Selasa, 16 Maret 2010

CATTUKA

KELOMPOK EMPAT
100. Persembahan Dhamma

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, aku adalah seorang brahmana yang dengan tangan terbuka [1] selalu siap untuk keperluan yang mendesak, seorang yang menanggung tubuh terakhirnya, seorang dokter dan ahli bedah [2] yang tiada bandingnya. Kalian adalah anak-anak sah-ku sendiri, terlahir dari mulut-ku, [3] terlahir dari Dhamma, dibentuk oleh Dhamma, pewaris Dhamma, bukan pewaris benda-benda materi."
"Wahai para bhikkhu, ada dua jenis pemberian: Pemberian benda-benda materi dan pemberian Dhamma. Dari dua jenis pemberian ini, pemberian Dhamma-lah yang tertinggi. Ada dua macam berbagi ... dua macam bantuan .... dua macam persembahan: [4] persembahan benda materi dan persembahan Dhamma. Dari dua jenis persembahan ini, persembahan Dhamma-lah yang tertinggi."
Makhluk hidup menghormati
Sang Tathagata yang telah memberikan persembahan Dhamma,
Yang tidak egois, penuh kasih sayang terhadap semua makhluk,
Dan telah melampaui dumadi, sebagai pemimpin para dewa dan manusia.

101. Diperoleh dengan Mudah

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, empat benda ini adalah benda yang sederhana, mudah diperoleh dan tidak tercela."
"Apakah empat hal itu?"
"Jubah yang dibuat dari kain buangan merupakan benda yang sederhana, mudah diperoleh dan tidak tercela."
"Makanan yang diperoleh dengan pindapata (persembahan dana makanan) merupakan benda yang sederhana, mudah diperoleh dan tidak tercela."
"Pohon rindang sebagai tempat bernaung merupakan benda yang sederhana, mudah diperoleh dan tidak tercela."
"Obat-obatan yang terbuat dari kencing sapi merupakan benda yang sederhana, mudah diperoleh dan tidak tercela." [5]
"Wahai para bhikkhu, itulah empat benda yang sederhana, mudah diperoleh dan tidak tercela. Bila seorang bhikkhu puas dengan benda-benda yang sederhana dan mudah diperoleh ini, kukatakan bahwa orang ini telah memiliki persyaratan untuk menjadi pertapa."
Orang yang puas hati dengan apa yang tidak tercela,
Dengan benda-benda sederhana yang mudah diperoleh,
Pikirannya tidak akan menjadi gelisah,
Jika tidak memperoleh tempat untuk bernaung,
Jubah untuk dipakai, dana makanan serta minuman;
Dia tidak memiliki kejengkelan di mana pun juga.
Inilah hal-hal yang dinyatakan
Sesuai dengan kehidupan pertapa,
Dengan memilikinya, seorang bhikkhu
Dapat hidup dengan puas hati dan rajin.

102. Hancurnya Noda-noda

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Bagi orang yang mengetahui dan melihat, wahai para bhikkhu, aku katakan ada penghancuran noda-noda, tetapi bukan bagi orang yang tidak mengetahui, yang tidak melihat."
"Namun mengetahui apa dan melihat apakah yang dapat menimbulkan penghancuran noda-noda? Dalam diri orang yang dapat mengetahui dan melihat, 'Inilah dukkha,' terdapat penghancuran noda-noda."
"Di dalam diri orang yang mengetahui dan melihat, 'Inilah asal mula dukkha' .... 'Inilah berhentinya dukkha' .... 'Inilah jalan menuju berhentinya dukkha', terjadi penghancuran noda-noda."
"Demikianlah, wahai para bhikkhu, di dalam diri orang yang mengetahui dan melihat, terjadi penghancuran noda-noda."
Bagi pelajar yang sedang berlatih
Sesuai dengan jalan langsung,
Pengetahuan akan penghancuran muncul dahulu,
Dan pengetahuan akhir segera mengikuti. [6]
Bagi yang terbebas lewat pengetahuan akhir,
Pengetahuan yang tertinggi tentang kebebasan,
Di sana muncul pengetahuan akan penghancuran:
'Demikianlah belenggu-belenggu itu dihancurkan.'
Tentu saja bukan oleh seorang yang malas,
Tidak juga oleh orang bodoh yang tidak mengerti
Nibbana dapat dicapai,
Pemutusan semua ikatan duniawi.

103. Pertapa dan Brahmana

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, pertapa atau brahmana apa pun yang tidak memahami sebagaimana adanya: 'Inilah dukkha' ; 'Inilah asal mula dukkha' ; 'Inilah berhentinya dukkha' ; 'Inilah jalan menuju berhentinya dukkha' - pertapa dan brahmana ini tidak kuanggap sebagai pertapa sejati di antara para pertapa, sebagai brahmana sejati di antara para brahmana."
"Orang-orang terhormat ini hidup tanpa mencapai dan mewujudkan tujuan menjadi seorang pertapa, tujuan menjadi seorang brahmana, di sini dan kini, lewat pengetahuan langsung mereka sendiri."
"Tetapi wahai para bhikkhu, pertapa atau brahmana apa pun yang memahami sebagaimana adanya: 'Inilah dukkha' ; 'Inilah asal mula dukkha' ; 'Inilah berhentinya dukkha'; 'Inilah jalan menuju berhentinya dukkha' - pertapa dan brahmana ini kuanggap sebagai pertapa sejati di antara para pertapa, sebagai brahmana sejati di antara para brahmana."
"Orang-orang terhormat ini hidup setelah benar-benar mencapai dan mewujudkan tujuan menjadi seorang pertapa, tujuan menjadi seorang brahmana, di sini dan kini, lewat pengetahuan langsung mereka sendiri."
Mereka yang tidak memahami dukkha,
Atau bagaimana dukkha ditimbulkan,
Atau di mana dukkha akhirnya berhenti
Sama sekali tanpa ada sisa,
Dan yang tak mengetahui Sang Jalan
Yang menuju pembebasan dari dukkha -
Mereka tak memiliki kebebasan-pikiran
Dan tak memiliki kebebasan karena kebijaksanaan;
Karena tidak mampu mengakhiri dukkha,
Mereka terus-menerus lahir dan menjadi tua.
Namun mereka yang memahami dukkha,
Dan bagaimana dukkha ditimbulkan,
Dan di mana dukkha akhirnya berhenti
Sama sekali tanpa sisa,
Dan yang juga mengetahui Sang Jalan
Yang menuju pembebasan dari dukkha -
Mereka memiliki kebebasan-pikiran
Dan juga kebebasan karena kebijaksanaan;
Karena mampu mengakhiri dukkha,
Mereka tak lagi lahir dan menjadi tua.

104. Unggul dalam Moral

Demikianlah telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, mengenai bhikkhu yang unggul moralnya, unggul konsentrasinya, unggul kebijaksanaannya, unggul pelepasannya, unggul pengetahuan serta tujuan pelepasannya, yang merupakan penasihat, pengajar dan teladan, yang dapat mendesak, memberi inspirasi serta mendorong, dan yang merupakan guru yang kompeten kukatakan bahwa bertemu bhikkhu seperti itu akan sangat membantu."
"Mendengarkan mereka, mendatangi mereka, melayani mereka, mengingat mereka, dan mengikuti teladan mereka dalam meninggalkan keduniawian menuju keadaan tidak-berumah akan sangat membantu, demikian kukatakan."
"Apa alasannya?"
"Dengan mengikuti bhikkhu semacam itu, bergaul dengan mereka serta melayani mereka, unsur moral yang pada waktu itu belum lengkap akan menjadi lengkap karena berkembang; unsur konsentrasi, unsur kebijaksanaan, serta unsur pengetahuan dan tujuan pelepasan yang waktu itu belum lengkap akan menjadi lengkap karena berkembang."
"Bhikkhu semacam itu disebut guru, pemimpin manusia, pemutus kesalahan, penguak kegelapan, pembawa sinar, pembuat terang, penerang, pembawa obor, pembawa penerangan, orang yang agung, pemilik pandangan."
Bagi mereka yang berpengetahuan
Inilah keadaan yang membuat suka cita -
Menjalani kehidupan Dhamma
Di bawah orang agung yang sempurna pikirannya.
Mereka menjernihkan Dhamma Sejati,
Memancarkan cahaya serta menyinari Dhamma,
Para pembawa sinar, orang bijak yang gagah berani,
Yang memiliki pandangan, dan memotong kesalahan.
Setelah mendengar ajaran mereka,
Dengan pemahaman sempurna
Karena langsung mengetahui akhir dari kelahiran,
Para bijaksana tak lagi terlahir kembali.

105. Yang Menimbulkan Nafsu Keinginan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, ada empat hal yang merangsang nafsu keinginan sehingga nafsu keinginan yang telah ada di dalam diri seorang bhikkhu muncul."
"Apakah empat hal itu?"
"Karena jubah, karena makanan pemberian, karena tempat tinggal, karena memperoleh ini atau kehilangan itu, [7] maka nafsu keinginan yang telah ada di dalam diri seorang bhikkhu muncul. Wahai para bhikkhu, itulah empat hal yang merangsang nafsu keinginan sehingga nafsu keinginan yang telah ada di dalam diri seorang bhikkhu muncul."
Orang yang disertai nafsu keinginan
Berkelana dalam perjalanan yang panjang
Dalam keadaan dumadi ini atau itu
Dan tidak dapat melampaui samsara.
Setelah memahami bahaya,
Bahwa nafsu keinginan adalah asal mula dukkha,
Seorang bhikkhu akan berkelana dengan penuh perhatian,
Bebas dari nafsu keinginan, tanpa kemelekatan.

106. Dengan Brahma

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Yang hidup dengan Brahma adalah para keluarga, yang di rumahnya, ibu dan ayah dihormati oleh anak-anaknya." [8]
"Yang hidup dengan para dewa awal adalah para keluarga, yang di rumahnya, ibu dan ayah dihormati oleh anak-anaknya."
"Yang hidup dengan para guru awal adalah para keluarga, yang di rumahnya, ibu dan ayah dihormati oleh anak-anaknya." [9]
"Yang hidup dengan mereka yang pantas dipuja adalah para keluarga, yang di rumahnya, ibu dan ayah dihormati oleh anak-anaknya."
"Wahai para bhikkhu, 'Brahma' adalah istilah untuk ibu dan ayah. 'Dewa-dewi awal', 'guru-guru awal', serta 'mereka yang pantas dipuja' adalah istilah untuk ibu dan ayah."
"Mengapa demikian?"
"Karena ibu dan ayah banyak sekali membantu anak-anaknya. Mereka merawat anak-anaknya dan membesarkan serta mengajar mereka tentang dunia."
Ibu dan ayah disebut
'Brahma,' 'guru awal'
Dan 'pantas dipuja,'
Karena penuh kasih sayang terhadap
Anak-anak mereka.
Maka orang bijaksana harus menghormati ibu dan ayah,
Memberi mereka penghormatan yang sesuai,
Menyediakan makanan dan minuman bagi mereka,
Memberi mereka pakaian dan tempat tidur,
Meminyaki dan memandikan mereka
Serta membasuh kaki mereka.
Bila dia melakukan pelayanan seperti itu
Terhadap ibu serta ayahnya,
Mereka memuji orang bijaksana itu di sini juga
Dan setelah kematian dia bersuka cita di alam surga.

107. Sangat Membantu

Demikianlah telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, para brahmana dan perumah-tangga sangat banyak membantu kalian. Mereka menyediakan kebutuhan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan pada saat sakit."
"Dan kalian, wahai para bhikkhu, sangat banyak membantu para brahmana dan perumah-tangga, karena kalian mengajarkan pada mereka Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya, dan indah pada akhirnya, dengan pengertian dan susunannya yang benar. Kalian menjalankan kehidupan suci dengan sepenuh hati serta dengan murni."
"Jadi, wahai para bhikkhu, kehidupan suci ini dijalani secara saling menopang, dengan tujuan untuk menyeberangi banjir, dan sepenuhnya mengakhiri dukkha."

Perumah-tangga dan yang tidak-berumah,
Masing-masing merupakan penopang bagi yang lain,
Keduanya mencapai Dhamma yang murni -
Kebebasan dari ikatan, yang tak tertandingi.
Yang tak-berumah menerima dari perumah-tangga
Kebutuhan dasar untuk kehidupan ini,
Jubah untuk dipakai, dan tempat tinggal untuk berdiam.
Yang melenyapkan kesulitan karena musim.
Dengan mempercayai yang berperilaku baik, [10]
Umat perumah-tangga yang berdiam di rumah
Menaruh keyakinan kepada orang-orang luhur [11]
Yang memiliki kebijaksanaan agung dan suka bermeditasi.
Dengan mempraktikkan Dhamma dalam kehidupan ini,
Yang merupakan jalan menuju alam yang baik, [12]
Mereka yang menginginkan kesenangan bersuka-cita
Dalam kegembiraan alam dewa.

108. Penuh Tipu Muslihat

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, siapa pun bhikkhu yang penuh tipu muslihat, keras kepala, hanya berbicara saja, penipu, sombong, dan tidak berkonsentrasi, mereka ini bukanlah pengikutku. Mereka telah menyimpang dari Dhamma-dan-Vinaya, serta tidak akan memperoleh pertumbuhan, kemajuan atau perkembangan di dalamnya."
"Akan tetapi, siapa pun bhikkhu yang tidak penuh tipu muslihat, yang tidak hanya berbicara saja, bijaksana, mudah beradaptasi dan bagus konsentrasinya, mereka adalah pengikutku. Mereka tidak menyimpang dari Dhamma-dan-Vinaya, akan memperoleh pertumbuhan, kemajuan dan perkembangan di dalamnya."
Yang penuh tipu muslihat, keras kepala, hanya berbicara saja,
Penipu, sombong, tidak berkonsentrasi -
Mereka tidak dapat memperoleh kemajuan di dalam Dhamma
Yang diajarkan oleh Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna.
Yang tidak menipu, tidak banyak bicara, bijaksana,
Mudah beradaptasi, bagus konsentrasinya -
Mereka akan maju di dalam Dhamma
Yang diajarkan oleh Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna.

109. Arus Sungai

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, andaikan saja ada orang yang berhanyut-hanyut menikmati arus sungai yang tampaknya menyenangkan dan bagus."
"Lalu seorang di tepian yang berpandangan tajam melihatnya, dan orang itu berteriak. 'Hai, saudara yang baik! Walaupun kamu menikmati arus sungai yang tampaknya menyenangkan dan indah, namun jauh di bawah sana ada kolam dengan gelombang besar, arus pusaran, dan ada monster serta setan. [13] Bila sampai di kolam itu kamu akan mati atau menderita sampai hampir mati."
"Kemudian, wahai para bhikkhu, setelah mendengar kata-kata itu, maka orang pertama itu akan berjuang melawan arus dengan tangan dan kakinya."
"Wahai para bhikkhu, aku telah menggunakan perumpamaan ini untuk menjelaskan demikian ini artinya:"
"Arus sungai adalah nafsu keinginan."
"Yang kelihatannya menyenangkan dan indah adalah enam landasan indria dalam."
"Kolam di bawah sana adalah lima belenggu yang rendah." [14]
"Gelombang besar adalah kemarahan dan frustasi."
"Arus pusaran adalah lima kelompok kesenangan indria."
"Monster dan setan adalah kaum wanita."
"Melawan arus berarti meninggalkan keduniawian."
"Berjuang dengan tangan dan kaki berarti mengerahkan semangat."
"Orang di tepian yang berpandangan tajam adalah Sang Tathagata, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna."
Jika menginginkan pembebasan dari ikatan mendatang,
Orang harus meninggalkan nafsu keinginan
Betapa pun menyakitkannya hal ini. [15]
Dengan kebijaksanaan untuk memahami secara benar,
Dan memiliki pikiran yang terbebas,
Orang dapat mencapai kebebasan langkah demi langkah.
Yang merupakan penguasa pengetahuan,
Yang telah menjalani kehidupan suci,
Disebut orang yang telah menuju ke ujung dunia,
Yang telah mencapai pantai seberang.

110. Selagi Berjalan

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, jika selagi berjalan suatu buah pikir yang bersifat nafsu, atau jahat, atau agresif muncul dalam diri seorang bhikkhu, dan dia membiarkannya serta tidak menolaknya, tidak mengusirnya, tidak membebaskan diri darinya dan tidak membuatnya berakhir, maka bhikkhu yang kurang semangat dan tidak takut akan tindakan salah seperti itu dikatakan selalu malas dan lamban."
"Jika selagi berdiri ... jika selagi duduk ... jika selagi berbaring suatu buah pikir yang bersifat nafsu, atau jahat, atau agresif muncul dalam diri seorang bhikkhu, dan dia membiarkannya serta tidak menolaknya ... bhikkhu seperti itu dikatakan selalu malas dan lamban."
"Tetapi jika selagi berjalan ... berdiri ... duduk ... berbaring, suatu buah pikir yang bersifat nafsu, atau jahat, atau agresif muncul dalam diri seorang bhikkhu, dan dia tidak membiarkannya, tetapi menolaknya, mengusirnya, membebaskan diri darinya serta mengakhirinya, maka bhikkhu yang penuh semangat dan takut akan tindakan salah seperti itu dikatakan selalu rajin dan mantap."
Selagi berjalan atau berdiri,
Duduk atau berbaring,
Bhikkhu yang memikirkan hal-hal
Yang jahat dan keduniawian -
Dia mengikuti jalan yang salah,
Terlena oleh pikiran-pikiran yang menipu.
Bhikkhu seperti itu tidak akan mencapai
Pencerahan yang agung.
Selagi berjalan atau berdiri,
Duduk atau berbaring,
Bhikkhu yang mengatasi buah-buah pikir itu,
Bergembira karena telah menaklukkan pikirannya -
Bhikkhu seperti itu akan dapat mencapai
Pencerahan yang agung.

111. Sempurna dalam Moral

Demikian telah dikatakan oleh Sang Budhha ....
"Wahai para bhikkhu, kalian harus menjalani kehidupan yang sempurna dalam moral, sempurna dalam praktik peraturan disiplin, serta terkendali oleh batasan peraturan. Sempurna dalam perilaku dan usaha, melihat bahaya di dalam kesalahan sekecil apa pun, maka kalian harus berlatih dalam peraturan-peraturan yang telah dipegang. Jika sudah hidup dengan sempurna dalam peraturan moral, wahai para bhikkhu, .... dan berlatih dalam peraturan-peraturan yang telah dipegang, apakah lagi yang harus dijalankan?"
"Jika selagi berjalan, berdiri, duduk dan berbaring, seorang bhikkhu bebas dari nafsu menginginkan barang orang lain, bebas dari keinginan jahat, bebas dari kemalasan dan kelambanan, bebas dari keresahan dan kekhawatiran, telah memotong keraguan, maka semangatnya akan kuat dan tidak mengendor, perhatiannya selalu waspada dan tidak kabur, tubuhnya tenang dan tidak tegang, pikirannya terkonsentrasi dan memusat."
"Seorang bhikkhu yang penuh semangat dan takut melakukan kesalahan seperti ini dikatakan selalu rajin dan mantap."
Terkendali selagi berjalan,
Terkendali selagi berdiri,
Terkendali selagi duduk,
Terkendali selagi berbaring,
Terkendali selagi membungkuk dan
Meregangkan kaki tangannya -
Ke atas, melintang dan ke bawah,
Sejauh dunia membentang,
Seorang bhikkhu mengamati bagaimana segalanya terjadi,
Muncul dan lenyapnya segala bentuk.
Hidup seperti ini dengan penuh semangat,
Memiliki perilaku yang tenang dan diam,
Selalu penuh perhatian, dia berlatih dalam alur
Ketenang-seimbangan dan keheningan pikiran.
Bhikkhu seperti itu dikatakan
Orang yang sudah mantap.

112. Dunia

Demikian telah dikatakan oleh Sang Buddha ...
"Wahai para bhikkhu, dunia ini telah sepenuhnya dipahami oleh Sang Tathagata; Sang Tathagata telah terlepas dari dunia. [16] Asal mula dunia telah sepenuhnya dipahami oleh Sang Tathagata; asal mula dunia telah ditinggalkan oleh Sang Tathagata."
"Berhentinya dunia telah sepenuhnya dipahami oleh Sang Tathagata; berhentinya dunia telah diwujudkan oleh Sang Tathagata. Jalan menuju berhentinya dunia telah sepenuhnya dipahami oleh Sang Tathagata; jalan menuju berhentinya dunia telah dikembangkan oleh Sang Tathagata."
"Wahai para bhikkhu, di dalam dunia dengan para dewa, mara dan brahmanya, dengan para pertapa dan para brahmananya, di antara umat manusia dengan pangeran serta rakyatnya, apa pun yang dilihat, didengar, dirasakan, dipahami, dicapai, dicari dan direnungkan oleh pikiran - semuanya sepenuhnya dipahami oleh Sang Tathagata. Itulah sebabnya Ia disebut Tathagata."
"Wahai para bhikkhu, sejak malam ketika Sang Tathagata menjadi sadar pada saat Penerangan Sempurna yang tiada bandingnya, sampai malam ketika Sang Tathagata meninggal menuju Nibbana tanpa sisa, apa pun yang Ia katakan, angkapkan dan jelaskan - itu semuanya memang demikian adanya dan bukan yang lain. Itulah sebabnya Ia disebut Tathagata."
"Apa yang dikatakan oleh Sang Tathagata, itu pula yang Ia lakukan; apa yang dilakukan oleh Sang Tathagata, itu pula yang Ia katakan. Itulah sebabnya Ia disebut Tathagata."
"Di dalam dunia dengan para dewa, mara dan brahmanya, dengan para pertapa dan brahmananya, di antara umat manusia dengan pangeran dan rakyatnya, Sang Tathagata adalah penakluk, yang tak terkalahkan, yang maha tahu, kekuatan yang berpengaruh. Itulah sebabnya Ia disebut Tathagata."
Dengan pengetahuan tentang seluruh dunia,
Seluruh dunia seperti apa yang sebenarnya,
Beliau terlepas dari semua dunia,
Di dalam semua dunia Beliau tidak melekat.
Beliau adalah pertapa agung penakluk segalanya,
Yang telah terbebas dari semua belenggu;
Beliau telah mencapai kedamaian sempurna,
Nibbana yang terbebas dari rasa takut.
Beliau tercerahkan, bebas dari noda,
Bebas dari kesulitan, bebas dari keraguan,
Mencapai akhir dari segala perbuatan, [17]
Terlepas dari kekuatan kemelekatan yang merusak.
Sang Buddha, Yang telah Mencapai Penerangan Sempurna,
Beliau ibarat singa, yang tiada bandingnya,
Karena di dunia dengan para dewanya
Beliau menggerakkan roda-Brahma. [18]
Maka para dewa dan manusia,
Pergi untuk berlindung kepada Sang Buddha,
Yang bertemu Beliau memberi hormat,
Pada manusia agung yang bebas dari keraguan
Yang jinak, dari segala yang terjinakkan, Beliaulah yang terbaik,
Yang tenang, dari segala yang ditenangkan, Beliaulah yang melihat;
Yang bebas, dari segala yang terbebas, Beliaulah yang tertinggi;
Yang menyeberang, dari segala yang menyeberang, Beliaulah pemimpinnya.
Mereka memberikan penghormatan yang selayaknya,
Pada yang agung, yang bebas dari keraguan:
'Di dunia dengan para dewa-nya
Tidak ada orang yang sebanding Engkau'
Inilah juga arti dari apa yang dikatakan oleh Sang Buddha, demikian yang telah saya dengar.
Catatan Kaki :

1. Dapat didatangi bila keadaan mendesak (yacayoga), yaitu selalu siap mengajarkan Dhamma jika diminta; dan dengan tangan terbuka (payatapani), selalu siap memberikan dana, di sini berdana Dhamma, dengan cara yang sesuai. [Kembali]
2. Sang Buddha disebut 'dokter yang besar' karena Beliau menawarkan perawatan untuk menyembuhkan penderitaan yang memang ada di dalam lingkaran kelahiran dan kematian. Dan beliau adalah ahli bedah (sallakatta) yang memiliki metode untuk mengeluarkan anak panah beracun (salla) yaitu nafsu, kebencian dan kebodohan yang berdiam di batin para makhluk. [Kembali]
3. Ini merupakan variasi Sang Buddha mengenai pernyataan-pernyataan para Brahmana yang mengatakan bahwa mereka dilahirkan dari mulut dewa Brahma. [Kembali]
4. Yaga artinya persembahan korban atau pemberian sedekah. [Kembali]
5. Tiga yang pertama termasuk dalam latihan-latihan pertapa yang diizinkan (duthanga). Keempatnya itu semua membentuk prasyarat minimal untuk menjalani kehidupan bhikkhu, yang diajarkan sedemikian rupa dalam upacara pentahbisan bhikkku (upasampada). [Kembali]
6. Lihat Khotbah 62 dan catatan-catatan. [Kembali]
7. Itithavabhavahetu adalah 'lewat penalaran karena ada demikian atau tidak demikian' yang diterangkan oleh Kitab Komentar sebagai perolehan atau kehilangan, sukses atau kegagalan, kenaikan atau penurunan. [Kembali]
8. Brahma berarti (makhluk) yang paling tinggi, paling baik, paling penting; seorang dewa brahma merupakan ujud kehidupan makhluk yang mempertahankan praktik brahmavihara, 'kediaman batin yang luhur', yaitu cinta kasih (metta), kasih sayang (karuna), kegembiraan bersimpati (mudita), dan ketenang-seimbangan (upekkha). Orang tua juga mempertahankan sikap-sikap cinta kasih semacam ini terhadap anak-anaknya. [Kembali]
9. Bagi anak-anak, orang tua ibarat dewa paling awal atau pertama, makhluk agung dalam pengertian merupakan pelindung dan penjaga yang kuat. Mereka juga merupakan guru pertama yang mengajarkan hal-hal yang paling mendasar, bagaimana berjalan, berbicara, makan, dsb.; dan juga mengajarkan tentang orang-orang dan objek-objek pada lingkungannya. [Kembali]
10. Sugata. Di sini berarti para murid Sang Buddha, menurut Kitab Komentar, yang memoles kata itu dengan samma patipanna. [Kembali]
11. Para Arahat. [Kembali]
12. Umat awam yang mencintai kehidupan berumah-tangga, yang terikat pada kehidupan berumah-tangga, mempraktikkan Dhamma duniawi (lokiya) memberikan dana, dsb., yang menuju ke alam surga. [Kembali]
13. Graha, secara harfiah berarti 'perebut' adalah nama lain untuk buaya, walaupun di dalam Khotbah 69 diterjemahkan sebagai 'ikan hiu' karena lingkupnya samudra. Dalam mitos India, rakkhasa adalah sejenis makhluk halus (setan) besar pemakan daging yang hidup di danau, kolam, dan samudra. [Kembali]
14. Orambhagiya-samyojana adalah: 'belenggu-belenggu yang ada di pantai sini' atau 'belenggu-belenggu yang lebih rendah' adalah lima belenggu pertama - pandangan mengenai kekekalan diri/aku, keragu-raguan, kemelekatan pada upacara-upacara, nafsu indria, dan kemauan jahat. Disebut demikian karena belenggu-belenggu ini mengikat seseorang menuju kelahiran ulang di dalam alam yang lebih rendah, yaitu alam lingkup-indria. Belenggu-belenggu ini akhirnya dapat ditanggulangi pada tahap kesucian Anagami. [Kembali]
15. Sahapi dukkhena jaheyya kame. Kitab Komentar menjelaskan hal ini dengan mengacu pada orang yang mencapai jhana dan Sang Jalan dengan kemauan yang sulit (dukkhapatipada), yang dapat menekan kekotoran indria dengan sukar dan susah payah. [Kembali]
16. 'Dunia' yang dimaksud adalah kebenaran mulia tentang dukkha, dunia pengalaman yang terdiri dari tubuh jasmani, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pemikiran, dan kesadaran. Ini adalah lima khandha, yang disamakan dengan penderitaan dalam penjelasan Empat Kebenaran Mulia. [Kembali]
17. Dia telah menyelesaikan kamma, perbuatan yang akan mengakibatkan kelahiran di masa depan. [Kembali]
18. 'Roda-Brahma' (brahma-cakka) sama dengan Roda-Dhamma. Permulaan pembabaran ajaran Sang Buddha disebut 'pemutaran gerak roda Dhamma', yang juga merupakan judul dari Sutta terkenal yang berisikan khotbah pertama yang disampaikan di Taman Rusa Benares. [Kembali]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar