Selasa, 16 Maret 2010

MUNI1 SUTTA

BAB I
BAB TENTANG ULAR
12. MUNI1 SUTTA
Sang Pertapa
Puji-pujian terhadap kehidupan menyendiri yang penuh dengan pengendalian diri
1. Rasa takut muncul karena keintiman. Nafsu indera terlahir dari kehidupan berumah-tangga. Karena itu, keadaan tak berumah dan ketidakmelekatan dihargai oleh para bijaksana. (207)
2. Orang yang memotong kekotoran batin yang telah muncul dan tidak mau menanamnya lagi, serta yang tidak mau masuk ke dalam apa yang sedang tumbuh, dia disebut orang bijaksana yang berkelana sendiri. Guru agung itu telah melihat Keadaan Damai [Nibbana]. (208)
3. Setelah memeriksa tanah, setelah membuang benih dan tidak menyiramnya sehingga benih itu tidak tumbuh, setelah meninggalkan tipu muslihat, orang bijak yang telah melihat akhir kelahiran tidak dapat digambarkan menurut kategori secara pasti. (209)
4. Dia yang telah mengetahui segala jenis kelahiran, tetapi tidak memiliki nafsu untuk masuk ke dalam salah satu darinya, orang bijak seperti itu telah terbebas dari keserakahan dan nafsu keinginan. Dia tidak lagi perlu berjuang keras, karena dia telah mencapai pantai seberang [Nibbana]. (210)
5. Orang yang telah mengatasi segalanya, yang mengetahui segalanya, yang cerdas, yang tidak melekat pada obyek apa pun, yang telah meninggalkan segalanya, yang telah membebaskan dirinya dengan cara menghancurkan nafsu keinginan, disebut orang suci oleh para bijaksana. (211)
6. Orang yang memiliki kekuatan kebijaksanaan, yang terlahir dari peraturan-peraturan moralitas serta pengendalian diri, yang tenang pikirannya dan bergembira di dalam meditasi, yang penuh perhatian, bebas dari kemelekatan, bebas dari pikiran yang tak terlatih, dan bebas dari apa yang meracuni2, disebut .... (212)
7. Orang bijak yang berkelana sendiri, yang tekun dan tidak goyah oleh pujian maupun celaan, yang tidak takut oleh suara -- seperti singa, yang tidak terperangkap di dalam jaring -- seperti angin, yang tidak dikotori air -- seperti teratai, yang memimpin orang lain dan tidak dipimpin oleh orang lain, disebut .... (213)
8. Orang yang kokoh, bagaikan tiang di tempat pemandian, yang terkendali ketika mendengar apa yang dikatakan orang lain, yang tidak memiliki nafsu, yang inderanya terjaga baik, disebut .... (214)
9. Orang yang berpikiran teguh dan lurus bagaikan puntalan datar, yang memandang rendah tindakan-tindakan jahat, yang menyelidiki apa yang baik dan buruk, disebut .... (215)
10. Orang yang memiliki pengendalian diri dan tidak melakukan kejahatan, orang bijaksana seperti itu, tak peduli apakah masih muda atau setengah baya, yang pikirannya terkendali dengan baik, yang tidak tergoda dan tidak menggoda yang lain, disebut .... (216)
11. Bhikkhu yang bergantung kepada orang-orang lain, yang tidak memuji atau mencela si pemberi ketika menerima sedekah baik dari [porsi] atas, atau [porsi] tengah, atau sisanya, dan yang tidak memuji-muji dengan kata-kata manis atau memperlakukan dengan tidak hormat; disebut .... (217)
12. Orang bijak yang berkelana sendiri, yang tidak melakukan keintiman seksual, yang bahkan pada masa mudanya tidak terikat pada apa pun, yang telah menjauhkan diri dari kesombongan dan kemalasan, disebut .... (218)
13. Orang yang telah mengenal dunia, yang telah memahami Kebenaran tertinggi, yang telah menyeberang banjir dan lautan [dumadi], yang telah memotong ikatan [tumimbal lahir], yang tidak memiliki keterikatan terhadap obyek-obyek indera, yang bebas dari racun2, disebut .... (219)
14. Orang bijak yang terbiasa hidup di tempat-tempat terpencil, yang tanpa-ego serta baik perilakunya, dibandingkan dengan perumah-tangga yang menyokong keluarga -- mereka tidak setara, karena perumah-tangga tidak terkendali dan menghancurkan makhluk hidup; sedangkan orang bijak terkendali dan melindungi makhluk hidup. (220)
15. Burung merak berleher biru yang terbang membubung di angkasa tidak pernah mendekati kecepatan angsa. Demikian pula, perumah-tangga tidak pernah dapat menyamai bhikkhu yang memiliki sifat-sifat orang bijak yang bermeditasi, menyendiri, di hutan. (221)

Catatan
1. Orang yang telah bersumpah untuk tidak berbicara, orang suci, orang bijaksana. Istilah ini berlaku bagi siapa pun yang telah mencapai pandangan terang, memiliki pengendalian diri, dan kesempurnaan.
2. Racun -- asava: nafsu indera (kamasava), nafsu untuk proses kehidupan (bhavasava), kurangnya pengetahuan yang lebih tinggi atau kebodohan (avijjasava), dan pandangan-pandangan (ditthasava). Lihat H. Saddhatissa Buddhist Ethics, hal. 83, catatan kaki 2.
3. Dari nomor 6 sampai 13, setiap bait berakhir dengan pengulangan, 'disebut orang suci oleh para bijaksana'.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar