tidak terkonsentrasi, pikirannya mengembara dan indrianya tidak terkendali, maka dia berada jauh dariku dan aku jauh darinya."
"Mengapa demikian?"
"Bhikkhu itu tidak melihat Dhamma. Bila dia tidak melihat Dhamma, dia tidak melihat aku."
"Wahai para bhikkhu, walaupun seorang bhikkhu hidup seratus league (1 league = 4,8 km.) dariku, namun bila dia tidak tamak akan objek-objek nafsu keinginan, tidak kuat nafsunya, tidak berpikiran dengki, tidak kotor buah-buah pikirnya, mantap perhatiannya, mengerti dengan jelas, terkonsentrasi, pikirannya memusat dan indrianya terkendali, maka dia dekat denganku dan aku dekat dengannya."
"Mengapa demikian?"
"Bhikkhu itu melihat Dhamma. Dengan melihat Dhamma, dia melihat aku."
Walaupun mengikuti dari dekat,
Tetapi penuh nafsu keinginan dan kedengkian;
Lihatlah betapa jauhnya dia-
Yang bernafsu dari yang tanpa nafsu,
Yang belum padam dari yang telah padam, [65]
Yang tamak dari yang tidak tamak.
Namun orang bijaksana, yang dengan pengetahuan langsungnya
Telah sepenuhnya memahami Dhamma,
Nafsunya akan lenyap dan dia menjadi tenang
Bagaikan danau tanpa riak.
Lihatlah betapa dekatnya dia
Yang tanpa nafsu dengan yang tanpa nafsu,
Yang telah puas dengan yang telah puas,
Yang tidak tamak dengan yang tidak tamak.

93. Api

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga macam api."
"Apakah tiga macam itu?"
"Api keserakahan, api kebencian, dan api kebodohan batin. Itulah, wahai para bikkhu, ketiga macam api."
Api keserakahan membakar makhluk hidup [66]
Yang dirangsang oleh kesenangan-kesenangan indria;
Api kebencian membakar orang yang berhati dengki,
Yang membunuh makhluk hidup lainnya;
Api kebodohan batin membakar yang bingung,
Yang tak peduli akan Dhamma Orang suci.
Karena tak sadar akan tiga api ini,
Umat manusia bergembira dalam keberadaan pribadi. [67]
Karena tak bebas dari belenggu Mara,
Mereka berdesakan dalam barisan neraka;
Hidup di alam binatang,
Raksasa asura dan lingkup setan. [68]
Tetapi yang siang dan malam tekun mempraktikkan
Ajaran dari Yang Telah Tercerahkan,
Yang selalu memahami kebusukan tubuh ini, [69]
Akan dapat memadamkan api keserakahan.
Manusia-manusia mulia dengan cinta kasihnya
Memadamkan api kebencian,
Dan mereka memadamkan api kebodohan batin
Lewat kebijaksanaan yang menuju penembusan. [70]
Setelah memadamkan api-api ini,
Mereka yang mengerti, tak kenal lelah
Siang dan malam, akan mencapai Nibbana akhir
Dan mengatasi semua penderitaan.
Mereka yang melihat, para penguasa pengetahuan,
Yang bijaksana dengan pengertian sempurna,
Yang secara langsung mengetahui akhir kelahiran
Tidak akan terlahir kembali.

94. Menyelidiki

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha...
"Wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu haruslah menyelidiki sedemikian rupa sehingga ketika dia menyelidiki, kesadarannya tidak mudah terbelokkan dan tersebar keluar. Sedangkan ke dalam, kesadarannya tidak terpancang. Dengan tidak melekati apa pun dia tetap tidak terganggu. Jika kesadarannya tidak terbelokkan dan tersebar keluar, sedangkan ke dalam tidak terpancang, dan jika dengan tidak melekati apa pun dia tetap tidak terganggu, maka tidak ada lagi kelahiran, usia tua, kematian, dan penderitaan di masa depan. [71]
Bila seorang bhikkhu telah meninggalkan
Tujuh ikatan dan memotong talinya, [72]
Pengembaraannya dalam lingkaran kelahiran pun berakhir:
Tidak akan ada lagi kelahiran baginya.

95. Nafsu Keinginan Indria

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada tiga cara untuk memperoleh objek-objek nafsu indria."
"Apakah tiga cara itu?"
"Ada objek-objek nafsu indria yang sudah ada, ada cara yang dipakai oleh mereka yang senang menciptakan objek-objek nafsu indria, dan ada cara yang dipakai oleh mereka yang menguasai objek-objek nafsu indria yang diciptakan orang lain." [73]
Ada yang menikmati apa yang sudah ada,
Ada dewa yang menggunakan kekuasaan,
Ada yang senang menciptakan
Dan ada lainnya yang menikmati objek-objek indria -
Karena berada dalam keadaan ini atau itu
Mereka tidak dapat melampaui samsara. [74]
Memahami bahaya
Dalam objek kenikmatan indria ini,
Orang bijak akan meninggalkan semua kesenangan indria,
Baik yang surgawi maupun manusiawi. [75]
Dengan memotong aliran nafsu keinginan,
Aliran keserakahan akan bentuk yang menggoda dan menyenangkan
Yang sungguh sulit diatasi,
Mereka mencapai Nibbana akhir
Dan mengatasi segala penderitaan.
Mereka yang melihat, penguasa pengetahuan,
Mereka yang bijak dengan pemahaman sempurna;
Secara langsung mengetahui akhir kelahiran
Dan tidak akan terlahir kembali.

96. Ikatan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, orang yang terbelenggu oleh ikatan nafsu indria dan oleh ikatan dumadi adalah orang yang akan kembali lagi, yang kembali pada keadaan ini. Orang yang terbebas dari ikatan nafsu indria tetapi masih terbelenggu oleh ikatan dumadi adalah Anagami (yang tak-kembali lagi), yang tidak lagi kembali pada keadaan ini. Orang yang terbebas dari ikatan nafsu indria dan terbebas dari ikatan dumadi adalah Arahat, yang di dalam dirinya noda-noda telah dihancurkan." [76]
Terbelenggu oleh kedua ikatan ini -
Ikatan nafsu indria dan ikatan dumadi -
Makhluk hidup terus berada dalam samsara,
Berkelana terus dalam kelahiran dan kematian.
Mereka yang meninggalkan nafsu indria
Tetapi belum mencapai penghancuran noda-noda,
Masih terbelenggu oleh ikatan dumadi
Dinyatakan sebagai yang tak-kembali lagi.
Namun mereka yang telah memotong keraguan,
Menghancurkan kesombongan dan kelahiran kembali,
Yang telah menghancurkan noda-noda seluruhnya,
Walaupun masih di dunia, namun telah melampauinya.

97. Perilaku yang Elok

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu yang memiliki perilaku yang elok, sifat yang elok, dan kebijaksanaan yang elok, menurut Dhamma-dan-Vinaya disebut orang yang sepenuhnya mantap, yang telah mencapai kesempurnaan, yang tertinggi di antara manusia."
"Bagaimanakah bhikkhu yang memiliki perilaku elok itu? Di sini, wahai para bhikkhu, bhikkhu itu luhur, dia hidup terkendali, dikendalikan oleh peraturan Patimokkha, [77] memiliki tindakan dan usaha yang sempurna. Karena melihat bahaya dalam kesalahan sekecil apa pun, dia menjalankan peraturan pelatihan dan berlatih sesuai dengan itu. Demikianlah bhikkhu itu disebut orang yang memiliki perilaku elok. Jadi dia berperilaku elok."
"Bagaimanakah bhikkhu yang memiliki sifat elok itu? Di sini, wahai para bhikkhu, bhikkhu itu hidup dengan mengembangkan tujuh faktor pencerahan sempurna. [78] Demikianlah bhikkhu itu disebut orang yang memiliki sifat elok. Jadi dia bersifat elok."
"Bagaimanakah bhikkhu yang memiliki kebijaksanaan elok itu? Di sini, wahai para bhikkhu, lewat realisasi kebebasan karena pengetahuan langsungnya sendiri, bhikkhu itu di-sini-dan-kini masuk dan tinggal dalam kebebasan-pikiran dan kebebasan-kebijaksanaan yang tidak ternoda karena hancurnya noda-noda. Demikianlah bhikkhu itu disebut orang yang memiliki kebijaksanaan elok."
"Jadi dia memiliki perilaku yang elok, sifat yang elok, dan kebijaksanaan yang elok. Menurut Dhamma-dan-Vinaya dia disebut orang yang telah sepenuhnya mantap, yang telah mencapai kesempurnaan, yang tertinggi di antara manusia."
Seorang bhikkhu yang berhati-hati
Yang tak pernah melakukan kesalahan apa pun,
Tidak lewat tubuh, ucapan, atau pun pikiran,
Disebut 'memiliki perilaku yang elok'.
Seorang bhikkhu yang rendah hati,
Yang dengan baik telah mengembangkan keadaan-keadaan
Yang menuju pada pencerahan,
Disebut 'memiliki sifat yang elok'.
Seorang bhikkhu tanpa noda
Yang telah memahami sendiri
Akhir dari penderitaan di sini,
Disebut 'memiliki kebijaksanaan yang elok'.
Dia yang unggul dalam tiga hal ini,
Yang tak tergoyahkan, telah hancur keraguannya,
Tidak terikat pada semua alam,
Disebut 'yang telah meninggalkan kesemuanya'. [79]

98. Memberi

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada dua macam tindakan memberi: memberi benda materi dan memberi Dhamma. Dari keduanya, memberi Dhamma adalah lebih tinggi. Ada dua jenis tindakan berbagi: berbagi benda materi dan berbagi Dhamma. Dari keduanya, berbagi Dhamma adalah lebih tinggi. Ada dua macam tindakan membantu: membantu dengan benda materi dan membantu dengan Dhamma. Dari keduanya, membantu dengan Dhamma adalah lebih tinggi."
Bila dikatakan bahwa tindakan memberi itu
Adalah lebih tinggi dan tak tertandingi,
Dan Sang Bhagava pun memuji tindakan berbagi;
Maka di antara yang bijaksana dan mengerti,
Yang yakin akan ladang jasa tertinggi itu,
Siapakah yang tak mau memberi pada waktu yang tepat?
Baik bagi mereka yang menyatakannya
Maupun bagi mereka yang mendengarnya, [80]
Yang yakin akan ajaran Yang Maha Mulia,
Kebaikan tertinggi akan dimurnikan sepenuhnya
Sementara mereka hidup tekun dalam ajaran.

99. Pengetahuan Berunsur Tiga

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, aku menyatakan bahwa melalui Dhamma-lah seseorang menjadi brahmana yang memiliki pengetahuan berunsur tiga; (aku tidak mengatakan ini) hanya karena dia pandai membujuk dan pandai menghafal." [81]
"Dan bagaimana aku dapat menyatakan bahwa melalui Dhamma-lah seseorang menjadi brahmana yang berunsur tiga?
"Di sini, wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu ingat berbagai kehidupan masa lampau, yaitu: satu kehidupan, dua kehidupan, tiga kehidupan, empat kehidupan, lima kehidupan, sepuluh kehidupan, dua puluh kehidupan, tiga puluh kehidupan, empat puluh kehidupan, lima puluh kehidupan, seratus kehidupan, seribu kehidupan, seratus ribu kehidupan; berkalpa-kalpa pengerutan bumi, berkalpa-kalpa pengembangan bumi, berkalpa-kalpa pengerutan dan pengembangan bumi sekaligus. Dia ingat suatu kehidupan tertentu sebagai orang bernama si Anu dari suku ini, dengan penampilan begini, mempunyai usia kehidupan sekian; dan setelah mati di sini dia muncul di sana."
"Demikianlah dengan terperinci dan segala ciri khasnya dia ingat berbagai kehidupan lampaunya. Itulah pengetahuan pertama yang diperolehnya. Kebodohan batin lenyap, pengetahuan muncul; kegelapan lenyap, cahaya muncul, sebagaimana terjadi pada orang yang hidup dengan tekun, rajin, dan berketetapan hati."
"Kemudian juga, wahai para bhikkhu, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia biasa, seorang bhikkhu melihat makhluk lenyap dan muncul lagi, rendah dan tinggi, elok dan buruk, beruntung dan tidak beruntung, dan dia mengerti bagaimana makhluk-makhluk berialu sesuai dengan tindakannya: 'Ada makhluk-makhluk terhormat yang berperilaku salah lewat tubuh, ucapan dan pikiran, menghina orang luhur, memiliki pandangan salah dan melakukan perbuatan yang dilandasi pandangan salah. Setelah tubuhnya hancur, mereka terlahir lagi setelah kematian dalam keadaan yang menderita, di alam sengsara, dalam keadaan kehancuran, neraka.'
'Tetapi ada makhluk-makhluk terhormat yang berperilaku baik lewat tubuh, ucapan dan pikiran, tidak menghina orang luhur, memiliki pandangan benar dan melakukan perbuatan yang dilandasi pandangan benar. Setelah tubuhnya hancur, mereka terlahir lagi setelah kematian dalam alam yang baik, alam surga.' "
"Demikianlah bhikkhu itu melihat hal ini dengan mata dewanya dan dia memahami bagaimana makhluk-makhluk itu berlalu sesuai dengan perbuatan mereka. Inilah pengetahuan kedua yang diperolehnya. Kebodohan batin lenyap, pengetahuan muncul; kegelapan lenyap, sinar muncul, seperti yang terjadi pada orang yang hidup dengan tekun, rajin, dan berketetapan hati."
"Demikian juga, wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu melalui realisasi kebebasan dengan pengetahuan langsungnya sendiri, di-sini-dan-kini memasuki dan berdiam dalam kebebasan-pikiran dan kebebasan-kebijaksanaan yang tak ternoda karena noda-noda telah hancur. Inilah pengetahuan ketiga yang diperolehnya. Kebodohan batin lenyap, pengetahuan muncul; kegelapan lenyap, sinar muncul, seperti yang terjadi pada orang yang hidup dengan tekun, rajin, dan berketetapan hati."
"Demikianlah, wahai para bhikkhu, aku menyatakan bahwa melalui Dhamma-lah seseorang menjadi brahmana yang memiliki pengetahuan berunsur tiga; (aku tidak mengatakan ini) hanya karena dia pandai membujuk dan pandai menghafal."
Dia yang mengerti kehidupan lampaunya,
Yang melihat alam surga dan alam sengsara,
Yang juga mencapai akhir kelahiran,
Adalah orang bijaksana dan penguasa pengetahuan langsung -
Lewat tiga cara untuk mengetahui inilah orang menjadi
Brahmana yang memiliki pengetahuan berunsur tiga,
Itulah yang kusebut pengetahuan berunsur tiga,
Bukan pandai berbicara dan menghafal.
Inilah juga arti dari apa yang dikatakan oleh Sang Buddha, demikian yang telah saya dengar.
Catatan Kaki :

1. Tacasaram. Kitab Komentar menjelaskan bahwa ini merupakan nama sejenis bambu. Disebut demikian karena bagian lunaknya terlihat di sebelah luar, bukan tersembunyi di dalam. Tanaman ini mati setelah menghasilkan biji/benih. [Kembali]
2. Elemen bentuk (rupadhatu) adalah alam bentuk halus, alam kehidupan makhluk brahma dan jhana-jhana yang menyebabkan tumimbal lahir di alam itu. Elemen tanpa-bentuk (arupadhatu) adalah alam tanpa-bentuk, alam kehidupan makhluk brahma dan jhana-jhana tanpa-bentuk yang menyebabkan tumimbal lahir di sana. Elemen penghentian (nirodhadhatu) adalah Nibbana. [Kembali]
3. Masalahnya bukanlah untuk menetap dalam 'bentuk' atau dalam 'tanpa-bentuk', yang merupakan keadaan-keadaan damai penuh sukacita sebagai hasil meditasi, tetapi hendaknya disadari bahwa keadaan-keadaan itu masih terkena ketidak-kekalan dan kematian. Hanya pada Nibbana, kebebasan sempurna dapat ditemukan. Pencapaian penyerapan jhana bisa jadi merupakan pengalaman yang sangat dalam sehingga dengan mudah dapat disalah-artikan sebagai pencapaian tertinggi. Kenyataannya, semua agama dan theologi dibentuk dan dikokohkan oleh pengalaman pengalaman semacam itu. [Kembali]
4. Kayena phassayitva. Secara harfiah berarti 'telah bersentuhan dengan tubuh'. Menurut Kitab Komentar, 'tubuh' (kaya) di dalam konteks ini mengandung pengertian faktor-faktor pikiran atau mental (namakaya), bukannya tubuh fisik (rupakaya). [Kembali]
5. Dengan pemahaman akan perasaan yang menembus sesuai dengan Empat Kebenaran Mulia, dan dengan pencapaian jalan mulia Arahat. Perasaan-perasaan dilihat sebagai kebenaran akan dukkha, seperti yang ditunjukkan di dalam khotbah berikut (No. 53). Perasaan bermula dari kontak (phassa) dan menyebabkan nafsu keinginan (tanha), seperti yang dinyatakan dalam sebab-musabab-yang-saling-bergantungan (paticca samuppada). [Kembali]
6. Karena hal itu tidak stabil dan pasti terkena perubahan. [Kembali]
7. Pencarian (esana) merupakan suatu usaha mencari dan suatu bentuk kerinduan yang muncul melalui ketidaktahuan (avijja) dan nafsu keinginan (tanha). [Kembali]
8. Menurut Kitab Komentar, 'pencarian kehidupan suci' berarti mencari dan mengukuhi berbagai pandangan salah, seperti misalnya pandangan kekekalan dan kehampaan (anihilasi), berbagai teori tentang jiwa dan dunia, dsb. (lihat Ud. 6.4 - 6.6). [Kembali]
9. Mara digambarkan memimpin pasukannya di medan pertempuran sambil duduk di atas gajah. [Kembali]
10. Kerajaan Mara adalah seluruh keberadaan berkondisi di mana Mara memegang kendalinya. [Kembali]
11. Seorang bukan-pelajar (asekha) adalah seorang Arahat. Tak ada lagi sesuatu yang harus dipelajarinya, dia telah menyelesaikan seluruh pelatihan. [Kembali]
12. Moralitas (sila), Meditasi (samadhi), dan Kebijaksanaan (panna) yang lengkap dan sempurna. Ketiganya ini disebut tiga pelatihan (sikkha), dan membentuk bagian berunsur tiga dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan. [Kembali]
13. Syair-syair ini mirip dengan yang ada di Khotbah 22 di atas. [Kembali]
14. Mata daging (mamsa-cakkhu) adalah organ-indria fisik. Pandangannya terbatas bila dibandingkan dengan dua lainnya. Mata luar biasa atau mata dewa (dibba cakkhu) adalah salah satu dari pengetahuan langsung (abhinna) yang dapat digunakan untuk melihat muncul dan berlalunya kehidupan para makhluk sesuai dengan perilaku mereka. Mata kebijaksanaan (panna-cakkhu) adalah mata yang menembus Empat Kebenaran Mulia. [Kembali]
15. Kitab Komentar menyatakan bahwa adanya mata fisik merupakan jalan, atau dasar, untuk mata dewa; karena mata dewa muncul di dalam diri orang yang pandangan alaminya tidak terganggu, karena dia membangkitkan mata dewa dengan cara memperluas sinar objek kasina, dan dia tidak dapat melakukannya tanpa terlebih dulu memiliki tanda belajar (uggahanimitta) pada cakram kasina. [Kembali]
16. Kitab Komentar: Pengetahuan akan hancurnya noda-noda muncul dari mata kebijaksanaan. Dengan membangkitkan dan mengembangkan mata kebijaksanaan agung, orang terbebas dari semua penderitaan (lingkaran kelahiran). [Kembali]
17. Mereka adalah kemampuan batin (indriya), dalam pengertian yang menguasai, mengontrol dan mendominasi faktor-faktor batin lain yang berkaitan dengan dirinya sendiri. Seluruhnya terdapat dua puluh dua kemampuan batin yang diatur di dalam berbagai pengelompokan. Tiga yang terdaftar di sini secara eksklusif merupakan kemampuan batin luar biasa. [Kembali]
18. Kitab Komentar: yang pertama adatah kemampuan kebijaksanaan yang berhubungan dengan jalan Sotapanna. Disebut demikian karena kebijaksanaan itu muncul pada diri orang yang telah menjalankan praktik, sebelum mencapai Sang Jalan, dengan tekad: 'Akan kuketahui apa yang belum pernah kuketahui sebelumnya, di dalam samsara tak bermula ini: keadaan tanpa kematian (yaitu Nibbana), atau Empat Kebenaran Mulia.' Yang kedua adalah kemampuan kebijaksanaan dalam enam keadaan batin luar biasa sebagai buah tingkat kesucian Sotapanna menuju jalan tingkat kesucian Arahat. Dan yang ketiga adalah pengetahuan sempurna mengenai Empat Kebenaran Mulia yang muncul pada diri seorang Arahat dengan tercapainya buah terakhir. [Kembali]
19. Ujumagga: Jalan Mulia yang mengarah langsung pada Nibbana. [Kembali]
20. Kitab Komentar memberikan dua interpretasi dari syair ganda ini: (1) Pertama muncullah pengetahuan dari jalan tingkat kesucian Arahat, yang disebut 'penghancuran' karena hancurnya semua kekotoran batin; dan segera sesudahnya muncullah tingkat kesucian Arahat itu sendiri, yang di sini disebut 'pengetahuan akhir' (anna); (2) Pertama muncullah pengetahuan jalan Sotapanna, yang disebut 'penghancuran', karena hancurnya kekotoran batin yang ada bersama dengan pandangan salah; dan segera sesudahnya muncullah kemampuan pengetahuan akhir yang tetap ada sepanjang jalan tingkat kesucian Arahat. [Kembali]
21. Arahat, yang mempunyai kemampuan batin ketiga, bergembira dalam keadaan yang damai (santipada), yang merupakan Nibbana. [Kembali]
22. Menurut Kitab Komentar, para makhluk mengidentifikasikan satu atau lebih dari lima kelompok khandha sebagai 'diri/aku/ego', dan dari pandangan seperti itu mereka terus berspekulasi dalam tiga periode waktu: Apakah aku ada di masa lalu? ... setelah menjadi apa lalu menjadi apa aku di masa lalu? ... Aku akan menjadi apa di masa depan? Sedangkan di masa kini mereka berpikir : 'Dari mana dumadi ini datang, dan ke mana dumadi ini akan pergi?' (M. 2, dsb.). Konsep mengenai 'diri', mengenai suatu 'aku', merupakan kekeliruan yang mendasar. [Kembali]
23. Dia tidak salah memahami atau membayangkan bahwa ada 'diri', 'aku' permanen yang berbicara, bertindak, dan ada dalam tiga waktu. Melalui pemahaman penuh (parinna), dia telah menyadari fenomena yang bersifat tidak kekal (anicca), penderitaan (dukkha), dan bukan aku/ego (anatta). [Kembali]
24. Dia berpijak secara mantap pada Dhamma, pada Nibbana (keadaan damai), yang tidak lapuk oleh waktu (akaliko), dan berdiri di luar tiga periode waktu. [Kembali]
25. Kitab Komentar: Arahat tidak dilahirkan lagi dalam keadaan apa pun, dan dengan demikian dia tidak lagi masuk dalam lingkungan konsep yang mengaitkan identitas pribadinya. Dia telah mencapai keadaan yang tidak dapat dilukiskan, yaitu Nibbana, yang tak-berkondisi. [Kembali]
26. Syair-syair ini dan syair-syair sutta berikutnya muncul juga pada Khotbah 30 dan 31 di atas. [Kembali]
27. Di sini ada permainan kata-kata yang menjadi hilang waktu diterjemahkan: moneyya, yang diterjemahkan sebagai 'kesempurnaan', merupakan suatu keadaan dari muni, orang suci, orang yang sempurna dan diam, orang yang memiliki mona: kebijaksanaan, kendali-diri, keheningan (heningnya semua ketidak-murnian). Jadi moneyya merupakan heningnya atau tenangnya semua aktivitas (kamma) dari tubuh, ucapan dan pikiran, ketidaksempurnaan yang menyebabkan kelahiran di masa mendatang. [Kembali]
28. Dengan perkembangan moral (sila), meditasi (samadhi), dan kebijaksanaan (panna). [Kembali]
29. Yang dimaksudkan 'tertinggi' di sini adalah Brahma, yang dijelaskan dalam Kitab Komentar sebagai yang terbaik (settha), yaitu buah dari tingkat kesucian Arahat. Kitab Komentar juga menjelaskan 'Tathagata', julukan yang biasanya diperuntukkan khusus bagi Sang Buddha, pada umumnya dapat diterapkan bagi semua Arahat: seperti Arahat-Arahat lain, begitu juga (tatha) orang yang luhur ini telah datang (agata), memiliki kondisi-kondisi pendukung luar biasa yang berasal dari masa lalu, dan telah pergi (gata) ke Nibbana melalui Jalan Tengah. [Kembali]
30. Arti simbolis dari istilah-istilah ini dijelaskan dalam Khotbah 109. Untuk bhikkhuni (biarawati Buddhis), 'kaum wanita' harus diganti 'kaum pria'. M. 67 menawarkan interpretasi yang agak berbeda mengenai kiasan ini. [Kembali]
31. Pernyataan ini merupakan frase ungkapan dan kelihatannya merupakan kutipan dari sumber yang tidak diketahui, yang menjelaskan orang yang telah mencapai tujuannya. Itu juga terdapat di tempat lain, misalnya di S. 35:197/iv.175, yang dipakai untuk Arahat. Lihat Samyutta Nikaya Anthology I (BPS, Wheel No. 107/109), hal. 67. [Kembali]
32. Raja Kematian (maccuraja) merupakan nama untuk Mara. Karena tidak lagi dilahirkan, Arahat lenyap dari pandangan Mara. Dia melangkah ke luar daerah kekuasaan Mara sehingga 'Yang Jahat' tidak lagi dapat melokasikan atau mendefinisikan (membatasi, mengukur, pamana) dia. [Kembali]
33. Istilah-istilah 'pertapa' dan 'brahmana' sering muncul bersama-sama dan berarti mereka yang menjalankan kehidupan yang terlibat dengan agama. Pertapa (samana) didefinisikan sebagai orang yang telah meninggalkan kehidupan berumah-tangga dan dalam konteks India dapat disebut 'orang suci'. Brahmana adalah pandita yang mengadakan ritual dan upacara korban, biasanya seorang perumah tangga. Sang Buddha kadang-kadang disebut 'Pertapa Yang Agung' (mahasamana). [Kembali]
34. Meninggalkan nafsu (nekkhamma) di sini mengacu pada pencerapan pertama (jhana), yang merupakan jalan masuk menuju alam bentuk (rupavacara) dengan cara meninggalkan alam nafsu indria (kamavacara). Ini dicapai ketika pikirannya 'terisolasi' (vivicca) dari nafsu indria dan keadaan-keadaan lain yang tidak bajik. Yang tanpa-bentuk (aruppa) merupakan pencapaian meditatif dalam lingkup-tanpa-bentuk. 'Penghentian' (nirodha) merupakan Nibbana. [Kembali]
35. Sabbasankharassamatha adalah berhentinya semua hal-hal yang terkondisi, berhentinya seluruh keberadaan yang terkondisi; inilah Nibbana, keadaan yang tak berkondisi. [Kembali]
36. Syair yang kedua juga muncul pada Khotbah 53. [Kembali]
37. Syair kedua dan ketiga identik dengan syair Khotbah 51, tetapi ada sedikit perbedaan pada baris pertama syair kedua. [Kembali]
38. Ini merupakan lima peraturan moral, bersama dengan tiga perlindungan, yang merupakan peraturan dasar bagi perilaku dan keyakinan bagi semua umat Buddha. [Kembali]
39. Beliau sendiri memberi, dan menyuruh orang lain untuk melakukannya juga. [Kembali]
40. Tagara adalah serbuk berbau harum yang diperoleh dari semak tagara. [Kembali]
41. 'Elemen' (dhatu) di sini berarti watak atau temperamen (ajjhasaya) [Kembali]
42. Kamma: di sini berupa berbagai jenis pekerjaan, misalnya membuat jubah dan lain sebagainya. [Kembali]
43. Anavannatti adalah ingin dianggap baik oleh orang lain, suatu bentuk kesombongan atau kepongahan. [Kembali]
44. Paranuddayata. Biasanya, ini dapat diartikan memiliki simpati atau kasih-sayang pada orang-orang lain, tetapi dalam konteks ini berarti keadaan yang tidak bajik, sangat senang bergaul dan terlibat emosi dengan orang-orang lain yang mengakibatkan hilangnya kemandirian. [Kembali]
45. Bodhipakkhiyadhamma. Tujuh kelompoknya adalah: empat landasan perhatian, empat usaha benar, empat dasar pencapaian sukses, lima kemampuan batin, lima kekuatan, tujuh faktor penerangan sempurna (lihat Syair Kelompok Dua, catatan 34), dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Lihat Ledi Sayadaw, The Requisites of Enlightenment (BPS, Wheel No. 171 /174, 1971). [Kembali]
46. Kebebasan-kebijaksanaan (pannavimutti) merupakan pengetahuan yang berhubungan dengan pencapaian buah dari tingkat kesucian Arahat (arahattaphala). Kebebasan pikiran (cetovimutti) adalah kebebasan Arahat dari nafsu-nafsu negatif keserakahan (lobha), kebencian (dosa), dan kebodohan batin (moha). Lihat juga Khotbah 27 dan catatan yang menyertainya sehubungan dengan kebebasan-pikiran. [Kembali]
47. Di sini terbaca tanhi tassa na passanti yena maccuvasam vaje. Edisi PTS pasti salah pada baris ketiga, yang terbaca namassanti bukan na passanti. [Kembali]
48. Dengan alasan pencapaian jalan mulia (ariyamagga). [Kembali]
49. Opadikham. Sebagai dasar atau basis untuk kelahiran di masa depan. [Kembali]
50. Merenungkan hal-hal yang menjijikkan (asubha) berarti merefleksi tubuh jasmani dengan berbagai cara untuk mengatasi kemelekatan fisik dan nafsu indria. Metode yang paling umum adalah secara mental menganalisis tubuh jasmani menjadi 32 bagian (tradisional): rambut kepala, bulu, kuku, gigi, kulit, dsb.. Praktik perenungan kuburan juga digunakan. Lihat Vism., Bab VI dan VIII. [Kembali]
51. Praktik anapanasati, atau perhatian terhadap nafas yang masuk dan keluar merupakan cara yang paling efektif untuk mengendalikan buah-pikir yang mengembara, yang menghalangi pencapaian ketenangan dan konsentrasi. [Kembali]
52. Praktik bicara dan berpikir terhadap apa yang tidak sesuai dengan Dhamma. [Kembali]
53. Niat yang tidak jahat (avyapada). Dalam bahasa Pali, tidak seperti bahasa Inggris, kata negatif benar-benar merupakan sinonim dari imbangannya yang positif. Jadi 'tidak-kebutaan' merupakan sinonim untuk penglihatan, 'niat yang tidak jahat' merupakan sinonim untuk sikap bersahabat atau cinta kasih (metta), 'tidak keras' berarti kasih sayang, dsb.. Maka sulit untuk mendapatkan padan katanya yang persis. [Kembali]
54. Tiga hal ini disebut tiga akar yang tidak bajik (akusala mulani) dalam Khotbah 50. [Kembali]
55. Devadatta adalah saudara sepupu Sang Buddha yang berusaha menggeser posisi Sang Buddha sebagai pemimpin Sangha. Menurut Kitab Komentar, karena kesombongan pencapaiannya, Devadatta beralasan demikian: 'Sang Buddha adalah orang Sakya, saya juga orang Sakya; Sang Buddha adalah seorang pertapa, saya pun seorang pertapa; Sang Buddha memiliki kekuatan supernormal (iddhi), saya juga memiliki kekuatan super-normal; ... saya akan menjadi seorang Buddha dan mengurusi Sangha para bhikkhu.' Ketika tawaran ini gagal, dia mencoba memecah-belah Sangha dan merencanakan pembunuhan Sang Buddha. Lihat Bhikkhu Nanamoli, The Life of The Buddha, hal. 258 dst.. [Kembali]
56. 'Kemasyhuran yang rendah' mengacu pada kemampuan Devadatta dalam berbagai kekuatan supernormal, yang menyebabkan keruntuhannya. [Kembali]
57. Baris pertama syair ini diterjemahkan mengikuti edisi Burma, samanam anucinno, lebih baik dari PTS, pamadam anucinno. [Kembali]
58. Neraka yang paling mengerikan (avici-niraya) adalah neraka yang paling rendah dan paling menyakitkan dibandingkan lainnya (baik yang panas maupun yang dingin). [Kembali]
59. Aggappasada adalah keyakinan, kepercayaan, pengabdian yang tertinggi (utama, terbaik). [Kembali]
60. Memungkinkan seseorang memasuki jalan mulia (ariyamagga), dan dengan demikian memperoleh pembebasan. [Kembali]
61. 'Keadaan-keadaan' adalah dhamma, semua fenomena yang ada, hanya Nibbana saja yang merupakan keadaan tak-berkondisi (asankhata). [Kembali]
62. Masing-masing dari empat macam murid suci dianggap berada pada Sang Jalan (magga), atau telah mencapai buah (phala) dari Sang Jalan itu; jadi terdapat empat pasang makhluk atau delapan individu. [Kembali]
63. Pindolya (secara harfiah berarti makanan berbentuk bola atau gumpalan) yang berarti makanan pemberian yang dikumpulkan seorang bhikkhu dari rumah ke rumah. [Kembali]
64. Syair ini muncul juga dalam Khotbah 48. Edisi Burma juga mencakupkan di sini syair pendahulu Khotbah 48, walaupun edisi PTS yang saya ikuti tidak mencantumkannya. [Kembali]
65. Nibbuto berarti padam atau mendingin. Orang telah memadamkan tiga api dari nafsu, kebencian dan kebodohan batin (lihat Khotbah 93), telah mencapai Nibbana, keadaan kepunahan atau telah 'dipadamkan'. [Kembali]
66. Macce adalah mereka yang terkena kematian (maccu) dan kelahiran kembali; atau mereka yang berada dalam ayunan Mara, Yang Jahat, dan maccuraja, Raja Kematian. [Kembali]
67. Sakkaya adalah kelompok faktor-faktor yang membentuk keberadaan pribadi, yang dipahami oleh orang bodoh sebagai sesuatu yang kekal, menyenangkan, dan 'diri/aku/ego'. Ini diidentifikasikan sebagai lima khandha kemelekatan (upadanakkhandha). [Kembali]
68. Ini adalah empat alam kelahiran yang jelek. Alam asura - alam selain tiga alam kehidupan menyedihkan yang biasa - merupakan alam raksasa atau makhluk halus berbadan besar yang dipenuhi oleh dorongan untuk menguasai. [Kembali]
69. Lihat di atas, catatan 50. [Kembali]
70. Penembusan (nibbedha) adalah pemahaman langsung mengenai Empat Kebenaran Mulia. Lihat syair dalam Khotbah 41. [Kembali]
71. Di dalam Uddesavibhanga Sutta (M. 138), pernyataan Sang Buddha yang sangat padat ini diterjemahkan oleh Yang Mulia Mahakaccana dan membentuk pokok bahasan khotbah ini. Secara ringkas, 'secara eksternal tidak terbelokkan' berarti menjaga indria sehingga pikiran tidak dikuasai dan dihanyutkan oleh berbagai macam rincian pandangan, pendengaran, dsb. yang tertangkap indria. 'Secara internal tidak terpaku' berarti tidak terpukau oleh kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha), dsb., yang dialami dalam jhana-jhana. Rasa terpukau semacam ini merupakan suatu bentuk nafsu keinginan (tanha) yang halus, yang menuju pada kemelekatan, dumadi, kelahiran dsb., yaitu menuju seluruh proses penderitaan di masa depan dan kesinambungan samsara. Yang menyelidik (memeriksa, menjelajahi) pengalaman-pengalaman ini adalah praktik meditasi pandangan terang (vipassanabha vana). [Kembali]
72. Tujuh ikatan (sanga) adalah: kemelekatan, pandangan, kesombongan, kemarahan, ketidak-tahuan, kekotoran batin dan perilaku salah. 'Tali'nya adalah tali dumadi (bhavanetb), yaitu nafsu akan dumadi. Lihat Kelompok Dua, catatan 29. [Kembali]
73. Manusia dan kebanyakan dewa dikelilingi oleh objek-objek yang dapat menjadi objek nafsu -- inilah cara pertama. Cara yang kedua dan ketiga mengacu pada dua kelompok dewa di dalam alam indria (kamadhatu): dewa nimmanarati (yaitu 'dewa-dewa yang bersukacita di dalam ciptaan-ciptaan mereka sendiri'), dan dewa parinimmita-vasavatti ('mereka yang membantu menyempurnakan apa yang telah diciptakan oleh yang lain'). Syair itu juga menyebutkan 'mereka yang menikmati objek-objek indria'; menurut Kitab Komentar, ini mengacu pada beberapa makhluk di dalam alam keberadaan di bawah manusia, seperti misalnya alam binatang. [Kembali]
74. Edisi PTS menghilangkan baris ini dan baris berikutnya (samsaram nativattare/etam adinavam natva). Terjemahan ini mengikuti edisi Burma. [Kembali]
75. Walaupun menyenangkan, kesenangan-kesenangan indria terikat pada bahaya (adinava) karena kesenangan-kesenangan itu tidak kekal, dan tidak pernah sepenuhnya memuaskan. Jadi kesenangan-kesenangan itu menyebabkan frustasi dan kesinambungan 'lingkaran'. 'Bahaya' di dalam kesenangan-kesenangan itu harus dilihat sebagai kebenaran mulia tentang penderitaan. [Kembali]
76. Ikatan nafsu indria itulah yang mengikat para makhluk hidup pada alam lingkup-indria (kamadhatu), dan ikatan nafsu untuk dumadilah yang mengikat makhluk pada samsara. Mereka semua, dari yang duniawi sampai Sakadagami (yang terlahir sekali lagi) masih terikat kedua ikatan ini; Anagami (yang tidak terlahir lagi) telah menghapus ikatan indria tetapi belum menghapus ikatan dumadi. Arahat telah menghapus kedua ikatan itu. [Kembali]
77. Patimokkha, peraturan-peraturan disiplin etik-moral Sangha para bhikkhu. [Kembali]
78. Lihat Khotbah 82 dan catatan 45. [Kembali]
79. Mengenai 'Kesemuanya' lihat Khotbah 7 dan Kelompok Satu, catatan 5. Baris terakhir juga muncul di dalam Khotbah 66 dan 68. [Kembali]
80. Kitab Komentar menjelaskan bahwa syair pertama mengacu kepada pemberian benda-benda materi. Syair kedua - dengan disebutkannya 'menyatakan' dan 'mendengarnya'- mengacu pada pemberian Dhamma. [Kembali]
81. Lapitalapana. Sang Buddha mengacu secara apa adanya kepada praktik-praktik para brahmana yang menghafalkan dan pandai mengulang kitab-kitab Veda. Pengetahuan berunsur tiga (tevijja) secara tradisional berarti pengetahuan mengenai tiga Veda, tetapi oleh Sang Buddha hal ini didefinisikan lagi dari sudut pandang Dhamma sebagai pengetahuan yang menuju pada pencerahan dan pembebasan dari lingkaran kelahiran. Berbicara penuh bujuk rayu atau penuh 'tepukan-tepukan' merupakan cara seorang pengemis untuk membujuk orang agar memberikan sedekah. [Kembali]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar