Selasa, 16 Maret 2010

DUKA

KELOMPOK DUA
28. Hidup Dalam Ketidaknyamanan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, jika memiliki dua hal ini, seorang bhikkhu akan hidup dalam ketidaknyamanan di sini dan kini, menyebabkan dirinya berada dalam kecemasan, kesulitan dan keresahan; dan bila tubuhnya membusuk setelah kematian, alam kelahiran yang buruk dapat diharapkan."
"Apakah dua hal itu?"
"Tidak menjaga pintu-pintu indrianya, dan makan berlebihan. [1] Itulah dua hal, yang jika dimiliki oleh seorang bhikkhu, akan membuatnya hidup dalam ketidaknyamanan... "
Mata, telinga, hidung, lidah,
Tubuh, dan demikian juga pikiran,
Seorang bhikkhu yang membiarkan
Pintu-pintu ini tidak terjaga di sini,
Yang makan berlebihan,
Tidak terkendali indrianya,
Akan mengalami penderitaan
Baik fisik maupun mental.
Tersiksa oleh tubuh,
Dan tersiksa oleh pikiran,
Orang seperti itu hidup dalam ketidaknyamanan,
Baik siang maupun malam.

29. Hidup Dalam Kenyamanan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, jika memiliki dua hal ini, seorang bhikkhu akan hidup dalam kenyamanan di sini dan kini, tidak menyebabkan dirinya berada dalam kecemasan, kesulitan dan keresahan; dan bila tubuhnya membusuk setelah kematian, alam kelahiran yang baik dapat diharapkan."
"Apakah dua hal itu?"
"Menjaga pintu-pintu indrianya, dan makan secukupnya. Itulah dua hal ..."
Mata, telinga, hidung, lidah,
Tubuh, dan demikian juga pikiran,
Seorang bhikkhu yang menjaga
Pintu-pintu itu dengan baik di sini,
Yang makan secukupnya,
Terkendali indrianya,
Akan mengalami kebahagiaan
Baik fisik maupun mental.
Tidak tersiksa oleh tubuh,
Dan tidak tersiksa oleh pikiran,
Orang seperti itu hidup dalam kenyamanan,
Baik siang maupun malam.

30. Penyesalan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Ada dua hal, wahai para bhikkhu, yang menyebabkan penyesalan."
"Apakah dua hal itu?"
"Di sini seseorang belum melakukan apa yang baik, belum melakukan apa yang bermanfaat, belum melakukan apa yang menguntungkan, [2] namun telah melakukan tindakan-tindakan yang jahat, sembrono, dan salah. Dia akan menyesal ketika berpikir, 'Aku belum melakukan yang baik', dan akan menyesal ketika berpikir, 'Aku telah melakukan yang jahat'."
"Wahai para bhikkhu, inilah dua hal yang menyebabkan penyesalan."
Telah melakukan tindakan salah
Lewat tubuh, tindakan salah lewat ucapan,
Tindakan salah lewat pikiran dan apa pun lainnya
Yang dianggap sebagai kesalahan,
Belum melakukan tindahan yang baik
Dan telah melakukan banyak hal yang buruk -
Ketika tubuhnya hancur
Orang bodoh itu akan terlahir kembali di alam neraka.

31. Tanpa Penyesalan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada dua hal yang menyebabkan tidak adanya penyesalan."
"Apakah dua hal itu?"
"Di sini seseorang telah melakukan apa yang baik, melakukan apa yang bermanfaat, melakukan apa yang menguntungkan, serta tidak melakukan tindakan yang jahat, sembrono dan salah. Dia tidak akan menyesal ketika berpikir, 'Aku telah melakukan yang baik', dan tidak akan menyesal ketika berpikir, 'Aku tidak melakukan yang jahat'."
"Wahai para bhikkhu, inilah dua hal yang menyebabkan tidak adanya penyesalan."
Setelah meninggalkan tindakan salah
Lewat tubuh, tindakan salah lewat ucapan,
Tindakan salah lewat pikiran dan apa pun lainnya
Yang dianggap sebagai kesalahan,
Tidak melakuhan tindakan yang buruk
Dan telah melakukan banyak hal yang baik -
Ketika tubuhnya hancur
Orang bijaksana itu akan terlahir kembali di alam surga.

32. Tingkah Laku (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Jika memiliki dua hal ini, wahai para bhikkhu, seseorang akan ditempatkan di neraka seakan-akan dibawa ke sana."
"Apakah dua hal itu?"
"Memiliki tingkah laku buruk dan pandangan yang buruk. [3] Itulah dua hal ..."
Jika seseorang memiliki dua hal ini -
Tingkah laku yang buruk dan pandangan yang buruk -
Ketika tubuhnya membusuk
Orang tolol itu akan terlahir kembali di alam neraka.

33. Tingkah Laku (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Jika memiliki dua hal ini, wahai para bhikkhu, seseorang akan masuk ke surga seakan-akan dibawa ke sana."
"Apakah dua hal itu?"
"Memiliki tingkah laku yang baik dan pandangan yang baik. Itulah dua hal ..."
Jika seseorang memiliki dua hal ini -
Tingkah laku baik dan pandangan yang baik -
Ketika tubuhnya membusuk
Orang bijaksana itu akan terlahir kembali di alam surga.

34. Semangat

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu yang tidak memiliki semangat dan tidak takut bertindak salah, tidak akan mampu mencapai pencerahan, tidak mampu mencapai Nibbana, tidak mampu mencapai pembebasan tertinggi, bebas dari ikatan."
"Tetapi seorang bhikkhu yang memiliki semangat dan takut bertindak salah akan mampu melakukannya."
Orang yang tidak tekun, sembrono,
Malas dan tidak bersemangat,
Dipenuhi kemalasan mental dan kekakuan,
Tidak tahu malu dan tanpa rasa hormat
Bhikkhu seperti itu tidak akan dapat mencapai
Pencerahan yang agung.
Tetapi meditator yang penuh perhatian dan pengertian,
Tekun, cermat dan rajin,
Setelah memutus belenggu-belenggu kelahiran dan kelapukan,
Di sini dan kini, dengan sendirinya dapat mencapai
Pencerahan yang agung.

35. Tidak Menipu (1)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, kehidupan suci jangan dijalani untuk menipu, untuk membujuk orang, untuk memperoleh keuntungan, kehormatan dan kemasyuran, tidak juga dengan keinginan: 'Biarlah orang tahu saya demikian'."
"Kehidupan suci ini, wahai para bhikkhu, harus dijalani untuk pengendalian diri dan pembebasan dari kekotoran batin." [4]
Sang Buddha mengajarkan kehidupan suci
Yang tidak berdasarkan atas tradisi, [5]
Untuk pengendalian diri dan pembebasan,
Yang menuju dan menyatu dalam Nibbana.
Inilah jalan yang diikuti orang suci,
Yang dicari oleh yang bijak dan luhur.
Mereka yang memasuki arus
Sebagaimana diajarkan oleh Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna,
Dan memperhatikan petunjuk Sang Guru,
Akan mengakhiri penderitaan.

36. Tidak Menipu (2)

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, kehidupan suci ini jangan dijalani untuk menipu, untuk membujuk orang, untuk memperoleh keuntungan, kehormatan dan kemasyuran, tidak juga untuk keinginan: 'Biarlah orang tahu saya demikian'."
"Kehidupan suci ini, wahai para bhikkhu, harus dijalani untuk memperoleh pengetahuan langsung dan pemahaman total." [6]
Sang Buddha mengajarkan kehidupan suci
Yang tidak berdasarkan atas tradisi,
Untuk pengetahuan dan pemahaman,
Yang menuju dan menyatu dalam Nibbana.
Inilah jalan yang diikuti orang suci,
Yang dicari oleh orang yang bijak dan luhur.
Mereka yang memasuki arus
Sebagaimana diajarkan oleh Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna
Dan memperhatikan petunjuk Sang Guru,
Akan mengakhiri penderitaan. [7]

37. Kebahagiaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, jika memiliki dua hal ini, seorang bhikkhu akan hidup di sini dan kini dengan banyak kesenangan dan kebahagiaan, serta termotivasi secara benar untuk menuju pada hancurnya noda-noda." [8]
"Apakah dua hal itu?"
"Dia digerakkan oleh rasa mendesak pada saat-saat yang mendesak, dan karena tergerak maka dia mengerahkan usaha yang sesuai. Wahai para bhikkhu, inilah dua hal ..." [9]
Orang bijaksana harus tergerak dengan cepat,
Pada saat-saat yang mendesak;
Sebagai bhikkhu yang gigih dan memiliki pengertian
Dia harus menyelidiki dengan kebijaksanaan.
Orang yang hidup dengan gigih seperti itu,
Yang memiliki perilaku yang damai, tidak sombong,
Dan melatih ketenangan pikiran,
Akan mencapai tahap hancurnya penderitaan.

38. Buah Pikir yang Sering Muncul

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha...
"Wahai para bhikkhu, dua hal sering muncul dalam pikiran Sang Tathagata, [10] Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna: buah pikir tentang keselamatan (bagi semua makhluk) dan buah pikir tentang kesendirian." [11]
"Wahai para bhikkhu, Sang Tathagata bergembira dalam niat yang tidak-jahat dan menikmati tidak adanya niat jahat." [12]
"Karena Sang Tathagata bergembira dalam niat yang tidak jahat dan menikmati tidak adanya niat jahat, buah pikir ini sering muncul dalam diri-Nya: 'Dengan tindakan ini aku tidak menindas siapa pun juga, baik yang lemah maupun yang kuat'." [13]
"Wahai para bhikkhu, Sang Tathagata bergembira dalam kesendirian dan menikmati kesendirian. Karena Sang Tathagata bergembira dalam kesendirian dan menikmati kesendirian, buah pikir ini sering muncul dalam diri-Nya: 'Apa yang tidak bajik telah ditinggalkan'. " [14]
"Oleh karenanya, wahai para bhikkhu, aku katakan, kalian juga harus hidup bergembira dalam niat yang tidak-jahat dan menikmati tidak adanya niat jahat. Jika kalian hidup demikian, buah pikir ini akan sering juga muncul dalam diri kalian: 'Dengan tindakan ini, kami tidak menindas siapa pun juga, baik yang lemah maupun yang kuat'."
"Wahai para bhikkhu, kalian juga harus hidup bergembira dalam kesendirian dan menikmati kesendirian. Jika kalian hidup demikian, buah pikir ini pun akan sering muncul dalam diri kalian: 'Apa yang tidak bajik? Apa yang belum ditinggalkan? Apa yang telah kami tinggalkan?'
Dua hal ini muncul dalam pikiran
Sang Tathagata, Yang Terjaga,
Yang telah menanggung apa yang tak tertanggung. [15]
Keselamatan (bagi semua mahhluk) adalah buah pikir pertama yang disampaikan,
Kesendirian adalah hal kedua yang dibabarkan.
Penguak kegelapan, yang telah menyeberang,
Pertapa Agung yang telah meraih pencapaian,
Menjadi penguasa, terbebas dari noda-noda,
Dan telah sepenuhnya menyeberang, [16]
Setelah terbebas karena hancurnya nafsu keinginan -
Pertapa itu menanggung tubuh terakhirnya,
Dan setelah meninggalkan Mara, [17] kukatakan,
Ia telah pergi melampaui kelapukan.
Bagaikan orang yang berdiri di puncak gunung
Dapat melihat sekelilingnya dan orang-orang di bawah sana,
Demikian juga setelah naik ke Istana-Dhamma,
Yang Maha Bijaksana, Yang Melihat Kesemuanya,
Memandang orang-orang di dunia.
Ia yang Tanpa Kesusahan melihat ke bawah
Pada mereka yang masih berkubang dalam kesusahan,
Dibelenggu oleh kelahiran dan kelapukan. [18]

39. Ajaran - Ajaran Dhamma

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha...
"Wahai para bhikkhu, ada dua ajaran Dhamma yang berurutan dari Sang Tathagata, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna."
"Apakah dua hal itu?"
"Melihat kejahatan sebagai kejahatan - inilah ajaran Dhamma yang pertama."
"Setelah melihat kejahatan sebagai kejahatan, singkirkaniah itu, janganlah melekat padanya, jauhilah itu, terbebaslah dari itu - inilah ajaran Dhamma yang kedua."
"Wahai para bhikkhu, inilah dua ajaran Dhamma yang berurutan dari Sang Tathagata ..."
Perhatikanlah kata-kata urut yang dipakai
Oleh Sang Tathagata, Yang Terjaga,
Yang dipenuhi kasih sayang terhadap semua makhluk,
Dua hal ini dinyatakan-Nya:
'Melihat apa yang jahat' adalah salah satunya,
Yang lain, 'Janganlah melekat padanya'.
Dengan pikiran yang tidak melekat pada kejahatan,
Engkau akan mengakhiri penderitaan.

40. Pengetahuan

Demikian telah dikatakan Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ketidaktahuan akan mendahului dan membawa pada hal-hal yang tidak bermanfaat, sedangkan pikiran tidak tahu malu dan tidak takut untuk bertindak salah akan mengikutinya."
"Wahai para bhikkhu, pengetahuan akan mendahului dan membawa pada hal-hal yang bermanfaat, sedangkan pikiran tahu malu dan pikiran takut untuk bertindak salah akan mengikutinya." [19]
Alam kehidupan apa pun yang tidak menyenangkan
Di dunia ini dan di dunia sana,
Semuanya berakar pada ketidaktahuan,
Yang dibangun oleh nafsu keinginan dan keserakahan.
Karena orang yang memiliki nafsu keinginan jahat
Tidak punya malu dan tidak punya rasa hormat,
Dari situlah kejahatan mengalir keluar
Dan dia pergi menuju keadaan sengsara.
Maka dengan membuang nafsu keinginan dan keserakahan,
Beserta ketidaktahuan juga,
Seorang bhikkhu mengembangkan pengetahuan
Dan meninggalkan semua alam penderitaan.

41. Kurangnya Kebijaksanaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, para makhluk benar-benar amat miskin jika mereka tidak memiliki kebijaksanaan luhur. Bahkan di sini dan kini, mereka hidup dalam ketidaknyamanan, dengan kegelisahan, kesulitan, dan keresahan. Dan ketika tubuhnya hancur pada saat kematian, alam kelahiran yang buruk dapat diharapkan."
"Para makhluk tidak miskin jika mereka memiliki kebijaksanaan luhur. Di sini dan kini mereka hidup dalam kenyamanan, tanpa kegelisahan, kesulitan, dan kecemasan. Dan ketika tubuhnya hancur pada saat kematian, alam kelahiran yang baik dapat diharapkan."
Lihatlah dunia dengan para dewanya,
Yang miskin kebijaksanaan,
Terbelenggu dalam batin-dan-jasmani,
Dan menganggapnya sebagai kebenaran. [20]
Kebijaksanaan yang membawa pada penembusan [21]
Merupakan hal terbaik di dunia,
Lewat kebijaksanaan ini orang sepenuhnya memahami
Akhir dari kelahiran maupun dumadi.
Para dewa dan manusia menyayangi
Mereka yang telah tercerahkan, yang selalu sadar,
Karena memilihi kebijaksanaan yang menggembirakan,
Mereka menanggung tubuh terakhir mereka.

42. Pelindung-pelindung yang Terang

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, dua prinsip yang terang ini melindungi dunia."
"Apakah dua hal itu?"
"Malu dan takut berbuat salah." [22]
"Wahai para bhikkhu, seandainya saja dua prinsip yang terang ini tidak melindungi dunia, maka tidak akan ada penghormatan yang selayaknya terhadap ibu dan saudara wanita ibu atau ipar wanita ibu, atau pada istri guru atau istri orang-orang terhormat lainnya."
"Maka dunia akan jatuh ke dalam kekacauan, sama halnya seperti kambing, domba, ayam, anjing, dan serigala. Tetapi karena dua prinsip yang terang ini melindungi dunia, maka ada penghormatan yang selayaknya terhadap ibu ... dan istri orang-orang terhormat lainnya."
Mereka yang di dalam dirinya tidak dapat ditemukan
Rasa malu dan takut berbuat salah,
Telah menyimpang dari sumber yang terang,
Dan akan terseret kembali pada kelahiran dan kematian.
Namun mereka yang di dalam dirinya selalu ada
Rasa malu dan takut berbuat salah,
Yang damai, mantap dalam kehidupan suci,
Mereka dapat mengakhiri pembaharuan dumadi.

43. Yang Tidak Dilahirkan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, dan tidak dibentuk." [23]
"Wahai para bhikkhu, seandainya saja tidak ada yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, dan tidak dibentuk, maka tidak ada jalan keluar yang dapat dilihat dari apa yang dilahirkan, dijelmakan, diciptakan, dan dibentuk."
"Tetapi karena ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak dijelmakan, tidak diciptakan, dan tidak dibentuk, maka dapat dilihat suatu jalan keluar dari apa yang dilahirkan, dijelmakan, diciptakan, dan dibentuk."
Yang dilahirkan, dijelmakan, dihasilkan,
Yang diciptakan, dibentuk, yang tidak kekal,
Yang bersatu dengan kelapukan dan kematian,
Sarang bagi penyakit, dapat hancur,
Yang muncul dari makanan dan tali nafsu- [24]
Itu tidak sesuai untuk dijadikan kegembiraan.
Jalan keluar dari itu, yang damai,
Berada di luar penalaran, kekal,
Yang tidak dilahirkan, tidak dihasilkan,
Keadaan tanpa duka yang bebas dari noda,
Berhentinya segala keadaan yang menyengsarakan,
Berhentinya yang berkondisi - sukacita.

44. Elemen-Nibbana

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada dua elemen-Nibbana. Apakah dua elemen itu? Elemen-Nibbana dengan sisa dan elemen-Nibbana tanpa sisa."
"Wahai para bhikkhu, apakah elemen-Nibbana dengan sisa itu?"
"Di sini, seorang bhikkhu merupakan Arahat, orang yang noda-nodanya telah lenyap, [25] kehidupan sucinya telah terpenuhi, yang telah melakukan apa yang harus dilakukan, tak lagi menanggung beban, telah mencapai tujuan menghancurkan belenggu-belenggu dumadi dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir. Tetapi, kelima indrianya tetap berfungsi, dan dengan indria itu dia masih mengalami apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan, serta merasakan sukacita dan penderitaan. Hilangnya kemelekatan, kebencian, dan kebodohan batin di dalam dirinya itulah yang disebut elemen-Nibbana dengan sisa." [26]
"Dan, wahai para bhikkhu, apakah elemen-Nibbana yang tanpa sisa itu? Di sini seorang bhikkhu merupakan Arahat ... yang sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir. Baginya, di sini dalam kehidupan ini juga, segala yang dialami, karena tidak ditanggapi dengan kegembiraan, akan padam."
"Wahai para bhikkhu, itulah yang disebut elemen-Nibbana tanpa sisa." [27]
"Demikianlah, wahai para bhikkhu, dua elemen-Nibbana itu."
Dua elemen-Nibbana ini diperkenalkan
Oleh Yang Melihat, yang tenang [28] dan tidak terikat:
Yang satu adalah elemen yang dilihat di sini dan kini
Dengan sisa, tetapi tali dumadinya telah dihancurkan; [29]
Yang lain, karena tidak memiliki sisa di masa depan,
Di situ semua jenis kehidupan sepenuhnya berhenti.
Setelah memahami keadaan yang tak terkondisi,
Terbebas pikirannya karena tali dumadi yang telah dihancurkan,
Mereka telah mencapai intisari Dhamma,
Bergembira dalam penghancuran (nafsu keinginan),
Mereka yang tenang telah meninggalkan semua dumadi.

45. Hidup Menyendiri

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, hiduplah dengan menikmati kesendirian; [30] hiduplah dengan gembira dalam kesendirian, sibukkan dirimu dengan melatih ketenangan mental di dalam diri, tidak mengabaikan meditasi, memiliki pandangan terang [31] dan sering mengunjungi tempat-tempat yang sunyi."
"Jika engkau hidup dengan menikmati kesendirian, wahai para bhikkhu, ... dan sering mengunjungi tempat-tempat sunyi, salah satu dari dua buah ini dapat diharapkan: memperoleh pengetahuan akhir di sini dan kini, atau mencapai keadaan tidak-terlahir-lagi (tingkat kesucian Anagami), kalau masih ada sisa kekotoran batin."
Mereka yang memiliki pikiran yang damai, yang mengerti,
Penuh perhatian dan tekun dalam meditasi,
Dengan jelas akan melihat segalanya dengan benar [32]
Dan tidak merindukan kesenangan-kesenangan indria.
Mereka yang damai, yang bergembira dalam ketekunan.
Yang melihat dengan takut pada keteledoran,
Tidak akan dapat terjatuh
Dan akan dekat dengan Nibbana.

46. Manfaat-manfaat Pelatihan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, hiduplah dengan tujuan mewujudkan manfaat-manfaat pelatihan, mencapai kebijaksanaan yang lebih tinggi, memperoleh intisari pelepasan dan mengendalikan perhatian."
"Wahai para bhikkhu, jika kalian hidup dengan tujuan mewujudkan manfaat-manfaat pelatihan ... salah satu dari dua buah ini dapat diharapkan: memperoleh pengetahuan akhir di sini dan kini, atau mencapai keadaan tidak-terlahir-lagi (tingkat kesucian Anagami), kalau masih ada sisa kekotoran batin."
Orang yang telah menyelesaikan pelatihan
Yang tidak lagi dapat terjatuh,
Dan telah mencapai kebijaksanaan yang lebih tinggi,
Dia melihat akhir dari kelahiran -
Orang suci itu menanggung tubuh terakhirnya,
Dan karena telah meninggalkan kesombongan, Dia telah pergi melampaui kelapukan, demikian kukatakan.
Oleh karenanya, selalulah bergembira dalam meditasi,
Berkonsentrasi, dan penuh semangat,
Dengan melihat akhir dari kelahiran, para bhikkhu,
Taklukkanlah Mara dan bala tentaranya, [33]
Dan pergilah melampaui semua kelahiran dan kematian.

47. Kewaspadaan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu harus waspada; dia harus hidup dengan penuh perhatian, mengerti dengan jelas, berkonsentrasi, bahagia dan tenang, dan harus tahu kapan waktu yang cocok untuk mengembangkan hal-hal yang bermanfaat." [34]
"Wahai para bhikkhu, bagi seorang bhikkhu yang waspada dan hidup demikian, salah satu dari dua buah ini dapat diharapkan: memperoleh pengetahuan akhir di sini dan kini, atau mencapai keadaan tidak-terlahir-lagi (tingkat kesucian Anagami), kalau masih ada sisa kekotoran batin."
Kalian yang waspada, dengarkanlah ini:
Bangkitlah, kalian yang tertidur!
Waspada lebih baik daripada tidur;
Tidak ada rasa takut bagi yang waspada.
Orang yang waspada dan penuh perhatian,
Yang mengerti dan berkonsentrasi,
Bergembira dan tenang pikirannya,
Yang menyelidiki Dhamma secara benar
Dengan pikiran yang menyatu, pada waktunya akan dapat
Menghancurkan kegelapan ketidaktahuan.
Oleh karenanya teruslah berusaha untuk waspada,
Bhikkhu yang gemar bermeditasi, mengerti dan bersemangat,
Setelah memutus belenggu kelahiran dan kelapuhan,
Di sini dan kini, dia dapat mencapai
Pencerahan yang agung.

48. Keadaan yang Menderita

Demikan telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, dua macam manusia ini akan menuju pada keadaan yang menderita, menuju ke neraka, karena tidak mau menghentikan perilakunya."
"Apakah dua hal itu?"
"Orang yang tidak menjalani kehidupan suci tetapi berpura-pura menjalani kehidupan suci, dan orang yang secara serampangan menuduh seseorang tidak menjalani kehidupan suci, padahal orang itu menjalaninya secara murni. Kedua orang itu akan menuju pada keadaan yang menderita, menuju ke neraka, apabila tidak mau menghentikan perilakunya."
Si penuduh yang salah pergi ke alam neraka,
Juga orang yang menyangkal tindakan yang dilakukannya,
Keduanya menjadi sama sesudah kehidupan ini,
Yaitu orang yang memiliki tindakan rendah di alam selanjutnya.
Banyak penyamar memahai jubah kuning,
Bersifat jahat dan tidak terkendali.
Karena tindakan jahat ini,
Mereka yang jahat ini terlahir di alam neraka.
Jauh lebih baik baginya menelan
Bola besi yang panas membara,
Daripada tidak bermoral dan tidak terkendali
Namun memperoleh makanan sedekah. [35]

49. Dicengkeram Pandangan-pandangan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, karena dicengkeram oleh dua macam pandangan, beberapa dewa dan manusia menarik diri sehingga tak bisa sampai, sedangkan beberapa malahan menggapai terlalu jauh. Hanya yang memiliki kebijaksanaanlah yang dapat melihat."
"Dan sekarang, wahai para bhikkhu, bagaimanakah beberapa tak bisa sampai? Dewa dan manusia senang akan dumadi, [36] bergembira dalam dumadi, puas dengan dumadi. Ketika Dhamma diajarkan kepada mereka untuk menghentikan dumadi, pikiran mereka tidak masuk ke dalamnya, atau memperoleh keyakinan di dalamnya, atau menetap di sana, atau menjadi mantap di sana. Demikianlah, wahai para bhikkhu, beberapa di antara mereka menarik diri." [37]
"Bagaimanakah beberapa malahan menggapai terlalu jauh? Ada beberapa di antara mereka yang gusar, malu dan muak dengan dumadi yang sama ini, dan mereka bersukacita dalam (ide) tidak terlahirkan, dengan meyakini: 'Saudara, setelah tubuh hancur pada saat kematian, diri ini binasa dan rusak dan tidak lagi ada setelah kematian - itu benar-benar damai, itu bagus sekali, itu realitas!' Demikianlah, wahai para bhikkhu, beberapa orang menggapai terlalu jauh." [38]
"Wahai para bhikkhu, bagaimana mereka yang memiliki kebijaksanaan dapat melihat? Di sini seorang bhikkhu melihat apa yang telah ada sebagai yang telah ada. Setelah melihat hal itu demikian, dia berlatih untuk membelok dari sana, untuk tidak bernafsu, untuk menghentikan apa yang sudah ada. Demikianlah wahai para bhikkhu, mereka yang memiliki kebijaksanaan melihat." [39]
Setelah melihat apa yang telah ada
Sebagai yang telah ada,
Dan melampaui apa yang telah ada,
Mereka terbebas sesuai dengan kebenaran
Dengan memadamkan nafsu keinginan untuk dumadi.
Ketika seorang bhikkhu telah sepenuhnya memahami,
Bahwa yang telah ada memang demikian adanya,
Dia terbebas dari nafsu keinginan untuk menjadi ini atau itu,
Dengan padamnya apa yang telah ada
Dia tidak lagi sampai ke pembaharuan dumadi.
Inilah juga arti dari apa yang dikatakan oleh Sang Buddha, demikian yang telah saya dengar.
Catatan Kaki :

1. Indria dianggap sebagai 'pintu'. Lewat pintu-pintu ini objek-objek indria dan juga keadaan-keadaan tidak baik (akusala) masuk ke pikiran. Pintu-pintu itu dijaga oleh perhatian (sati). Makan yang berlebihan (secara harafiah, 'tidak tahu ukuran makan') adalah makan tanpa perenungan-kebijaksanaan, makan bukan dengan tujuan sekadar menopang tubuh dan kesehatan fisik. [Kembali]
2. Akatabhiruttana. Kitab Komentar menjelaskan: 'dia belum melakukan hal yang membuat dirinya sendiri terlindung dari bahaya'. Jadi frasa ini diartikan '(belum melakukan) apa yang bermanfaat'. [Kembali]
3. 'Tingkah laku buruk' (papaka sila) mengacu pada perilaku yang tidak bermoral, tingkah laku tidak terkendali yang dianggap salah (Kitab Komentar). Kata sila tidak hanya berarti perilaku moral dan peraturan moral, tetapi juga tingkah laku secara umum. 'Pandangan buruk' ada berbagai macam, misalnya pandangan bahwa tindakan (kamma) tidak menghasilkan akibat (vipaka). [Kembali]
4. Pengendalian tingkah laku salah melalui perilaku bermoral serta pengendalian keadaan pikiran yang tidak bermanfaat melalui perhatian. Pembebasan kekotoran batin melalui meditasi serta kebijaksanaan. [Kembali]
5. Anitiha: berarti tidak diturunkan lewat tradisi atau berdasarkan pada 'kata orang' seperti di dalam adat Veda, kasta brahmana. Sang Buddha mengajar dari pengalaman penerangan sempurna langsung Beliau sendiri. [Kembali]
6. Pengetahuan langsung (abhinna) mencakup berbagai macam kekuatan supernormal, misalnya mengingat kembali kehidupan-kehidupan lampau, dan juga pengetahuan tentang hancurnya noda-noda (asava) yang merupakan pencapaian tingkat kesucian Arahat. Pemahaman total (parinna) merupakan pandangan terang yang menembus ke dalam fenomena dan sifat-sifat tidak kekal (anicca), penderitaan (dukkha), dan tanpa diri/ aku/ ego (anatta). Di sini, sesuai dengan Kitab Komentar, dua istilah itu berarti pengetahuan dan pemahaman penembusan Empat Kebenaran Mulia. [Kembali]
7. Syair ini identik dengan yang ada di Khotbah 35 di atas. [Kembali]
8. Yaitu, dia mempunyai alasan untuk mulai mengerahkan segenap usaha sekuat-kuatnya. [Kembali]
9. Dia digerakkan oleh rasa mendesak (samvega) ketika melihat penderitaan yang terdapat dalam lingkaran samsara dari kelahiran, usia tua dan kematian, dan dia melakukan usaha yang sesuai (yoniso padhana), usaha yang bijaksana atau usaha yang benar, untuk mencapai pembebasan. [Kembali]
10. Tathagata adalah istilah yang sering digunakan oleh Sang Buddha bila menyebut dirinya sendiri. Secara ringkas artinya adalah 'dia yang dengan demikian telah datang' atau 'telah pergi' (menuju Penerangan Sempurna). Komentar-komentar memberikan keterangan yang panjang dan terperinci. Untuk terjemahan, lihat Bhikkhu Bodhi, The Discourse on the All-Embracing Net of Views (BPS, 1978), hal. 331 dst. Lihat juga Khotbah 112 di bawah. [Kembali]
11. Kitab Komentar: Pemikiran akan kedamaian (khemavitakka) terutama berhubungan dengan kasih sayang (karuna), walaupun munculnya juga berhubungan dengan cinta kasih (metta) dan kegembiraan bersimpati (mudita). Khemavitakka merupakan pendahulu dan yang muncul bersamaan dengan pencapaian Sang Buddha dalam kasih sayang yang luar biasa, juga dengan pencapaian Beliau dalam hal cinta kasih, dsb. Pemikiran akan kesendirian (pavivekavitakka) adalah pendahulu dan yang muncul bersamaan dengan pencapaian beliau dalam pahala, walaupun itu juga muncul sehubungan dengan pencapaian jhana, dsb. [Kembali]
12. Niat tidak-buruk (avyapajjha) merupakan padan kata cinta kasih (metta). [Kembali]
13. Atau 'dapat bergerak atau tidak dapat bergerak' (tasam va thavaramva). Menurut Kitab Komentar itu berarti mereka yang memiliki tanha (nafsu keinginan) dan mereka yang tanpa tanha (yaitu Arahat). Ini adalah pikiran pertama, pikiran kedamaian, yang menunjukkan kasih sayang yang besar dari Sang Buddha. [Kembali]
14. Kitab Komentar menyamakan kesendirian di sini dengan hapusnya dan lenyapnya kekotoran yang muncul bersamaan dengan pencapaian penerangan sempurna Sang Buddha, serta juga dengan kesendirian tertinggi Nibbana, kebebasan dari semua hal yang berkondisi. [Kembali]
15. Kitab Komentar: Beliau menanggung atau membawa seluruh perlengkapan untuk penerangan sempurna tertinggi, dan pelaksanaan kasih sayang yang besar, yang tidak dapat ditanggung atau dibawa oleh orang yang bukan Bodhisatta yang agung; dan Beliau menaklukkan Mara, yang tidak dapat ditaklukkan oleh yang lain; juga Beliau menjalankan tugas-tugas seorang Buddha yang tidak dapat dijalankan oleh orang lain. [Kembali]
16. Vissantara (edisi PTS), vessantara (edisi Sinhalese), visantara (edisi Burma). Kitab Komentar menjelaskan secara etimologi: 'Beliau disebut demikian karena telah menghalau ketidak-benaran (visamassa vantatta) seperti misalnya perilaku fisik yang tidak benar, dan sebagainya; atau karena Beliau membimbing yang lain menyeberang setelah Beliau sendiri menyeberang (taritva) melewati racun (visa) semua kekotoran batin, atau racun semua penderitaan dari lingkaran kehidupan.' [Kembali]
17. Mara adalah Yang Jahat, personifikasi dari apa pun yang mencegah pencapaian penerangan sempurna kita. Kitab-kitab Komentar menjelaskan Mara sebagai kekotoran batin, lima khandha, kematian, dan juga sebagai Penggoda, dewa yang jahat. [Kembali]
18. Syair ini juga muncul di M. 26 (i. 168). [Kembali]
19. Mengenai malu dan takut akan tindakan salah, lihat Khotbah 42 dan catatan 22. [Kembali]
20. Melekat pada batin dan tubuh jasmani (nama-rupa), atau lima khandha, orang biasa (salah-) memahaminya sebagai 'diri/aku' atau milik diri itu. [Kembali]
21. Penembusan Empat Kebenaran Mulia. [Kembali]
22. Sukka berarti terang, murni, baik, dan mengacu pada sifat-sifat yang luhur dan bermanfaat, yang dengannya pikiran terbersihkan, termurnikan dan dibuat cemerlang. 'Malu' (hiri) berarti muak terhadap yang jahat, suara nurani yang menghalangi seseorang melakukan tindakan salah. 'Takut berbuat salah' (ottappa) adalah takut yang diarahkan keluar, terhadap akibat-akibat yang menyakitkan dari perbuatan jahat, serta takut disalahkan oleh yang lain. Dikatakan bahwa keduanya itu merupakan dasar moralitas. [Kembali]
23. Bagian prosa berikutnya sama dengan Khotbah-khotbah, Inspirasi Buddha dalam Ud. 8.3. Khotbah ini membedakan apa yang mutlak dan tak berkondisi, Nibbana, dengan apa yang bersebab dan berkondisi. Syair-syair itu selanjutnya mengungkapkan perbedaan-perbedaannya dengan mendaftar sinonim-sinonim untuk kedua istilah, diakhiri dengan evaluasi yang sesuai untuk masing-masing. [Kembali]
24. Makanan memiliki empat unsur, yaitu: makanan materi, kontak indria, kehendak batin, dan kesadaran. Semuanya penting untuk menopang kehidupan. Jadi, menurut Sang Buddha, 'makanan mental' penting untuk pikiran sebagaimana makanan materi penting untuk penopang tubuh. 'Tali nafsu' (netti) adalah nafsu untuk dumadi - lihat catatan 29 di bawah. [Kembali]
25. Noda-noda (asava) adalah nafsu indria, nafsu untuk dumadi, dan ketidak-tahuan. Lihat Khotbah 56. 'Orang yang noda-nodanya telah hancur' (khinasava) adalah nama lain untuk Arahat. [Kembali]
26. Pencapaian tingkat kesucian Arahat didasarkan pada hancurnya kekotoran batin (kilesa-parinibbana) - kemelekatan, kebencian, dan kebodohan batin - dan sementara Arahat terus melanjutkan kehidupannya, kebebasannya dari kekotoran batin disebut 'elemen-Nibbana dengan sisa' (sa-upadisesa-nibbanadhatu). 'Sisa' itu adalah lima khandha - batin dan tubuh jasmani serta indria - yang masih berfungsi. [Kembali]
27. Karena tidak adanya nafsu keinginan dan kemelekatan ('kesenangan'), pada saat seorang Arahat meninggal, ketika tubuhnya hancur, tidak ada yang diproyeksikan lagi kedalam kelahiran kembali. Jadi lima kelompok khandhanya padam total (khandha-parinibbana). Inilah 'elemen-Nibbana tanpa sisa' (anupadisesa-nibbanadhatu). [Kembali]
28. Tadi adalah 'tenang, hening', istilah untuk orang yang terbebaskan, seorang Arahat, dan mengacu pada ketenang-seimbangannya terhadap objek-objek indria yang menyenangkan dan tidak-menyenangkan. [Kembali]
29. 'Tali dumadi' (bhavanetti) adalah nafsu keinginan untuk dumadi (bhavatanha). Disebut demikian karena tali ini membuat makhluk hidup terikat pada lingkaran kelahiran. [Kembali]
30. Patisallana. Kitab Komentar menjelaskan sebagai kesendirian fisik (kayaviveka) yang merupakan prasyarat untuk ketenangan batin yang dicapai melalui meditasi. [Kembali]
31. Kitab Komentar memberikan keterangan tambahan mengenai pandangan terang (vipassana) sebagai perenungan berunsur tujuh: mengenai ketidak-kekalan (anicca), penderitaan (dukkha), tanpa diri/aku/ego (anatta), hilangnya nafsu, hilangnya kemelekatan, berhentinya penderitaan, dan pembebasan. [Kembali]
32. Kitab Komentar: Lima khandha yang tidak kekal, dsb. [Kembali]
33. Mara, Yang Jahat, dipahami sebagai pemimpin suatu kelompok besar bala tentara (kekotoran batin) yang harus dihadapi dan dikalahkan untuk mencapai penerangan sempurna. [Kembali]
34. Ini mengacu pada pengembangan pandangan terang dan pemahaman setelah memantapkan perhatian (sati), kejernihan dan ketenangan batin yang hening sebagai dasarnya. Kitab Komentar juga menyebutkan pengembangan bojjhanga, tujuh faktor penerangan sempurna: perhatian, penyelidikan Dhamma, semangat, kegiuran, keheningan, konsentrasi dan ketenang-seimbangan. [Kembali]
35. Syair-syair ini terdapat dalam Dhammapada 306-308. [Kembali]
36. Berhentinya dumadi (bhavanirodha) adalah Nibbana. [Kembali]
37. Mereka yang sangat menginginkan dumadi dan bersuka-ria di dalamnya, cenderung memiliki pandangan kekekalan, yang menempatkan suatu 'diri/aku'; yang hidup kekal di dalam bentuk tertentu setelah kematian. Jadi mereka 'menarik diri' dari Nibbana sebagai penghentian dumadi. [Kembali]
38. Mereka yang bernafsu untuk tidak-dumadi atau anihilasi pribadi 'menggapai terlalu jauh' dan memiliki pandangan anihilasi. Baik pandangan kekekalan maupun anihilasi, keduanya terjebak dalam pendapat tentang 'diri/aku' dalam istilah statis, yaitu bahwa ada diri/aku/ego permanen yang hidup selama-lamanya (paham kekekalan/eternalisme), atau hanya permanen dalam suatu periode tertentu selama kehidupan dan berhenti pada saat kematian (paham anihilisme). [Kembali]
39. Sikap yang benar dari 'mereka yang memiliki pandangan/ tujuan,' menurut Sang Buddha, adalah menghindari pikiran yang berkenaan dengan 'diri/aku', dan membasmi akar masalah itu dengan cara menghapuskan ketidak-tahuan (avijja) serta nafsu keinginan (tanha) yang menyebabkan timbulnya kedua pandangan yang salah tersebut. [Kembali]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar